Sebagai Forum Negara Yang Independen
Sebagai Lembaga Negara yang Independen : Babak gres dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai dikala sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 perihal Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini menunjukkan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap kiprah dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan kiprah Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah menunjukkan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, alasannya kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diharapkan semoga Bank Indonesia sanggup melaksanakan kiprah dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai tubuh aturan publik maupun tubuh aturan perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai tubuh aturan publik Bank Indonesia berwenang memutuskan peraturan-peraturan aturan yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan kiprah dan wewenangnya. Sebagai tubuh aturan perdata, Bank Indonesia sanggup bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas target yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan sanggup diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang kiprah ini ialah memutuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi semoga tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sanggup dicapai secara efektif dan efisien.
Pengaturan dan Pengawasan Bank
Dalam rangka kiprah mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia memutuskan peraturan, menunjukkan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan perjuangan tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan hukuman terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan kiprah ini, Bank Indonesia berwenang memutuskan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain menunjukkan dan mencabut izin perjuangan bank, Bank Indonesia juga sanggup menunjukkan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, menunjukkan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta menunjukkan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan perjuangan tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melaksanakan pengawasan pribadi maupun tidak langsung. Pengawasan pribadi dilakukan baik dalam bentuk investigasi secara bersiklus maupun sewaktu-waktu kalau diperlukan. Pengawasan tidak pribadi dilakukan melalui penelitian, analisis dan penilaian terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.
Upaya Restrukturisasi Perbankan
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak diharapkan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga mediator yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, aktivitas rekapitalisasi, aktivitas restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.
Sistem Pembayaran
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ialah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 perihal Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya ialah stabilitas nilai tukar.
BI ialah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank sentral berhak memutuskan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga mempunyai kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melaksanakan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain itu masih ada kiprah BI dalam SPN, misalnya, kiprah sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga ialah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai menyerupai uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun memutuskan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga memilih standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang sanggup menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak memutuskan lembaga-lembaga yang sanggup menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bab dari sistem saja. Bank sentral juga mempunyai kewenangan menunjuk lembaga yang sanggup menyelenggarakan sistem settlement. Pada balasannya BI juga mesti memutuskan kebijakan terkait pengendalian risiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.
Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan kiprah BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk sanggup memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis penggalan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang hingga dengan pemusnahan uang.
Sebelum melaksanakan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan semoga uang yang dikeluarkan mempunyai kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia mencakup perencanaan pengeluaran emisi gres dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi penggalan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi gres maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi usang yang telah dikeluarkan.
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, maritim dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara pribadi melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia ialah pencabutan uang terhadap suatu penggalan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut sanggup ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank Indonesia melaksanakan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut ialah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang tepat dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui mekanisme dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).
Dewan Gubernur BI
Dalam melaksanakan kiprah dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya sanggup dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.
Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak sanggup diberhentikan oleh Presiden, kecuali kalau mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melaksanakan tindak pidana kejahatan.
Pengambilan Keputusan
Sebagai suatu lembaga pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk memutuskan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melaksanakan penilaian atas pelaksanaan kebijakan moneter atau memutuskan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur memutuskan keputusan akhir.
Para Gubernur Bank Indonesia
Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:
2010-sekarang Darmin Nasution
2009-2010 Darmin Nasution (Pelaksana tugas)
2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
2008-2009 Boediono
2003-2008 Burhanuddin Abdullah
1998-2003 Syahril Sabirin
1993-1998 Sudrajad Djiwandono
1988-1993 Adrianus Mooy
1983-1988 Arifin Siregar
1973-1983 Rachmat Saleh
1966-1973 Radius Prawiro
1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
1960-1963 Mr. Soemarno
1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
1958-1959 Mr. Loekman Hakim
1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara
0 Response to "Sebagai Forum Negara Yang Independen"
Posting Komentar