Antropologi Dan Konsep Kebudayaan
Antropologi Dan Konsep Kebudayaan : Seorang filsuf China; Lao Chai, pernah berkata bahwa suatu perjalanan yang bermil-mil jauhnya dimulai dengan hanya satu langkah. Pembaca dari materi ini juga gres memulai suatu langkah kedalam lapangan dari suatu bidang ilmu yang disebut dengan Antropologi.
Benda apa yang disebut dengan Antropologi itu? Beberapa atau bahkan banyak orang mungkin sudah pernah mendengarnya. Beberapa orang mungkin mempunyai ide-ide ihwal Antropologi yang didapat melalui aneka macam media baik media cetak maupun media elektronik. Beberapa orang lagi bahkan mungkin sudah pernah membaca literature-literature atau tulisan-tulisan ihwal Antropologi.
Banyak orang berpikir bahwa para andal Antropologi yakni ilmuwan yang hanya tertarik pada peninggalan-peninggalan masa lalu; Antroplogi bekerja menggali sisa-sisa kehidupan masa kemudian untuk mendapat pecahan guci-guci tua, peralatan –peralatan dari watu dan kemudian mencoba memberi arti dari apa yang ditemukannya itu.
Pandangan yang lain mengasosiasikan Antropologi dengan teori Evolusi dan mengenyampingkan kerja dari Sang Pencipta dalam mempelajari kemunculan dan perkembangan mahluk manusia. Masyarakat yang mempunyai pandangan yang sangat keras terhadap penciptaan insan dari sudut agama kemudian melindungi bahkan melarang bawah umur mereka dari Antroplogi dan doktrin-doktrinnya. Bahkan masih banyak orang awam yang berpikir kalau Antropologi itu bekerja atau meneliti orang-orang yang ajaib dan eksotis yang tinggal di daerah-daerah yang jauh dimana mereka masih menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang bagi masyarakat umum yakni asing.
Semua pandangan ihwal ilmu Antroplogi ini pada tingkat tertentu ada benarnya, tetapi menyerupai ada kisah ihwal beberapa orang buta yang ingin mengetahui bagaimana bentuk seekor gajah dimana masing-masing orang hanya meraba bagian-bagian tertentu saja sehingga anggapan mereka ihwal bentuk gajah itupun menjadi bermacam-macam, terjadi juga pada Antropologi. Pandangan yang berdasarkan isu yang sepotong-sepotong ini menimbulkan kekurang pahaman masyarakat awam ihwal apa bergotong-royong Antropologi itu.
Antropologi memang tertarik pada masa lampau. Mereka ingin tahu ihwal asal-mula insan dan perkembangannya, dan mereka juga mempelajari masyarakat-masyarakat yang masih sederhana (sering disebut dengan primitif). Tetapi kini Antropologi juga mempelajari tingkah-laku insan di tempat-tempat umum menyerupai di restaurant, rumah-sakit dan di tempat-tempat bisnis modern lainnya. Mereka juga tertarik dengan bentuk-bentuk pemerintahan atau negara modern yang ada kini ini sama tertariknya dikala mereka mempelajari bentuk-bentuk pemerintahan yang sederhana yang terjadi pada masa lampau atau masih terjadi pada masyarakat-masyarakat di tempat yang terpencil.
BIDANG ILMU ANTROPOLOGI
Dalam kenyataannya, Antropologi mempelajari semua mahluk insan yang pernah hidup pada semua waktu dan semua tempat yang ada di muka bumi ini. Mahluk insan ini hanyalah satu dari sekian banyak bentuk mahluk hidup yang ada di bumi ini yang diperkirakan muncul lebih dari 4 milyar tahun yang lalu.
Antropologi bukanlah satu satunya ilmu yang mempelajari manusia. Ilmu-ilmu lain menyerupai ilmu Politik yang mempelajari kehidupan politik manusia, ilmu Ekonomi yang mempelajari ekonomi insan atau ilmu Fisiologi yang mempelajari tubuh insan dan masih banyak lagi ilmuilmu lain, juga mempelajari manusia. Tetapi ilmu-ilmu ini tidak mempelajari atau melihat insan secara menyeluruh atau dalam ilmu Antropologi disebut dengan Holistik, menyerupai yang dilakukan oleh Antropologi. Antropologi berusaha untuk melihat segala aspek dari diri mahluk insan pada semua waktu dan di semua tempat, seperti: Apa yang secara umum dimiliki oleh semua manusia? Dalam hal apa saja mereka itu berbeda? Mengapa mereka bertingkah-laku menyerupai itu? Ini semua yakni beberapa pola pertanyaan fundamental dalam studi-studi Antropologi.
Cabang-cabang dalam Ilmu Antropologi
Seperti ilmu-ilmu lain, Antropologi juga mempunyai spesialisasi atau pengkhususan. Secara umum ada 3 bidang spesialisasi dari Antropologi, yaitu Antropologi Fisik atau sering disebut juga dengan istilah Antropologi Ragawi. Arkeologi dan Antropologi Sosial-Budaya.
Antropologi Fisik
Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia. Termasuk didalamnya mempelajari gen-gen yang menentukan struktur dari tubuh manusia. Mereka melihat perkembangan mahluk insan semenjak insan itu mulai ada di bumi hingga insan yang ada kini ini. Beberapa andal Antropologi Fisik menjadi populer dengan penemuan-penemuan fosil yang membantu memperlihatkan keterangan mengenai perkembangan manusia. Ahli Antropologi Fisik yang lain menjadi populer alasannya yakni keahlian forensiknya; mereka membantu dengan memberikan pendapat mereka pada sidang-sidang pengadilan dan membantu pihak berwenang dalam penyelidikan kasus-kasus pembunuhan.
Arkeologi
Ahli Arkeologi bekerja mencari benda-benda peninggalan insan dari masa lampau. Mereka hasilnya banyak melaksanakan penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup atau senjata. Benda –benda ini yakni barang tambang mereka. Tujuannya yakni menggunakan bukti-bukti yang mereka dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk kembali model-model kehidupan pada masa lampau. Dengan melihat pada bentuk kehidupan yang direnkonstruksi tersebut sanggup dibentuk dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang sisa-sisanya diteliti itu hidup atau bagaimana mereka tiba ketempat itu atau bahkan dengan siapa saja mereka itu dulu berinteraksi.
Antropologi Sosial-Budaya
Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya bekerjasama dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laris kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya aktivitas yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan yakni hasil dari proses berguru yang dilakukan oleh insan sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau berguru dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah yang oleh para andal Antropologi disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat besar inilah yang menjadi objek Istimewa dari penelitian-penelitian Antropologi Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan diubahsuaikan dengan bidang kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari bentuk-bentuk aturan pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi yang mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk perekonomian pada kelompok-kelompok masyarakat yakni dua pola dari sekian banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.
KONSEP KEBUDAYAAN
Kata Kebudayaan atau budaya yakni kata yang sering dikaitkan dengan Antropologi. Secara pasti, Antropologi tidak mempunyai hak langsung untuk menggunakan istilah ini. Seniman menyerupai penari atau pelukis dll juga menggunakan istilah ini atau diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan pemerintah juga mempunyai departemen untuk ini. Konsep ini memang sangat sering dipakai oleh Antropologi dan telah tersebar kemasyarakat luas bahwa Antropologi bekerja atau meneliti apa yang sering disebut dengan kebudayaan. Seringnya istilah ini dipakai oleh Antropologi dalam pekerjaan-pekerjaannya bukan berarti para andal Antropolgi mempunyai pengertian yang sama ihwal istilah tersebut. Seorang Ahli Antropologi yang mencoba mengumpulkan definisi yang pernah dibentuk menyampaikan ada sekitar 160 defenisi kebudayaan yang dibentuk oleh para andal Antropologi. Tetapi dari sekian banyak definisi tersebut ada suatu persetujuan bersama diantara para andal Antropologi ihwal arti dari istilah tersebut. Salah satu definisi kebudayaan dalam Antropologi dibentuk spesialis berjulukan Ralph Linton yang memperlihatkan defenisi kebudayaan yang berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari:
“Kebudayaan yakni seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”.
Jadi, kebudayaan menunjuk pada aneka macam aspek kehidupan. Istilah ini mencakup cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari aktivitas insan yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu.
Seperti semua konsep-konsep ilmiah, konsep kebudayaan bekerjasama dengan beberapa aspek “di luar sana” yang hendak diteliti oleh seorang ilmuwan. Konsep-konsep kebudayaan yang dibentuk membantu peneliti dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga ia tahu apa yang harus dipelajari. Salah satu hal yang diperhatikan dalam penelitian Antropologi yakni perbedaan dan persamaan mahluk insan dengan mahluk bukan insan menyerupai simpanse atau orang-utan yang secara fisik banyak mempunyai kesamaan-kesamaan. Bagaimana konsep kebudayaan membantu dalam membandingkan mahluk-mahluk ini? Isu yang sangat penting disini yakni kemampuan berguru dari aneka macam mahluk hidup. Lebah melaksanakan aktifitasnya hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun dalam bentuk yang sama. Setiap jenis lebah mempunyai pekerjaan yang khusus dan melaksanakan kegiatannya secara kontinyu tanpa memperdulikan perubahan lingkungan disekitarnya. Lebah pekerja terus sibuk mengumpulkan madu untuk koloninya. Tingkah laris ini sudah terprogram dalam gen mereka yang berubah secara sangat lambat dalam mengikuti perubahan lingkungan di sekitarnya. Perubahan tingkah laris lebah hasilnya harus menunggu perubahan dalam gen nya. Hasilnya yakni tingkah-laku lebah menjadi tidak fleksibel. Berbeda dengan manusia, tingkah laris insan sangat fleksibel. Hal ini terjadi alasannya yakni kemampuan yang luar biasa dari insan untuk berguru dari pengalamannya. Benar bahwa insan tidak terlalu istimewa dalam berguru alasannya yakni mahluk lainnya pun ada yang bisa belajar, tetapi kemampuan berguru dari insan sangat luar-biasa dan hal lain yang juga sangat penting yakni kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan apa yang telah dipelajari itu.
Kebudayaan Diperoleh dari Belajar
Kebudayaan yang dimiliki oleh insan juga dimiliki dengan cara belajar. Dia tidak diturunkan secara bilogis atau pewarisan melalui unsur genetis. Hal ini perlu ditegaskan untuk membedakan sikap insan yang digerakan oleh kebudayaan dengan sikap mahluk lain yang tingkah-lakunya digerakan oleh insting.
Ketika gres dilahirkan, semua tingkah laris insan yang gres lahir tersebut digerakkan olen insting dan naluri. Insting atau naluri ini tidak termasuk dalam kebudayaan, tetapi mempengaruhi kebudayaan. Contohnya yakni kebutuhan akan makan. Makan yakni kebutuhan dasar yang tidak termasuk dalam kebudayaan. Tetapi bagaimana kebutuhan itu dipenuhi; apa yang dimakan, bagaimana cara memakan yakni belahan dari kebudayaan. Semua insan perlu makan, tetapi kebudayaan yang berbeda dari kelompok-kelompoknya mengakibatkan insan melaksanakan aktivitas dasar itu dengan cara yang berbeda. Contohnya yakni cara makan yang berlaku sekarang. Pada masa dulu orang makan hanya dengan menggunakan tangannya saja, langsung menyuapkan masakan kedalam mulutnya, tetapi cara tersebut perlahan lahan berubah, insan mulai menggunakan alat yang sederhana dari kayu untuk menyendok dan menyuapkan makanannya dan kini alat tersebut dibentuk dari banyak bahan. Begitu juga tempat dimana insan itu makan. Dulu insan makan disembarang tempat, tetapi kini ada tempat-tempat khusus dimana masakan itu dimakan. Hal ini semua terjadi alasannya yakni insan mempelajari atau mencontoh sesuatu yang dilakukan oleh generasi sebelumya atau lingkungan disekitarnya yang dianggap baik dan berkhasiat dalam hidupnya.
Sebaliknya kelakuan yang didorong oleh insting tidak dipelajari. Semut semut yang dikatakan bersifat sosial tidak dikatakan mempunyai kebudayaan, walaupun mereka mempunyai tingkah-laku yang teratur. Mereka membagi pekerjaannya, menciptakan sarang dan mempunyai pasukan penyerbu yang semuanya dilakukan tanpa pernah diajari atau tanpa pernah memalsukan dari semut yang lain. Pola kelakuan menyerupai ini diwarisi secara genetis.
Kebudayaan Milik Bersama
Agar sanggup dikatakan sebagai suatu kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan seorang individu harus dimiliki bersama oleh suatu kelompok manusia. Para andal Antropologi membatasi diri untuk beropini suatu kelompok mempunyai kebudayaan jikalau para warganya mempunyai secara bersama sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang sama yang didapat melalui proses belajar.
Suatu kebudayaan sanggup dirumuskan sebagai seperangkat kepercayaan, nilai-nilai dan cara berlaku atau kebiasaan yang dipelajari dan yang dimiliki bersama oleh para warga dari suatu kelompok masyarakat. Pengertian masyarakat sendiri dalam Antropologi yakni sekelompok orang yang tinggal di suatu wilayah dan yang menggunakan suatu bahasa yang biasanya tidak dimengerti oleh penduduk tetangganya.
Kebudayaan sebagai Pola
Dalam setiap masyarakat, oleh para anggotanya dikembangkan sejumlah pola-pola budaya yang ideal dan pola-pola ini cenderung diperkuat dengan adanya pembatasan-pembatasan kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang ideal itu memuat hal-hal yang oleh sebagian besar dari masyarakat tersebut diakui sebagai kewajiban yang harus dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu. Pola-pola inilah yang sering disebut dengan norma-norma, Walaupun kita semua tahu bahwa tidak semua orang dalam kebudayaannya selalu berbuat menyerupai apa yang telah mereka patokkan bersama sebagai hal yang ideal tersebut. Sebab bila para warga masyarakat selalu mematuhi dan mengikuti norma-norma yang ada pada masyarakatnya maka tidak akan ada apa yang disebut dengan pembatasan-pembatasan kebudayaan. Sebagian dari pola-pola yang ideal tersebut dalam kenyataannya berbeda dengan sikap bergotong-royong alasannya yakni pola-pola tersebut telah dikesampingkan oleh cara-cara yang dibiasakan oleh masyarakat.
Pembatasan kebudayaan itu sendiri biasanya tidak selalu dirasakan oleh para pendukung suatu kebudayaan. Hal ini terjadi alasannya yakni individu-individu pendukungnya selalu mengikuti cara-cara berlaku dan cara berpikir yang telah dituntut oleh kebudayaan itu. Pembatasan-pembatasan kebudayaan gres terasa kekuatannya dikala beliau ditentang atau dilawan. Pembatasan kebudayaan terbagi kedalam 2 jenis yaitu pembatasan kebudayaan yang langsung dan pembatasan kebudayaan yang tidak langsung. Pembatasan langsung terjadi dikala kita mencoba melaksanakan suatu hal yang berdasarkan kebiasaan dalam kebudayaan kita merupakan hal yang tidak lazim atau bahkan hal yang dianggap melanggar tata kesopanan atau yang ada. Akan ada sindiran atau olok-olokan yang dialamatkan kepada sipelanggar kalau hal yang dilakukannya masih dianggap tidak terlalu berlawanan dengan kebiasaan yang ada, akan tetapi apabila hal yang dilakukannya tersebut sudah dianggap melanggar tata-tertib yang berlaku dimasyarakatnya, maka beliau mungkin akan dieksekusi dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakatnya. Contoh dari pembatasan langsung contohnya dikala seseorang melaksanakan aktivitas menyerupai berpakaian yang tidak pantas kedalam gereja. Ada sejumlah aturan dalam setiap kebudayaan yang mengatur ihwal hal ini. Kalau si individu tersebut hanya tidak mengenakan baju saja dikala ke gereja, mungkin beliau hanya akan disindir atau ditegur dengan pelan. Akan tetapi bila si individu tadi yakni seorang perempuan dan beliau hanya mengenakan pakaian dalam untuk ke gereja, beliau mungkin akan di tangkap oleh pihak-pihak tertentu alasannya yakni dianggap mengganggu ketertiban umum. Dalam pembatasan-pembatasan tidak langsung, aktifitas yang dilakukan oleh orang yang melanggar tidak dihalangi atau dibatasi secara langsung akan tetapi aktivitas tersebut tidak akan mendapat respons atau tanggapan dari anggota kebudayaan yang lain alasannya yakni tindakan tersebut tidak dipahami atau dimengerti oleh mereka. Contohnya: tidak akan ada orang yang melarang seseorang di pasar Hamadi, Jayapura untuk berbelanja dengan menggunakan bahasa Polandia, akan tetapi beliau tidak akan dilayani alasannya yakni tidak ada yang memahaminya.
Pembatasan-pembatasan kebudayaan ini tidak berarti menghilangkan kepribadian seseorang dalam kebudayaannya. Memang adakala pembatasan kebudayaaan tersebut menjadi tekanan-tekanan sosial yang mengatur tata-kehidupan yang berjalan dalam suatu kebudayaan, tetapi bukan berarti tekanan-tekanan sosial tersebut menghalangi individu-individu yang mempunyai pendirian bebas. Mereka yang mempunyai pendirian menyerupai ini akan tetap mempertahankan pendapat-pendapat mereka, sekalipun mereka mendapat saingan dari pendapat yang mayoritas.
Kenyataan bahwa banyak kebudayaan sanggup bertahan dan berkembang memperlihatkan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan oleh masyarakat pendukungnya diubahsuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan tertentu dari lingkungannya. Ini terjadi sebagai suatu seni administrasi dari kebudayaan untuk sanggup terus bertahan, alasannya yakni kalau sifat-sifat budaya tidak diubahsuaikan kepada beberapa keadaan tertentu, kemungkinan masyarakat untuk bertahan akan berkurang. Setiap budpekerti yang meningkatkan ketahanan suatu masyarakat dalam lingkungan tertentu biasanya merupakan budpekerti yang sanggup disesuaikan, tetapi ini bukan berarti setiap ada mode yang gres atau sistim yang gres langsung diadopsi dan budpekerti menyesuaikan diri dengan pembaruan itu. Karena dalam adat-istiadat itu ada konsep yang dikenal dengan sistim nilai budaya yang merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu kebudayaan ihwal apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga ia memberi pedoman, arah serta orientasi kepada kehidupan warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.
Kebudayaan Bersifat Dinamis dan Adaptif
Pada umumnya kebudayaan itu dikatakan bersifat adaptif, alasannya yakni kebudayaan melengkapi insan dengan cara-cara adaptasi diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari tubuh mereka, dan adaptasi pada lingkungan yang bersifat fisik-geografis maupun pada lingkungan sosialnya. Banyak cara yang masuk akal dalam kekerabatan tertentu pada suatu kelompok masyarakat memberi kesan janggal pada kelompok masyarakat yang lain, tetapi jikalau dipandang dari kekerabatan masyarakat tersebut dengan lingkungannya, gres kekerabatan tersebut bisa dipahami. Misalnya, orang akan heran kenapa ada pantangan-pantangan pergaulan sec pada masyarakat tertentu pada kaum ibu sehabis melahirkan anaknya hingga anak tersebut mencapai usia tertentu. Bagi orang di luar kebudayaan tersebut, pantangan tersebut susah dimengerti, tetapi bagi masrakat pendukung kebudayaan yang melaksanakan pantangan-pantangan menyerupai itu, hal tersebut mungkin suatu cara menyesuaikan diri pada lingkungan fisik dimana mereka berada. Mungkin tempat dimana mereka tinggal tidak terlalu gampang memenuhi kebutuhan makan mereka, sehingga sebagai seni administrasi memperlihatkan gizi yang cukup bagi anak bayi dibuatlah pantangan-pantangan tersebut. Hal ini nampaknya merupakan hal yang sepele tetapi bergotong-royong merupakan suatu pencapaian luar biasa dari kelompok masyarakat tersebut untuk memahami lingkungannya dan berinteraksi dengan cara melaksanakan pantangan-pantangan tersebut. Pemahaman akan lingkungan menyerupai ini dan adaptasi yang dilakukan oleh kebudayaan tersebut membutuhkan suatu pengamatan yang secama dan dilakukan oleh beberapa generasi untuk hingga pada suatu kebijakan yaitu melaksanakan pantangan tadi. Begitu juga dengan adaptasi kepada lingkungan sosial suatu masyarakat; bagi orang awam mungkin akan merasa yakni suatu hal yang tidak perlu untuk membangun kampung jauh diatas bukit atau kampung di atas air dan sebagainya, alasannya yakni akan banyak sekali kesulitan-kesulitan simpel dalam menentukan tempat-tempat menyerupai itu. Tetapi bila kita melihat mungkin pada hubungan-hubungan sosial yang terjadi di tempat itu, akan didapat sejumlah alasan mengapa pilihan tersebut harus dilakukan. Mungkin mereka mendapat tekanan-tekanan sosial dari kelompok-kelompok masyarakat disekitarnya dalam bentuk yang ekstrim sehingga mereka harus mempertahankan diri dan salah satu cara terbaik dalam pilihan mereka yakni membangun kampung di puncak bukit.
Kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat tertentu merupakan cara adaptasi masyarakat itu terhadap lingkungannya, akan tetapi cara adaptasi tidak akan selalu sama. Kelompok masyarakat yang berlainan mungkin saja akan menentukan cara-cara yang berbeda terhadap keadaan yang sama. Alasan mengapa masyarakat tersebut berbagi suatu balasan terhadap suatu duduk kasus dan bukan balasan yang lain yang sanggup dipilih tentu mempunyai sejumlah alasan dan argumen. Alasan–alasan ini sangat banyak dan bervariasi dan ini memerlukan suatu penelitian untuk menjelaskannya.
Tetapi harus diingat juga bahwa masyarakat itu tidak harus selalu menyesuaikan diri pada suatu keadaan yang khusus. Sebab walaupun pada umumnya orang akan mengubah tingkah-laku mereka sebagai balasan atau adaptasi atas suatu keadaan yang gres sejalan dengan asumsi hal itu akan berkhasiat bagi mereka, hal itu tidak selalu terjadi. Malahan ada masyarakat yang dengan berbagi nilai budaya tertentu untuk menyesuaikan diri mereka malah mengurangi ketahanan masyarakatnya sendiri. Banyak kebudayaan yang punah alasannya yakni hal-hal menyerupai ini. Mereka menggunakan kebiasaan-kebiasaan gres sebagai bentuk adaptasi terhadap keadaan-keadaan gres yang masuk kedalam atau dihadapi kebudayaannya tetapi mereka tidak sadar bahwa kebiasaan-kebiasaan yang gres yang dibentuk sebagai adaptasi terhadap unsur-unsur gres yang masuk dari luar kebudayaannya malah merugikan mereka sendiri. Disinilah pentingnya filter atau penyaring budaya dalam suatu kelompok masyarakat. Karena sekian banyak aturan, norma atau budpekerti istiadat yang ada dan berlaku pada suatu kebudayaan bukanlah suatu hal yang gres saja dibentuk atau dibentuk dalam satu dua hari saja. Kebudayaan dengan sejumlah normanya itu merupakan suatu akumulasi dari hasil pengamatan, hasil berguru dari pendukung kebudayaan tersebut terhadap lingkungannya selama beratus-ratus tahun dan dijalankan hingga kini alasannya yakni terbukti telah sanggup mempertahankan kehidupan masyarakat tersebut.
Siapa saja dalam masyakarat yang melaksanakan filterasi atau penyaringan ini tergantung dari masyarakat itu sendiri. Kesadaran akan melaksanakan penyaringan ini juga tidak selalu sama pada setiap masyarakat dan hasilnya juga berbeda pada setiap masyarakat. Akan terjadi pro-kontra antara aneka macam elemen dalam masyarakat, perbedaan persepsi antara generasi bau tanah dan muda, akil dan yang terbelakang dan banyak lagi lainnya.
Sumber http://sharingilmupajak.blogspot.com
0 Response to "Antropologi Dan Konsep Kebudayaan"
Posting Komentar