Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Pendidikan Dasar Sembilan Tahun : Pembangunan insan Indonesia menempatkan insan sebagai tujuan pembangunan bukan alat pembangunan. Pada KTT Milenium PBB tahun 2000 telah dideklarasikan bersama oleh 189 negara anggota PBB Tujuan Pembangunan Milienium (Milenium Development Goals) yang mencakup 8 tujuan, 18 sasaran dan 53 indikator yang terukur yang harus dipenuhi tahun 2015. Salah satu dari 8 tujuan yang harus dicapai yaitu mencapai pendidikan dasar yang universal, memastikan supaya semua anak pria dan wanita menuntaskan tingkat pendidikan dasar (Milenium Development Goals, status report UNDP, 2003). Target ini juga telah diterima secara nasional di Indonesia dengan dimasukkannya sasaran tersebut dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional.
Pembaharuan dalam Sistem Pendidikan Nasional menuntut kiprah dan tanggung jawab yang lebih besar dari pemerintah tempat dalam mengarahkan, mengawasi, serta memperlihatkan layanan pendidikan guna terselenggaranya pendidikan yang memenuhi standar nasional pendidikan. Standar pelayanan minimum bidang pendidikan yang merupakan tolak ukur kinerja pelayanan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah
Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman sedang berupaya meningkatkan pelayanan pendidikan. Hal ini sanggup dilihat dari struktur perencanaan pendidikan yang dituangkan dalam RPJM Kabupaten Padang Pariaman, Renstra Dinas Pendidikan ,dan Rencana Kerja Tahunan bidang pendidikan yang selanjutnya dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pada kenyataannya meskipun alokasi anggaran pendidikan pada APBD meningkat setiap tahunnya ternyata tidak serta merta disertai dengan peningkatan output. Persentase peningkatan capaian sasaran rata-rata usang sekolah, Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), sebagai serpihan dari indikator keberhasilan kinerja pendidikan lebih kecil dari persentase peningkatan alokasi anggaran dan tidak berbanding lurus dengan hasil yang diharapkan. Penyebabnya di duga alokasi pembiayaan pendidikan salah sasaran, atau tidak mengacu pada standar yang hendak dicapai.
Berdasarkan profil pendidikan Kabupaten Padang Pariaman tahun 2006, pelayanan pendidikan yang telah dilaksanakan sanggup diilustrasikan sebagai berikut, untuk pemerataan pendidikan dasar dan menengah ditinjau dari persentase pencapaian APK dan APM, SD telah melampaui 100% sedangkan untuk SMP, APK 77,46% dan APM 59,95% hal ini memperlihatkan belum semua anak usia sekolah (13-15 tahun) mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Pertama dan masih perlu diupayakan peningkatan pemerataan pendidikan. Sedangkan untuk indikator mutu pendidikan diperoleh citra bahwa angka putus sekolah untuk Sekolah Menengah Pertama masih 2,02%, angka mengulang 9,83%, angka kelayakan guru mengajar dengan pembagian terstruktur mengenai S1 di tingkat SD dan Sekolah Menengah Pertama berturut-turut 11,7% dan 59,92%.
Kajian ini bertujuan untuk menganalisis gap antara Standar Pelayanan Minimum bidang pendidikan yang harus dipenuhi dengan kondisi pelayanan pendidikan dasar 9 tahun yang telah dilaksanakan di Kabupaten Padang Pariaman.
Serta dihasilkannya kegiatan dan planning kebutuhan pendanaan yang sanggup dipakai dalam pencapaian sasaran standar pelayanan minimum.
Untuk menganalisis gap ( kesenjangan ) antara SPM dengan capaiannya dipakai 8 indikator yang tertuang dalam kepmendiknas tahun 2004, serta mengacu pada PP no 19/2005 dan PP 12 / tahun 2006.
Penghitungan kebutuhan pendanaan untuk mecapai SPM dihitung dengan cara: memakai unit cost/siswa yang dikeluarkan world bank, untuk menghitung kebutuhan dana mencapai APM, unit cost/ guru yang dipakai departemen pendidikan untuk mencapai kualifikasi guru menjadi S1, unit cost/buku pelajaran yang dipakai dalam pengalokasian dana BOS Buku, untuk pemenuhan kebutuhan buku pelajaran siswa, RAB ( planning anggaran Belanja) dari dinas pendidikan propinsi Sumatera Barat , untuk pembangunan Unit sekolah Baru (USB) di tingkat SMP/MTs. Proyeksi pencapaian SPM, memakai proyeksi penduduk yang diterbitkan BPS, dengan memecah kelompok umur 5 tahunan menjadi umur tunggal ( memakai sprague multipliers) , dipakai untuk memproyeksi kebutuhan sekolah dan guru s/d tahun 2010.
Hasil Kajian
Analisis Gap (Kesenjangan) Pelayanan Pendidikan Dasar di Kabupaten Padang Pariaman dengan Standar Pelayanan Minimum.
Hasil analisis terhadap gap yang terjadi atas pelayanan pendidikan yang telah dilaksanakan kalau dibandingkan dengan seluruh indikator yang tertuang dalam SPM sanggup dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel Gap antara SPM dengan Ketercapaiannya, tahun 2006

Pada tingkat SD/MI ketersediaan akomodasi sekolah tidak termanfaatkan dengan optimal, lantaran banyaknya jumlah sekolah yang berlebih. Jumlah tersebut juga tidak diiringi dengan ketersediaan akomodasi pendukung lainnya. Dalam hal jumlah guru, maka kelebihan jumlah guru yang ada juga tidak disertai dengan distribusi yang merata untuk setiap sekolah disetiap kecamatan, serta masih sedikit sekali persentase guru yang berpendidikan S1. Untuk indikator APM, angka putus sekolah dan angka melanjutkan bisa dikatakan memenuhi sasaran SPM. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan buku pelajaran masih dibawah 50 % untuk 2 mata pelajaran dan masih nol persen untuk mata pelajaran IPA dan IPS.
Pada tingkat SMP/MTs masih terdapat kekurangan akomodasi bangunan sekolah, maupun akomodasi pendukung lainnya. Tetapi telah terjadi kelebihan jumlah guru dengan rata-rata jam mengajar dibawah 18 jam/minggu. Baik ditingkat SD/MI maupun SMP/MTs masih dihadapkan pada duduk masalah sedikitnya jumlah guru dengan kualifikasi S1. Tingkat putus sekolah masih diatas standar minimum, sedangkan rasio buku-murid masih rendah belum mencapai 1:1 dengan kata lain buku pelajaran yang tersedia belum mencukupi kebutuhan buku untuk setiap siswa per mata pelajaran.
Analisis kebutuhan sekolah dihitung berdasarkan standar minimum dimana 1 SD/MI mempunyai 6 kelas dengan jumlah murid untuk satu kelas sebanyak 30 orang. (satu sekolah mempunyai 180 orang murid). Untuk SMP/MTs perhitungan kebutuhan sekolah didasarkan pada perkiraan bahwa 1 SMP/MTs mempunyai 9 ruang kelas dengan jumlah siswa/kelas 30-40 orang. Dalam analisis ini jumlah siswa/kelas dihitung sebanyak 30 orang sehingga 1 SMP/MTs dimanfaatkan oleh 270 orang siswa. Tabel dan Tabel memperlihatkan jumlah sekolah, guru dan ruang kelas yang seharusnya ada pada tingkat SD/MI dan SMP/MTs, kalau dihitung berdasarkan standar pelayanan minimum.
Tabel Jumlah Sekolah, Guru, dan Kelas, tingkat SD/MI
Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum, 2006

Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten Padang Pariaman, 2006 (data diolah)
Dari perkembangan jumlah murid SD/MI di tahun 2006 sebanyak 62.550 orang, dibandingkan dengan jumlah sekolah yang ada kini maka telah terdapat kelebihan sekolah sebanyak 61 unit. Namun distribusi yang tidak merata menjadikan adanya kecamatan yang kekurangan sekolah. Untuk SMP/MTs, hingga tahun 2006 Kabupaten Padang Pariaman masih memerlukan 11 unit sekolah baru.
Tabel Jumlah Sekolah, Guru, Kelas, tingkat SMP/MTs
Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum, 2006.

Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten Padang Pariaman, 2006 (data diolah)
Analisis penghitungan guru SD/MI didasarkan pada PP No 19 tahun 2005, pasal 30 ayat (2) dan (3) yang menyatakan bahwa untuk satu SD/MI minimal dibutuhkan 6 guru kelas, 1 orang guru agama, 1 guru olahraga, dan 1 orang kepala sekolah. Sehingga 1 SD dengan jumlah murid 180 orang memerlukan 9 orang guru dengan rasio guru-murid 1:20 orang, menyerupai terlihat pada Tabel dan
Tabel Jumlah Kebutuhan Guru SD/MI Berdasarkan Jumlah Sekolah Yang Ada dibandingkan Jumlah Sekolah Menurut SPM, 2006

Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten Padang Pariaman, 2006 (data diolah)
Keterangan :
- jumlah sekolah tahun 2006
- jumlah sekolah berdasarkan SPM
- jumlah guru tahun 2006
- jumlah guru dihitung berdasarkan sekolah yang ada
- jumlah guru dihitung berdasarkan sekolah berdasarkan SPM
Penghitungan kebutuhan jumlah guru untuk tingkat SMP/MTs mengacu pada PP 12 tahun 2006, yang didasarkan kepada jumlah jam pelajaran/minggu yaitu 34 jam/minggu dikali dengan jumlah kelas yang ada dibagi dengan jumlah jam mengajar minimum seorang guru (18 jam/minggu). Penghitungan jumlah guru untuk 1 unit sekolah sulit dilakukan mengingat adanya sekolah yang mempunyai lebih dari 9 kelas atau rombongan belajar. Idealnya, minimum untuk 1 SMP/MTs mempunyai 9 ruang kelas, dengan 270 orang murid, dan jam pelajaran 34 jam/minggu. Akan sanggup diketahui bahwa untuk tingkat SMP/MTs membutuhkan 17 orang guru ditambah dengan 1 orang kepala sekolah.
Tabel Jumlah Kebutuhan Guru SMP/MTs Berdasarkan Jumlah Sekolah Yang Ada dibandingkan Jumlah Sekolah Menurut SPM, 2006.

Sumber : Profil Pendidikan Kabupaten Padang Pariman, 2006 (data diolah)
Keterangan :
- jumlah kelas yang ada di tahun 2006
- jumlah kelas berdasarkan SPM
- jumlah guru tahun 2006
- jumlah guru dihitung berdasarkan kelas yang ada
- jumlah guru dihitung berdasarkan jumlah kelas berdasarkan SPM
Kualifikasi Guru SD/MI dan SMP/MTs.
Mengacu pada standar nasional pendidikan, UU No 20 tahun 2003 serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, perihal guru dan dosen sanggup dirangkum sejumlah ketentuan yang berlaku dalam pendidikan dasar 9 tahun yaitu kualifikasi pendidikan minimum diploma IV atau S1 dengan latar belakang pendidikan tinggi, kependidikan, psikologi, dan mempunyai sertifikasi profesi guru.
Hingga tahun 2006, di Kabupaten Padang Pariaman, terdapat 3.475 guru SD/MI dari jumlah ini 23,31% berpendidikan SLTA, 0,6 % D1, kualifikasi pendidikan yang paling tinggi yaitu D2 sebanyak 62,8 % dan 2,2 5 D3 serta S1 hanya 11,7 %. Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Pariaman dihadapkan pada kasus peningkatan kualifikasi guru menjadi S1 sebanyak 88,3 % atau sebanyak 3.069 orang guru SD/MI dengan tingkat kualifikasi pendidikan yang berbeda-beda.
Angka Partisipasi Murni Pendidikan dasar 9 tahun.
Kepmendiknas tahun 2004 perihal Standar Pelayanan Minimum tetapkan bahwa setiap kabupaten dan kota harus mencapai sasaran APM 95 % untuk SD/MI dan 90 % untuk SMP/MTs. Dari perbandingan jumlah murid di tingkat SD/MI dengan jumlah penduduk usia 7-12 tahun sanggup di jelaskan bahwa tingkat pertumbuhan APM berfluktuasi setiap tahunnya. Hal ini bisa dilihat dari data pada profil pendidikan Kabupaten Padang Pariaman tahun 2004 s/d 2006, jumlah murid memperlihatkan angka berturut-turut untuk SD/MI 54.792 orang, 54.529 orang, 52.762 orang. Dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2004 s/d 2006 berdasarkan data proyeksi penduduk yang dikeluarkan oleh BPS maka diperoleh angka APM SD, 96 % untuk tahun 2004, 94,47 % untuk tahun 2005 dan 90,40 % untuk tahun 2006. APM memperlihatkan kecenderungan menurun setiap tahunnya, hal ini disebabkan oleh 2 hal yaitu penurunan jumlah siswa yang bersekolah pada tingkat SD berkisar 2.030 orang selama tahun 2004 s/d 2006 serta peningkatan jumlah penduduk usia 7-12 tahun berkisar 1.285 orang selama tahun 2004 s/d 2006. . Jika dirata-ratakan maka untuk tingkat SD, tingkat capaian APM selama tahun 2004 s/d 2006 mencapai angka 93,62 %.
Menjadikan tingkat capaian APM sebagai salah satu ukuran mutu pelayanan yang harus di capai tidak sepenuhnya sempurna lantaran keakuratan penghitungan APM sangan dipengaruhi oleh jumlah penduduk usia tertentu yang didasarkan atas proyeksi penduduk, bukan jumlah penduduk bahwasanya mengingat sensus penduduk hanya dilakukan sekali dalam 10 tahun. Namun demikian, kalau tingkat capaian APM masih dibawah standar minimal yang harus di penuhi oleh kabupaten dan kota, artinya kenerja pemerintah Kabupaten Padang Pariaman selama tahun 2004 s/d 2006 masih dibawah standar minimal dalam memperlihatkan pelayanan pendidikan kepada masyarakat.
Untuk tingkat SMP/MTs angka partisipasi murni memperlihatkan nilai yang lebih rendah, tingkat capaian APM ditahun 2004, 2005 dan 2006 masing-masing memperlihatkan angka 55%, 57% dan 59% . Berdasarkan tingkat capaian APM tersebut dan rata-rata pertumbuhan APM 2% pertahun maka sanggup diketahui bahwa masih banyak penduduk usia 13-15 tahun yang belum terlayani atau masih rendahnya partisipasi masyarakat untuk jenjang pendidikan SMP/MTs. Target 90% sesuai dengan standar minimum yang harus dipenuhi tidak akan tercapai dalam waktu 3 tahun ini, atau menjelang tahun 2009, dengan kata lain kegiatan nasional penuntasan wajib mencar ilmu 9 tahun untuk Kabupaten Padang Pariaman belum akan tercapai.
Angka Putus Sekolah dan Angka Melanjutkan
Selama tahun 2004 s/d 2006 untuk tingkat SD/MI terdapat jumlah siswa yang putus sekolah sebanyak 234 orang, 265 orang, dan 197 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah seluruh siswa maka persentase putus sekolah memperlihatkan angka 0,37% untuk tahun 2004, 0,42% tahun 2005 dan 0,32% tahun 2006. Angka tersebut memperlihatkan bahwa untuk tingkat SD/MI telah memenuhi bahkan melampaui standar minimal yaitu dibawah 1%. Tetapi untuk tingkat SMP/MTs, angka putus sekolah masih tinggi, dengan persentase yang juga berfluktuasi sebesar 2,15 %, 1,51 % dan 2,39 % berturut-turut untuk tahun 2004 s/d 2006. Rata-rata angka putus sekolah untuk tingkat SMP/MTs yaitu 2,02 % pertahun. Memperhatikan fluktuasi ini maka diperkirakan untuk tingkat SMP/MTs sasaran minimal sebesar 1 % belum akan tercapai samapi tahun 2010. Besarnya biaya pendidikan persiswa yang harus ditanggung oleh orang renta serta sedikitnya share pemerintah dalam menanggung biaya pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama dibandingkan SD bisa menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Penelitian elfindri (1997), menjelaskan bahwa pada kelompok usia 13-15 tahun Angka putus sekolah anak pria di Sumatera Barat lebih tinggi lantaran alasan ekonomi orang renta atau anak pria ikut bekerja membantu orang tua. Angka putus sekolah juga dipengaruhi oleh pendidikan ibu tidak tamat SD, pengeluaran rumah tangga dibawah rata-rata, serta jumlah anggota keluarga yang lebih banyak.
Untuk angka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sasaran SPM yang harus dipenuhi adalah, 95 % dari lulusan SD/MI melanjutkan ke SMP/MTs sedangkan untuk tingkat SMP/MTs sebesar 70 % siswa lulusan jenjang pendidikan SMP/MTs melanjutkan ke SLTA. Dengan cara memperbandingkan jumlah siswa SD/MI yang lulus dengan jumlah siswa yang melanjutkan ke tingkat SMP/MTs maka akan diperoleh persentase angka melanjutkan. Ditahun 2004 jumlah siswa yang lulus SD/MI berjumlah 7.143 orang dibagi dengan jumlah siswa gres yang mendaftar di tingkat SMP/MTs sebanyak 7.835 orang maka diperoleh persentase siswa yang melanjutkan sebesar 91,17 %. Dengan cara yang sama diperoleh angka 92,90 % ditahun 2005 dan 96,18 % ditahun 2006. perhitungan ini didasarkan perkiraan bahwa siswa yng mendaftar di tingkat SMP/MTs yaitu siswa yang bersekolah pada SD/MI dilingkungan Kabupaten Padang Pariaman. Berdasarkan capian persentase angka melanjutkan untuk tahun 2006 sanggup diperkirakan bahwa sasaran minimal 95 % siswa SD/MI melanjutkan ke jenjang lebih tinggi akan tercapai.
Untuk tingkat SMP/MTs, dengan memakai jumlah siswa yang lulus sebanyak 5.064 orang dibandingkan dengan siswa gres yang mendaftar di SLTA sebanyak 3.223 orang, 375 di MA dan 261 orang di kejuruan sehingga berjumlah 3.859 orang, angka ini memperlihatkan 2 kemungkinan, pertama ada sebagian siswa yang lulus tetapi melanjutkan sekolah di luar Kabupaten Padang Pariaman dan kedua mungkin disebabkan oleh sebagian siswa tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau putus sekolah. Keterbatasan tersedianya data perihal persentase siswa SMP/MTs yang melanjutkan sekolah ke SLTA diluar Kabupaten Padang Pariaman menjadikan berapa persen siswa yang melanjutkan sulit untuk dihitung.
Ketersediaan Buku Pelajaran.
Ketersediaan buku pelajaran atau rasio buku-murid biasanya sanggup dilihat dari banyaknya buku wajib yang tersedia di perpustakaan. Untuk sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Padang Pariaman kondisi ini bisa dikatakan cukup memprihatinkan. Sekolah yang ada kurang memperhatikan pentingnya perpustakaan bagi murid khususnya bagi murid-murid yang tidak bisa membeli buku wajib guna menunjang kelancaran proses mencar ilmu mengajar. Dari 408 SD/MI hanya 26 SD/MI yang mempunyai perpustakaan, atau sekitar 7%. Rasio buku-murid tidak sanggup diketahui lantaran tidak adanya data mengenai jumlah buku yang ada di perpustakaan. Sehingga rasio ketersediaan buku pelajaran hanya dihitung berdasarkan data tahun 2006. Pemenuhan kebutuhan akan buku pelajaran mulai menjadi kegiatan pemerintah semenjak adanya dana BOS dari pemerintah sentra yang di alokasikan pada seluruh SD/MI dan SMP/MTs di kabupaten Padang Pariaman. Melalui kegiatan BOS BUKU yang mulai dilaksanakan di tahun 2006 telah dialokasikan dana sebesar 1.245.060.000 milyar rupiah untuk SD/MI dan 355.020.000 juta rupiah untuk SMP/MTs. Alokasi dana untuk tingkat SD/MI dipakai untuk memenuhi kebutuhan buku Bahasa Indonesia dan Matematika, sebanyak 24.279 unit dan 37.974 unit, dari jumlah ini gres memenuhi 47% kebutuhan buku Bahasa Indonesia dan 73% buku Matematika murid SD/MI. Sedangkan untuk SMP/MTs pengadaan buku, gres memenuhi 27% untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia dan 53% untuk matematika, serta 20% untuk Bahasa Inggris. Belum ada pengadaan buku IPA dan IPS hingga tahun 2006.
Analisis Program Bidang Pendidikan di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2000 s/d 2005.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kabupaten Padang Pariaman tahun 2000 s/d 2005 memperlihatkan kinerja untuk bidang pendidikan yang telah dilaksanakan selama tahun tersebut, sasaran yang ingin dicapai yaitu meningkatkan mutu dan daya tampung pendidikan formal, dengan indikator yang dipakai yaitu APK, APM, NEM, rasio guru-murid, rasio kelas-murid, rasio sekolah-murid dan jumlah siswa berprestasi. Untuk mencapai sasaran ini ditempuh dengan 2 kegiatan dan 8 sub program, kegiatan dan sub kegiatan yang dilaksanakan cenderung sama setiap tahunnya, yang berbeda hanya alokasi anggaran saja
Jika dilakukan mapping antara kegiatan pendidikan yang telah dilaksanakan selama tahun 2000 s/d 2006 dengan sasaran yang harus di penuhi berdasarkan standar pelayanan minimum, maka dari 9 indikator yang harus di penuhi, orientasi kegiatan terfokus pada 4 indikator yaitu sasaran APM 95 % untuk SD/MI, pemenuhan sarana dan prasarana, pemenuhan jumlah kebutuhan guru, dan jumlah siswa perkelas 30-40 siswa. Pemenuhan sarana dan prasarana masih terkendala pada kasus akomodasi pendukung lainnya, sedangkan pemenuhan kebutuhan guru masih terkendala pada distribusi guru. Sedangkan 5 indikator lainnya yang termuat dalam SPM, berupa peningkatan kualifikasi guru menjadi S1, penurunan angka putus sekolah, pemenuhan kebutuhan buku pelajaran, peningkatan persentase siswa melanjutkan untuk tingkat SMP/MTS, dan peningkatan nilai, masih belum termuat dalam kegiatan pelayanan pendidikan yang telah dilaksanakan selama tahun 2000 s/d 2006, atau belum menerima perhatian yang serius, dan diiringi alokasi anggaran yang memadai.
Proyeksi Pencapaian SPM dan Kebutuhan Pembiayaan.
Untuk indikator APM di tingkat Sekolah Menengah Pertama diperkirakan tercapai tahun 2021 ( 15 tahun ) melampaui sasaran MDG tahun 2015. Kebutuhan sekolah dan guru, s/d tahun 2010 diharapkan 339 unit SD/MI dan 3.051 orang guru. Kondisi tahun 2006 ini telah mencapai angka tersebut. Ditingkat SMP/MTs dibutuhkan 109 sekolah dan 1.860 orang guru. Mengikuti persentase peningkatan kualifikasi guru yang direncanakan tahun 2007 maka untuk tingkat SD/MI, seluruh guru berpendidikan S1 gres akan tercapai tahun 2017 dan di tingkat SMP/MTs diperkirakan tercapai tahun 2014. Pemenuhan kebutuhan buku pelajaran, dengan rasio 1:1 diperkirakan memerlukan waktu lebih kurang 5 tahun.
Penghitungan kebutuhan Pembiayaan untuk Memenuhi SPM
Untuk mencapai APM 95 % tingkat SD/MI maka dipakai unit cost/ siswa sebesar Rp. 1.170.000 dikalikan dengan jumlah penduduk usia 7-12 tahun yang berjumlah 59.012 orang. Sedangkan untuk tingkat SMP/MTs dipakai unit cost / siswa Rp. 2.280.000 dikali dengan jumlah penduduk usia 13-15 tahun sebanyak 28.597 orang, menyerupai diperlihatkan pada tabel berikut ini.
Tabel Kebutuhan Pendanaan Untuk Mencapai SPM

Alokasi dana untuk membangun 11 unit sekolah baru, sebesar Rp. 947.800.000,- untuk satu sekolah berdasarkan RAB (Rencana Anggaran Belanja) tahun 2007 pada dinas pendidikan, yang diasumsikan akan terpenuhi dalam 4 tahun ( s/d 2010) Sedangkan untuk peningkatan kualifikasi guru juga diasumsikan akan terpenuhi dalam 4 tahun.
Alokasi pendanaan untuk pemenuhan kebutuhan buku pelajaran dihitung berdasarkan Jumlah siswa SD/MI sebanyak 59.012 orang dikali 4 buah buku dikali Rp. 20.000 per buku, sedangkan untuk SMP/MTs dengan cara yang sama sebanyak 28.597 orang dikali 5 buah buku dikali Rp. 20.000 per buku.
Jika dibandingkan dengan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Pariaman untuk bidang pendidikan yang dilihat dari belanja dinas pendidikan, maka diperoleh citra sebagai berikut, selama tahun 2006 total belanja dinas pendidikan berjumlah Rp. 167.794.287.216,- atau 42% dari total belanja pada APBD 2006 yang berjumlah Rp. 389.608.021.298,- termasuk dana BOS dan dana kiprah pembantuan. Dari total belanja dinas pendidikan tersebut sebesar Rp. 148.103.121.700,- merupakan belanja manajemen Umum dan belanja operasional, yang kalau dikonversikan untuk memenuhi APM dengan dasar perhitungan unit cost/siswa maka sanggup diketahui bahwa alokasi anggaran yang ada telah cukup memadai untuk memenuhi sasaran SPM untuk indikator APM.
Pada APBD 2006 juga terdapat belanja pelayanan publik berupa Belanja Operasional (BOP) sejumlah Rp. 19.694.670.000,- yang dialokasikan untuk kegiatan pengembangan kurikulum, perencanaan, penilaian dan program, pembinaan dan MGPM, pembinaan siswa berprestasi, dan Belanja Modal (BM) yang dialokasikan untuk membangun sekolah gres untuk SD, rehab 90 unit SD/MI, belanja alat kantor, mobiler, komputer untuk manajemen SD/SMP serta belanja modal pendamping.
Perbandingan antara alokasi anggaran Dinas Pendidikan tahun 2006 dengan alokasi dana yang dibutuhkan untuk mencapai SPM diperlihatkan pada Tabel berikut ini.
Tabel Perbandingan Alokasi Anggaran Dinas Pendidikan tahun 2006, Dengan Alokasi Dana Untuk SPM

Sumber : APBD Kabupaten Padang Pariaman, 2006 (data diolah)
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
- Dari 8 indikator yang dianalisis, maka untuk tingkat SD/MI sebagian besar indikator SPM telah tercapai,tetapi dilain pihak mendatangkan duduk masalah inefisiensi lantaran kelebihan jumlah sekolah dan guru akan berdampak pada alokasi anggaran yang lebih besar. Ditingkat SMP/MTs hampir seluruh indikator yang terdapat dalam SPM belum tercapai.
- Diperlukan anggaran lebih kurang 15 milyar rupiah tiap tahun untuk belanja investasi diluar belanja manajemen umum dan operasional.
- Pelaksanaan kegiatan pendidikan hingga tahun 2005 tidak didasarkan pada analisis kebutuhan guna mencapai SPM tetapi lebih berorientasi pada proyek pisik untuk rehab dan pemeliharaan bangunan.
Rekomendasi
- Diperlukan kegiatan yang lebih mengarah pada indikator SPM yang belum tercapai, menyerupai peningkatan kualifikasi guru, distribusi guru, pengadaan buku pelajaran dan upaya peningkatan APM untuk SMP/MTs.
- Untuk kegiatan rehab dan pemeliharaan cukup dipenuhi dengan dana DAK.
- Perlu realokasi anggaran, lantaran dalam upaya memenuhi SPM, dinas pendidikan tidak dihadapkan pada kasus kekurangan anggaran tetapi lebih pada kasus ketepatan mengalokasikan anggaran.
0 Response to "Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Pendidikan Dasar Sembilan Tahun"
Posting Komentar