-->

iklan banner

Kenapa Koperasi Di Negara-Negara Kapitalis/Semi-Kapitalis Lebih Maju?

Kenapa koperasi di negara-negara kapitalis/semi-kapitalis lebih maju? 
Ropke (1987) mendefinisikan koperasi sebagai organisasi bisnis yang para pemilik atau anggotanya yaitu juga pelangggan utama perusahaan tersebut (kriteria identitas). Kriteria identitas suatu koperasi akan merupakan dalil atau prinsip identitas yang membedakan unit perjuangan koperasi dari unit perjuangan yang lainnya. Berdasarkan definisi tersebut, berdasarkan Hendar dan Kusnadi (2005), aktivitas koperasi secara hemat harus mengacu pada prinsip identitas (hakikat ganda) yaitu anggota sebagai pemilik yang sekaligus sebagai pelanggan. Organisasi koperasi dibuat oleh sekelompok orang yang mengelola perusahaan bersama yang diberi kiprah untuk menunjang aktivitas ekonomi individu para anggotanya. Koperasi yaitu organisasi otonom, yang berada didalam lingkungan sosial ekonomi, yang menguntungkan setiap anggota, pengurus dan pemimpin dan setiap anggota, pengurus dan pemimpin merumuskan tujuan-tujuannya secara otonom dan mewujudkan tujuan-tujuan itu melalui kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilaksanakan secara bahu-membahu (Hanel, 1989). 

Dalam sejarahnya, koperasi sebetulnya bukanlah organisasi perjuangan yang khas berasal dari Indonesia. Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar era pertengahan (atau ada yang bilang dimasa revolusi industri di-Inggris) yang diprakarsai oleh seorang industrialis yang sosialis yang berjulukan Robert Own. Pada waktu itu misi utama berkoperasi yaitu untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Berdirinya koperasi buruh tersebut berfungsi membeli barang kebutuhan pokok secara bahu-membahu dan memang ternyata bahwa harga di toko koperasi lebih murah jikalau dibandingkan dengan toko-toko yang bukan koperasi. Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, gres koperasi diperkenalkan pada awal era 20. Sejak munculnya pandangan gres tersebut sampai ketika ini, banyak koperasi di negara-negara maju (NM) menyerupai di Uni Eropa (UE) dan AS sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar termasuk di sektor pertanian, industri manufaktur, dan perbankan yang bisa bersaing dengan korporat-korporat kapitalis.

Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (NM) dan negara sedang berkembang (NSB) memang sangat diametral. Di NM koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh lantaran itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam negosiasi internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Sedangkan, di NSB koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang sanggup menjadi kawan negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. 

Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan pemerintah, bahkan semenjak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai semenjak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik lantaran koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian sesudah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam klarifikasi undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan banyak sekali penafsiran bagaimana harus menyebarkan koperasi (Soetrisno, 2003).

Lembaga koperasi semenjak awal diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, lantaran tidak satu forum sejenis lainnya yang bisa menyamainya, tetapi sekaligus dibutuhkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui wacana koperasi meski belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang bisa berkoperasi secara benar dan konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh kawasan sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapat perhatian dari pemerintah. 

Baca Juga

Keberadaan koperasi sebagai forum ekonomi rakyat ditilik dari sisi usianyapun yang sudah lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif matang. Sampai dengan bulan November 2001, misalnya, berdasarkan data Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jikalau dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir tahun 2006 ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit. 

Namun uniknya, kualitas perkembangannya selalu menjadi materi perdebatan lantaran tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang paling fundamental berkaitan dengan bantuan koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro pertanyaan yang fundamental berkaitan dengan bantuan koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya. Menurut Merza (2006), dari segi kualitas, keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia perjuangan dan lingkungan kehidupan dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam banyak sekali aktivitas ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap pinjaman dan perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.

Jadi, dalam kata lain, di Indonesia, sesudah lebih dari 50 tahun keberadaannya, forum yang namanya koperasi yang dibutuhkan menjadi pilar atau soko guru perekonomian nasional dan juga forum gerakan ekonomi rakyat ternyata tidak berkembang baik menyerupai di negara-negara maju (NM). Oleh lantaran itu tidak heran kenapa kiprah koperasi di dalam perekonomian Indonesia masih sering dipertanyakan dan selalu menjadi materi perdebatan lantaran tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya.

Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka pertanyaan utama dari makalah ini yaitu kenapa koperasi-koperasi di NM, yang sering dikatakan sebagai ekonomi-ekonomi yang kapitalis yang tidak cocok bagi pengembangan koperasi, bisa maju, sedangkan di Indonesia dimana keberadaan koperasi dikaitkan dengan idologi Pancasila malahan tidak berkembang baik? Jadi, yang dibahas di makalah ini yaitu factor-faktor yang menciptakan koperasi di NM bisa berkembang dengan baik.

Sumber http://sharingilmupajak.blogspot.com

Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Kenapa Koperasi Di Negara-Negara Kapitalis/Semi-Kapitalis Lebih Maju?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel