-->

iklan banner

✔ Ilmu-Ilmu Empirik


A.    ILMU-ILMU EMPIRIK, SECARA LEBIH KHUSUS
1.      Ilmu Alam
Kadang-kadang ilmu alam digambarkan sebagai ilmu empirik yang sangat menonjol penampilannya. Metode-metode yang digunakan dalam ilmu alam dikehendaki supaya digunakan sebagai referensi bagi ilmu-ilmu empirik lainnya. Sejumlah aturan alam yang bersifat umum dipandang juga berlaku terhadap gejala-gejala yang tidak secara ketat bersifat kealaman. Usaha untuk memperoleh keseragaman (uniformity) serta kesemestaan (universality), yang di dalam ilmu alam dipandang  wajar, secara demikian dilanjutkan penerapannya di luar lingkungan alam.
Di dalam cara berfikir serta cara bekerja ilmu alam observasi, teori dan eksperimen sepenuhnya jalin-menjalin. Sebagai ilmu empirik, ilmu alam mendapat bahan-bahannya dari alam sebagai kenyataan empirik melalui pengalaman yang banyak jumlahnya. Suatu observasi sebelum terjadi, harus sudah diatur serta direncanakan. Karena jangkauan observasi inderawi insan sangat terbatas dibandingkan dengan dimensi-dimensi alam, maka observasi tersebut haruslah diperkuat, diperluas, diperlengkap, dipersisikan dengan menggunakan alat-alat, didukung oleh praanggapan-praanggapan teoritik, dan ditetapkan kembali serta diterjemahkan dengan menggunakan operasi-operasi pemikiran.
Jika kita memperbandingkan ilmu alam dengan ilmu hayat dan dengan ilmu jiwa/ilmu masyarakat, maka tampaklah bahwa :
1.      “jarak” antara subyek dengan obyek dalam ilmu alam lebih besar dibandingkan dengan jarak yang terdapat dalam ilmu hayat, dan dalam ilmu hayat lebih besar dibandingkan dengan yang terdapat dalam ilmu jiwa/ilmu masyarakat.
2.      “lingkungan” obyek berkurang besarnya dalam urutan yang sama. Dalam ilmu alam subyek meninjau obyek dalam jarak yang lebih besar dan lebih banyak meninjaunya dari luar. Di antara spesialis fisika dengan obyek fisiknya terdapat pertalian yang lebih kecil dibandingkan dengan pertalian yang terdapat di antara mahir jiwa/ mahir ilmu masyarakat dengan gejala-gejala yang mereka selidiki.
Perbedaan tersebut tentu besar lengan berkuasa bagi metode-metode yang digunakan. Alam (tidak hidup) hanya menggunakan “bahasa” yang kita rencanakan serta kita buat supaya sanggup dipahami. Sebaliknya dalam ilmu jiwa, sulit sekali untuk menggunakan bahasa yang tidak dirembesi oleh bahasa sehari-hari yang menyangkut obyek-obyek manusiawi. Adanya “jarak” yang lebih besar yang terentang antara subyek dengan obyek dalam ilmu alam tidak hanya mengharuskan dipergunakannya “sarana-sarana”, alat-alat kerja serta alat-alat pikir yang lebih banyak dan lebih rumit sebagai perantara, melainkan mengakibatkan sanggup juga dimengerti mengapa para mahir ilmu alam sanggup secara lebih memaksa, lebih mempengaruhi, lebih buatan menghadapi obyek-obyek mereka. hasil yang dicapai dengan menggunakan metode-metode yang berlaku dalam ilmu alam, juga mengakibatkan adanya kecenderungan untuk memperluas cara bekerja serta cara berfikir dalam ilmu alam sehingga mencakup pula ilmu-ilmu empirik yang lain.
2.      Ilmu Hayat
Ilmu hayat menempati kedudukan yang tersendiri dalam lingkungan ilmu-ilmu alam. Ilmu ini menghadapi gejala-gejala alam hidup. Mengenai duduk perkara obyek penyelidikannya ini sering orang berpendirian bahwa alam hidup berbeda secara azasi dengan alam tidak hidup; mengenai metode yang digunakan ilmu hayat harus bekerja dengan metode yang berlainan dibanding dengan yang digunakan, contohnya dalam ilmu fisika dan ilmu kimia.
Ilmu hayat menghadapi gejala-gejala yang kurang gampang untuk dijelaskan dengan menggunakan banyak sekali klarifikasi belaka menyerupai yang berlaku dalam ilmu fisika. Dalam kenyataannya spesialis ilmu hayat akan menggunaka banyak sekali penjelasan. Dalam hal ini juga akan menggunakan klarifikasi kausal, menyerupai yang terbiasa dikerjakan dalam ilmu-ilmu fisika, umpanya bila ia melukiskan terjadinya sebuah alat kelengkapan ragawai tertentu sebagai jawaban sejumlah proses fisiologi. Yang demikian ini dinamakan klarifikasi kausal atau disebut juga klarifikasi mekanik, lantaran prosedur sebab-sebab fisik sanggup memperlihatkan klarifikasi yang cukup bagi suatu gejala.
Penerapan klarifikasi secara fungsional tidaklah menutup pintu bagi kemungkinan digunakannyalah klarifikasi yang disebut terdahulu---cara klarifikasi kausal dan genetik. Dalam kefisafatan mengenai ilmu hayat, dua macam pendirian semenjak dahulu yaitu prosedur dan vitalisme. Paham prosedur mengajarkan bahwa segenap proses di alam kodrat, juga yang merupakan ciri organisme-organisme hidup, sanggup dipulangkan kepada proses-proses fisiko-kimiawi. Dalam bentuk yang lebih bersifat metafisik, paham ini menyampaikan bahwa proses-proses hidup serta proses-proses rohani sanggup dipulangkan kepada prosedur materi yang tidak hidup menyerupai yang diajarkan oleh fisika dan ilmu kimia. Dalam bentuk yang lebih bersifat metodololgik, paham ini mengajarkan bahwa orang gres berhak berbicara  perihal klarifikasi ilmiah mengenai gejala-gejala hidup, jikalau orang sanggup mendifiniskan menurut atas suatu teori fisiko-kimiawi.
3.      Ilmu-Ilmu Manusia
Dunia ilmu-ilmu empirik biasanya dibagi dalam dua belahan. Belahan yang satu mencakup ilmu-ilmu alam, belahan yang lain mencakup apa yang dikatakan ilmu-ilmu manusia, ilmu-ilmu budaya, ilmu-ilmu rohani, ilmu-ilmu prilaku atau ilmu-ilmu masyarakat. Untuk mudahnya bagi segenap ilmu yang tidak termasuk dalam ilmu-ilmu alam. Dalam hal ini yang kita pikirkan bukanlah apa yang kita ingin ketahui mengenai dari segi fisiologi, anatomi, morfologi, ilmu kimia dan sebagainya. Melainkan yang kita pikirkan ialah ciri khas yang dipunyainya, yang membedakannya dengan hewan serta kebinatangan, dan yang mengakibatkan ia disebut manusia. Jika dikehendaki sanggup saja apa yang mengakibatkan ia disebut insan juga dinamakan “kodrat alamnya”, tetapi istilah ini diberi arti yang lebih luas mengenai hakekatnya, mengenai tugasnya dan mengenai kegunaannya.
 Meskipun berbeda dengan binatang, insan hidup dalam suatu dunia yang terdiri dari barang-barang yang dibuatnya sendiri srta tujuan-tujuan yang dipikirkannya sendiri. Seperti yang pernah diungkapakan oleh mahir ilmu masyarakat Max Weber menyampaikan :
Dalam hal susunan kemasyarakatan kita berada dalam keadaan yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan segenap ilmu alam yang sekedar memutuskan hubungan-hubungan fungsional serta aturan-aturan (hukum-hukum) .... suatu acara yang senantiasa membawa hasil yang tidak memadai; yaitu usaha-usaha mendalami sedalm-dalamnya’ (verstehen) hubungan-hubungan antara perseorangan yang bersangkutan, sedangkan hubungan-hubungan antara sel-sel tidak kita “verstehen”, melainkan sanggup kita pahami serta memutuskan secara fungsional”.
Seorang mahir ilmu masyarakat yang lain (Mac Iver) menyampaikan bahwa ada suatu perbedaan hakiki antara secarik kertas yang kabur diterpa angin dengan seorang insan yang lari dikejar-kejar oleh orang banyak. Sepotong kertas tidak mengenal rasa takut dan angin tidak mengenal rasa benci. Sementara itu tanpa mengenal rasa takut orang tersebut tidak akan melarikan diri dan tanpa rasa benci orang banyak tidak akan mengejar-ngejar. Manakala rasa takut kita pulangkan kepada gerakan-gerakan badan tertentu berarti bahwa demi teori, dunia kita lepaskan dari makna yang dikandungnya.

B.     BAHASA ILMU

1.      Definisi Stifulatif dan Definisi Deskriptif Eksplikasi-Eksplikasi
Yang membedakan pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan pra ilmiah antara laian, bahwa pengetahuan ilmiah telah teruji secara sistematik. Dalam hal ini orang mencoba untuk mengambarkan kebenaran hasil-hasil pemahaman serta dugaan-dugaan matematik. Sedangkan menenai kebenaran hipotesa-hipotesa empirik, orang mencoba untuk mengambil keputusan dengan jalan mengadakan observasi-observasi atau eksperimen-eksperimen.
Cara yang palin sempurna untuk memutuskan pemakaian suatu istilah ialah dengan menggunakan definisi eksplisit. Dalam definisi menyerupai itu ditetapkan bahwa suatu istilah atau suatu adonan istilah digunakan dalam makna tertentu. Definisi yang lain yang sanggup digunakan yaitu definisi deskriptif, yang memperlihatkan arti apakah yang telah dipunyai oleh suatu istilah atau adonan istilah tertentu (atau jikalau dipandang perlu, menurut atas penyelidikan kesejarahan, arti apakah yang pernah dipunyainya).
Perbedaan menonjol antara definisi stipulatif dengan definisi deskriptif . sebuah definisi deskriptif benar atau tidak benar, tergantung pada apakah definisi tadi mencatat secara tepatarti yang sedang deberikan kepadanya (pemakaian kata yang sedang berlaku). Sebaliknya, sebuah definisi stipulatif, sanggup bersifat menguntungkan atau tidak menguntungkan, bersifat melingkar atau tidak melingkar, namun tidaklah mungkin menyifatkannya sebagai benar atau tidak benar.
2.      Definisi Operasional
Sumbangan yang mutlak harus ada untuk mempertajam pengertian istilah-istilah, diperoleh dari definisi-definisi operasional. Penyebutan “operasional” didasarkan atas  operasi-operasi yang terperinci yang memilih sanggup diterapkannya suatu istilah. Definisi operasional pertama kalinya mengalami perkembangan pesat dalam ilmu-ilmu alam yang eksak. Kebutuhan akan ukuran-ukuran yang sanggup ditangani secara intersubyektif, mengakibatkan definisi-definisi untuk pertama kalinya berhasil baik dalam ilmu-ilmu tersebut. dalam hal pengertian-pengertian klasifikasi, haruslah diperoleh jawaban yang memperlihatkan kepastian atas pertanyaan apakah suatu benda tertentu memenuhi atau tidak memenuhi pengertian yang bersangkutan. Seseungguhnya pertanyaan ini mendasarkan diri atas klasifikasi-klasifikasi, baik contohnya yang didasarkan atas unsur yang menyusun benda (perak, emas, tembaga, timah, besi dan sebagainya)maupun didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipunyai oleh benda . harus dilakukan kajian yang memilih dalam arti positif atau negatif terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut.
3.      Suatu Bahasa Kesatuan
Dengan merembetnya alat kelengkapan berupa matematika ke dalam banyak sekali ilmu yang berbeda-beda jenisnya, dalam batas-batas tertentu tercapailah penyatuan peristilan ilmiah. Pada tahun 30-an para penganut paham empirisme logik dengan gigih mempertahankan pendirian bahwa ada kemungkinan untuk membuat suatu bahasa kesatuan ilmiah. Di samping bersifat semesta, bahasa kesatuan tadi hendaknya juga bersifat intersubyektif: arti yang dikandung oleh ungkapan-ungkapan hendaknya sama bagi segenap pemakai bahasa itu. Yang diinginkan merea sebagai bahasa kesatuan tersebut yaitu bahasa ilmu alam, dengan perbedaan gaya serta corak sepenuhnya, dan pendirian itu dinamakan “fisikalisme”. Paham fisikalisme menghadapi kesulitan yang besar dan hasilnya menjadi lemah. Dewasa ini orang tidak lagi sering mempertanyakan serta menanggapi duduk perkara kesatuan ilmu dalam hubungannya dengan suatu bahasa kesatuan. Namun yang masih tetap hangat dibicarakan ialah duduk perkara kesatuan hakiki dalam hal tujuan serta metode.

C.    ILMU DAN NILAI

1.      Teori dan Penerapan
Yang menjadi Ciri insan yang berfikir, bahwa ia membentuk pengetahuan. Pengetahuan ini diperoleh dengan jalan menghentikan reaksinya yang serta merta dan kemudian berpikir lebih lanjut serta menyelidiki korelasi yang terdapat antara hal-hal yang dihadapinya dan sebab-sebab serta alasan-alasan yang tersembunyi dibalik hal-hal tersebut.
Pengetahuan praktik yang berarah tujuan yang menyerupai itu tersusun dalam sistem yang dinamakan ilmu, gres memiliki “sifat terapan” apabila motifnya yang pokok serta perwujudannya yang eksklusif berupa hasil penerapan itu sendiri, namun bagaimanapun, penerapan tersebut sudah diiringi dengan teori, justru lantaran hendak memikul tanggungjawab sebagai ilmu. Artinya bahwa sudah semenjak awal penerapannya setiap “penerapan” sejauh hendak dikatakan “bersifat ilmiah”, harus disertai serta didasarkan atas “teori”, penerapan yang tertua contohnya pemilihan antara tumbuh-tumbuhan yang sanggup dimakan, yang mengandung racun, yang memiliki daya penyembahan, pengetahuan mengenai irama demam isu yang dimanfaatkan bagi pertanian, pengetahuan mengenai ciri-ciri pengenal serta potensi-potensi yang dipunyai oleh bahan-bahan mentah yang digunakan untuk sanggup secara teknik membuat perkakas-perkakas. Yang menimbulkan pengetahuan bersifat ilmiah lantaran sifatnya sebagai hasil pemahaman secara teoritik.
Apabila kita berbicara mengenai “penerapan” maka dalam hal ini sebetulnya sudah tersirat pula adanya proses perubahan  yang terarah. Bila kita hendak menerapkan hasil pemahaman atau inovasi untuk mencapai tujuan yang praktik, berarti ada perbedaan  dalam hal keterangan  antara pemakaian metode dikala hasil pemahaman teoritik tercapai dengan cara yang hendak dicapai oleh penerapan secara praktik. Maka dalam hal ini diharapkan suatu penyesuaian, suatu perubahan arah yakni perubahan penggunaan metode.

2.      Ilmu, Nilai, Keadaan  Bebas Nilai
Di dalam filsafat ilmu dan metodologi ilmu yang terjadi banyak kesibukan dalam menghadapi pertanyaan apakah ilmu bersifat “bebas---nilai”, sanggup atau seharusnya bersifat demikian. Suatu tanggapan disebut pertimbangan nilai (=value judgment) jikalau di dalamnya orang menyampaikan bahwa sesuatu hal baik atau keliru, diharapkan atau tidak diharapkan, positif atau negatif, menguntungkan atau merugikan, indah atau jelek, atau apakah sesuatu hal layak untuk diutamakan dibandingkan dengan hal-hal yang lain.
Ungkapan “ilmu sebagai ilmu/dipandang secara tersendiri”, sudah tentu bersifat abstrak. Ungkapan ini merupakan istilah cakupan bagi suatu kelompok yang besar dan berisikan “kegiatan-kegiatan” yang berjenis khusus yang masing-masing diarahkan untuk memperoleh pengetahuan menyangkut bidang-bidang kenyataan yang sangat beraneka ragam, namun yang sanggup dikenal kembali sebagai suatu kesatuan lantaran digunakannya metode-metode serta teknik-teknik tertentu dan diperhatikan kaidah-kaidah, ketentuan-ketentuan atau pedoman-pedoman tertentu.
3.      Ilmu Terapan dan Masalah Pertimbangan Nilai
Pada ilmu-ilmu terapan tujuan yang hendak dicapai bersifat menentukan. Hal ini berlaku bagi ilmu-ilmu teknik, tetapi ilmu-ilmu lain yang banyak jumlahnya sanggup juga dimasukkan dalam jenis ilmu-ilmu terapan. Meskipun pada penggalan sebelumnya kiranya telah diterangkan dengan terang bahwa ilmu mengolah, mengubah bentuk bahan-bahan keterangan yang berasal dari dunia kehidupan insan sehari-hari, supaya sanggup ditangani dalam suatu kerangka metodologik yang seeksak mungkin.

Ilmu sanggup menyampaikan dua hal kepada kita. Pertama-tama, keputusan-keputusan apakah yang sanggup kita ambil. Dan selanjutnya, hari depan bagaimanakah yang akan kita hadapi. Yang terakhir ini tergantung pada keputusan mana yang kita ambil. Dengan demikian dapatlah dibayangkan bahwa pertimbangan nilai melaksanakan pilihan, di antara sejumlah hari depan yang mungkin kita alami. Tanpa pertimbangan nilai tidaklah mungkin orang melaksanakan piliha itu.

adnantandzil.blogspot.com

Sumber http://adnantandzil.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "✔ Ilmu-Ilmu Empirik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel