✔ Kebijaksanaan Jembatan Maros
“
Si Budi Kecil” Jembatan Maros.
Hari Kemerdekaan tentunya memperlihatkan kesan yang berbeda bagi setiap Rakyat indonesia. Mungkin ada yang bersyukur, menghormati dan menghargai jasa-jasa para pahlawan, menyerukan biar memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, mungkin juga ada yang menangis terharu ataukah duka alasannya yaitu belum bisa mencicipi kemerdekaan. Tetapi apapun itu, itulah rasa Kemerdekaan yang tak bisa lagi ditawar-tawar, dimanipulasi ataukah di bumbui biar berubah rasa, apalagi disandiwarakan dengan penuh kebohongan. Itulah kabar yang tepat dihari kemerdekaan bahwa rakyat belum sepenuhnya senang yang sekaligus memperlihatkan sinyal bahwa kemerdekaan masih membutuhkan usaha yang lebih keras biar hanya menyisakan kata “Manis” ditahun depan.
Salah satu rasa kemerdekaan misalnya yang dialami Budi (nama samaran). Ia dan teman-temannya tinggal di tanggul kota maros yang pinggiran sungainya tak terpancang lunas. Setiap hari ia mencari kerang di dasar sungai, lalu menjualnya sendiri diatas trotoar jembatan Kota Maros. Jiwa kewirausahaannya terlihat mapan seakan konsep Nasional (Petik, Olah, Jual) Menteri pertanian Bpk Andi Amran Sulaiman yang berawalan Doktor itu sudah kenyang dilahapnya. Ia seakan mengabarkan kepada saya bahwa mental kemandirian sudah mampir ke otaknya yang seumuran EsEmPe itu.
Jika gak percaya, cobalah sesekali lewat jembatan akrab Polres maros. Mampirlah diujung jembatan membeli Pilsbryoconcha exilis, dalam bidangnya ia dikenal bereksistensi pada golongan Molusca, atau orang tanggul kota maros sebut dengan kerang Baya’-Baya’ yang bercangkang hitam.
Dengan mampir disana anda bisa melihat Otot-otot Budi semakin besar dari sebelumnya, dan andai ia cendekia balig cukup akal mungkin bisa masuk jadi Atlet Renang dikarenakan telah lihai berenang ke tengah sungai dan menyelam kedasarnya tanpa alat bantu sekalipun. Jika anda berkenang bantulah ia kembali kesekolah dengan membeli jajanannya. Apalagi konon kerang tersebut sanggup membantu dalam pengobatan penyakit kuning. Soal cara penyajiannya mungkin bisa ditanyakan pada orang sekitar sana atau orang yang andal dibidangnya.
Kemarin, saya yakin Budi menjual kerang Sungai di hari kemerdekaan bukan alasannya yaitu bermaksud menghianati atau menikam kemerdekaan, ataukah tidak gembira dengan Indonesia. Mungkin ia hanya kesulitan membagi waktu kapan ia harus bangun tegak dan hormat kepada merah putih dan sedikit tertunduk tenang buat para jagoan kita, ataukah stok kerang ada musimnya dan 17 Agustus 2016 yaitu kesempatan yang cukup baik untuk mendulangnya. Tetapi karenanya saya mencoba lebih jauh lagi memahami yang dilakukan mereka bahwa itu yaitu periode dikala aksara Budi Dkk terbentuk oleh kondisi lingkungannya, nilai-nilai yang didirikan dan konsep kunci pembelajaran otak Budi Dkk telah tertanam untuk segera memenuhi kebutuhan yang tak bisa lagi ditunda dan ditawar-tawar, yang semuanya akan beresonansi sepanjang kehidupannya sampai Budi Dkk berjuang keras demi mencicipi Kemerdekaan tepat yang ia perjuangkan sendiri.
Namun Budi hanyalah anak EsEmPee, mestinya semua itu ia lakukan diusia yang telah di Layakkan oleh Negara. Orang renta kebijaksanaan juga mesti lebih bekerja keras biar uang jajan sesuai yang dibutuhkannya. Ibu Guru Budi juga mesti menyajikan pelajarannya lebih kreatif di kelas biar terasa lebih menarik dari jual kerang Baya’-Baya’. Dan saya juga yakin anak seumur itu semestinya masuk dalam perawatan salah satu kementrian negeri ini.
Akhirnya saya sendiri terharu dengan Budi. Seorang anak EsEmPe telah mengajarkan saya bahwa “PERJUANGAN TETAP HARUS DILAKUKAN MESKIPUN KITA SEDANG MERDEKA”.
Soreang, 18 Agustus 2016
Adnan_junaediSumber http://adnantandzil.blogspot.com
0 Response to "✔ Kebijaksanaan Jembatan Maros"
Posting Komentar