-->

iklan banner

Manusia Dan Lingkungan Hidup

Manusia Dan Lingkungan Hidup : Alam yang indah dan lestari ialah suatu dambaan umat manusia. Alam yang indah dan lestari merupakan jaminan bagi kelangsungan hidup insan dan segala lapisan kehidupan yang ada di dalamnya. Namun, kenyataan memperlihatkan bahwa alam sudah banyak mengalami kerusakan, bahkan sudah berada di ambang kepunahannya, oleh ulah insan sendiri. Penyebabnya berawal dari pandangan yang kurang bahkan tidak tepat terhadap alam, yang memandang alam sebagai sumber kekayaan, yang selalu siap di eksploitasi kapan dan di mana saja, dan oleh siapa saja, untuk mengambil hal-hal yang diharapkan dan membiarkan begitu saja hal-hal yang tidak diperlukan. Untuk menjamin kelangsungan hidup kita dan kelangsungan hidup generasi yang akan datang, dalam suasana baik dan menyenangkan dan untuk menjamin kelangsungan banyak sekali lapisan kehidupan yang ada di alam, maka mau tak mau kita harus merubah dalam memandang dan memperlakukan alam. Perubahan sikap ini bukan hanya alasannya alam begitu penting bagi manusia, melainkan alasannya alam dengan banyak sekali lapisan kehidupan yang ada di dalamnya, mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, yang harus dihormati dan dilindungi. Dengan pandangan dan perlakuan yang semakin baik dan tepat terhadap alam, maka lingkungan semakin baik dan tepat terhadap alam, maka lingkungan dan pembangunan, dua hal penting dan sangat fundamental bagi kehidupan manusia, sanggup dikembangkan secara bersamaan, dalam korelasi saling mendukung.

Manusia dan lingkungan hidup (alam) mempunyai korelasi sangat erat. Keduanya saling memberi dan mendapatkan efek besar satu sama lain. Pengaruh alam terhadap manusiamanusia lebih bersifat pasif, sedangkan efek insan terhadap alam lebih bersifat aktif. Manusia mempunyai kemampuan eksploitatif terhadap alam sehingga bisa mengubahnya sesuai yang dikehendakinya. Dan walaupun alam tidak memilikim impian dan kemampuan aktif-eksploitatif terhadap manusia, namun pelan tapi pasti, apa yang terjadi pada alam, eksklusif atau tidak langsung, akan terasa pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Lingkungan yang indah dan lestari akan membawa efek positif bagi kesehatan dan bahkan keselamatan manusia; sebaliknya, lingkungan yang jelek bagi kehidupan manusia. Tindakan eksploitatif manipulatif terhadap alam akan menjadikan kerusakan eksklusif terhadap alam, dan secara tidak eksklusif hal itu akan berdampak negatif bagi kehidupan insan khususnya, dan kehidupan banyak sekali mahluk lain pada umumnya. Sebaliknya, apabila insan memperlihatkan kasih sayang yang besar terhadap alam, dengan memelihara dan melestarikannya, maka alam akan menjamin kelangsungan hidup insan dalam suasana nyaman dan menyenangkan.

Lingkungan hidup 
Lingkungan hidup sanggup didefinisikan sanggup didefinisikan sebagai: 
  • Daerah di mana sesuatu mahluk hidup berada. 
  • Keadaan/kondisi yang melingkupi suatu mahluk hidup. 
  • Keseluruhan keadaan yang meliputi suatu mahluk hidup atau sekumpulan mahluk hidup, terutama: 
1. Kombinasi dari banyak sekali kondisi fisik di luar mahluk hidup yang menghipnotis pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan mahluk hidup untuk bertahan hidup. 
2. Gabungan dari kondisi sosial and budaya yang kuat pada keadaan suatu individu mahluk hidup atau suatu perkumpulan/komunitas mahluk hidup. 

Istilah lingkungan dan lingkungan hidup atau lingkungan hidup insan seringkali dipakai silih berganti dalam pengertian yang sama.

Apabila lingkungan hidup itu dikaitkan dengan hukum/aturan pengelolaannya, maka batasan wilayah wewenang pengelolaan dalam lingkungan tersebut harus jelas

Baca Juga

Definisi Lingkungan Hidup Indonesia
Lingkungan hidup bagi bangsa Indonesia tidak lain merupakan Wawasan Nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta animo yang mengatakan kondisi alamiah dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya.

Secara aturan maka wawasan dalam menyelenggarakan penegakan aturan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia ialah Wawasan Nusantara.

Persetujuan Internasional Tentang Lingkungan Hidup Indonesia termasuk dalam perjanjian: Biodiversitas, Perubahan Iklim, Desertifikasi, Spesies yang Terancam, Sampah Berbahaya, Hukum Laut, Larangan Ujicoba Nuklir, Perlindungan Lapisan Ozon, Polusi Kapal, Perkayuan Tropis 83, Perkayuan Tropis 94, Dataran basah, Perubahan Iklim - Protokol Kyoto (UU 17/2004), Perlindungan Kehidupan Laut (1958) dengan UU 19/19 Masalah Lingkungan Hidup di Indonesia.Bahaya alam: banjir, kemarau panjang, tsunami, gempa bumi, gunung berapi, kebakaran hutan, gunung lumpur, tanah longsor.

Teori Etika Lingkungan Hidup 
Sikap dan sikap seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana pandangannya terhadap sesuatu itu, Kalau sesuatu hal dipandang sebagai berkhasiat dan penting, maka sikap dan sikap terhadap sesuatu itu lebih banyak bersifat menghargai. Sebaliknya jikalau sesuatu hal dipandang dan dipahami sebagai sesuatu yangn tidak berkhasiat dan tidak penting, maka sikap dan sikap yang muncul lebih banyak bersifat mengabaikan, bahkan merusak.. Manusia mempunyai pandangan tertentu pada alam, dimana pendangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan sikap insan terhadap alam. Dari beberapa pandangan budbahasa yang telah berkembang ihwal alam disini akan dibahas tiga teori utama, yang dikenal dengan Shallow environmental Ethics, Intermediate Environmental ethics, dan Deep Environmental ethics. Ketiga teori ini dikenal juga sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme. Ketiganya akan dicoba diterangkan satu persatu, sambil meninjaunya secara kritis.

1. Antroposentrisme 
Antroposentrisme (antropos = manusia) ialah suatu pandangan yang menempatkan insan sebagai sentra dari sistem alam semesta. Pandangan ini berisi aliran bahwa segala kebijakan yang diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai berdasarkan insan dan kepentingannya. Jadi, sentra pemikirannya ialah manusia. Kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi kepada kepentingan manusia. Pandangan moral lingkungan yang antroposentrisme disebut juga sebagai human centered ethic, alasannya mengandaikan kedudukan dan tugas morl lingkungan hidup yang terpusat pada manusia. Maka tidak heran kalau fokus perhatian dalam pandangan ini terletak pada peningkatan kesejahteraan dan kebahagian insan di dalam alam semesta. Alam dilihat hanya sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Dengan demikian alam dilihat sebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia. 

Tinjauan kritis atas teori antroposentrisme
Antroposentrisme didasarkan pada pandangan filsafat yang mengklaim bahwa hal yang bernuansa moral hanya berlaku pada manusia. Manusia di agungkan sebagai yang mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting dalam kehidupan ini, jauh melebihi semua mahluk lain. Ajaran yang telah menempatkan insan sebagai sentra suatu sistem alam semesta ini telah membuat besar kepala terhadap alam, dengan menjadikan sebagai objek untuk dieksploitasi.

Antroposentrisme sangat bersifat instrumentalis, dimana contoh korelasi insan dengan alam hanya terbatas pada korelasi instrumental semata. Alam dilihat sebagai alat pemenuhan dan kepentingan manusia. Teori ini dianggap sebgai sebuah budbahasa lingkungan yang dangkal dan sempit ( shallow environmental ethics ).

Antroposentrisme sangat bersifat teologis alasannya pertimbangan yang diambil untuk peduli terhadap alam didasarkan pada akhir dari tindakan itu bagi kepentingan manusia. Konservasi alam misalnya, hanya dianggap penting sejauh hal itu mempunyai dampak menguntungkan bagi kepentinmgan manusia.

Teori antroposentrisme telah dituduh sebagai salah satu penyebab bagi terjadinya krisis lingkungan hidup. Pandangan inilah yang menimbulkan insan berani melaksanakan tindakan eksploitatif terhadap alam, dengan menguras kekayaan alam demi kepentingannya. Kepedulian lingkungan hanya muncul sejauh terkait dengan kepentingan manusia, dan itupun lebih banyak berkaitan dengan kepentingan jangka pendek saja. 

Walaupun kritik banyak dilontarkan terhadap teori antroposentrisme, namun sesungguhnya argumen yang ada didalamnya cukupm sebagai landasan kuat bagi pengembangan sikap kepedulian terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan hidupn yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, insan mempunyai kewajiban memelihara dan melestarikan alam lingkungannya. Kekurangan pada teori ini terletak pada pendasaran darin tindakan memberi perhatian pada alam, yang tidak didasarkan pada kesadaran dan ratifikasi akan adanya nilai ontologis yang dimiliki oleh alam itu sendiri, melainkan hanya kepentingan insan semata. 

3. Biosentrisme
Etika lingkungan Biosentrisme ialah budbahasa lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya ialah Kenneth Goodpaster. Menurut Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Bukan senang atau menderita, akhirnya, melainkan kemampuan untuk hidup atau kepentingan untuk hidup. Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan standar moral. Sehingga bukan hanya insan dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya flora dan binatang secara moral sanggup dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses usaha untuk hidup mereka sendiri, menyerupai bertumbuh dan bereproduksi

Biosentrisme ialah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan demikian biosentrisme menolak antroposentrisme yang menyatakan bahwa manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa mahluk hidup bukan hanya insan saja. Ada banyak hal dan jenis mahluk hidup yang mempunyai kehidupan. Hanya saja, hal yang rumit dari biosentrisme, atau yang disebut juga life-centered ethic, terletak pada cara insan menanggapi pertanyaan: ”Apakah hidup itu?”. Pandangan biosentrisme mendasarkan moralitas pada keluhuran kehidupan, entah pada insan atau pada mahluk hidupnya. Karena yang menjadi sentra perhatian dan ingin dibela dalam teori ini ialah kehidupan, maka secara moral berlaku prisip bahwa setiap kehidupan dimuka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Oleh alasannya itu, kehidupan setiap mahluk hidup pantas diperhitungkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari pertimbangan untung rugi bagi kepentingan manusia.

Tinjauan kritis atas teori biosentrisme: 
  • Biosentrisme menekankan kewajiban terhadap alam bersumber dari pertimbangan bahwa kehidupan ialah sesuatu yang bernilai, baik kehidupan insan maupun spesies lain dimuka bumi ini. Prinsip atau perintah moral yang berlaku disini sanggup dituliskan sebagai berikut: ” ialah hal yang baik secara moral bahwa kita mempertahankan dan memacu kehidupan, sebaliknya, jelek kalau kita menghancurkan kehidupan”. 
  • Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya mempunyai harkat dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam mempunyai nilai justru alasannya ada kehidupan yang terkandung didalamnya. Kewajiban terhadap alam tidak harus dikaitkan dengan kewajiban terhadap sesama manusia. Kewajiban dan tanggung jawab terhadap alam semata-mata didasarkan pada pertimbangan moral bahwa segala spesies di alam semesta mempunyai nilai atas dasar bahwa mereka mempunyai kehidupan sendiri, yang harus dihargai dan dilindungi. 
  • Biosentrisme memandang insan sebagai mahluk biologis yang sama dengan mahluk biologis yang lain. Manusia dilihat sebagai salah satu cuilan saja dari keseluruhan kehidupan yang ada dimuka bumi, dan bukan merupakan sentra dari seluruh alam semesta. Maka secara biologis insan tidak ada bedanya dengan mahluk hidup lainnya. Salah satu tokoh yang menghindari penyamaan begitu saja antara insan dengan mahluk hidup lainnya ialah Leopold. Menurut dirinya, insan tidak mempunyai kedudukan yang sama begitu saja dengan mahluk hidup lainnya. Kelangsungan hidup insan menerima tempat yang penting dalam pertimbangan moral yang serius. Ahanya saja, dalam rangka menjamin kelangsungan hidupnya, insan tidak harus melakukannya dengan cara mengorbankan kelangsungan dan kelestarian komunitas ekologis. Manusia sanggup memakai alam untuk kepentingannya, namun beliau tetap terikat tanggung jawab untuk tidak mengorbankan integrity, stability dan beauty dari mahluk hidup lainnya. unjtuk mengatasi banyak sekali kritikan atas klaim pertanyaan antara insan dengan mahluk biologis lainnya, salah seorang tokoh biosentrisme, Taylor, membuat pembedaan antara pelaku moral (moral agents) dan subyek moral (moral subjects). Pelaku moral ialah insan alasannya beliau mempunyai kemampuan untuk bertindak secara moral, berupa kemampuan logika budi dan kebebasan. Maka hanya manusialah yang memikul kewajiban dan tanggung jawab moral atas pilihan-pilihan, dan tindakannya. Sebaliknya, subyk moral ialah mahluk yang bisa diperlakukan secara baik atau buruk, dan itu berarti menyangkut semua mahluk hidup, termasuk manusia. Dengan demikian semua pelaku moral ialah juga subyek moral, namun tidak semua subyek moral ialah pelaku moral, di mana pelaku moral mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap mereka. 
  • Teori biosentrisme, yang disebut juga intermediate environmental ethic, harus dimengerti dengan baik, khususnya menyangkut kehidupan insan dan mahluk-mahluk hidup yang lain di bumi ini. Teori ini memberi bobot dan pertimbangan moral yang sama kepada semua mahluk hidup. Disini dituntut bahwa alam dan segala kehidupan yang terkandung didalamnya haruslah masuk dalam pertimbangan dan kepedulian moral. Manusia tidak mengorbankan kehidupan lainnya begitu saja atas dasar pemahaman bahwa alam dan segala isinya tidak bernilai dalam dirinya sendiri. 
4. Ekosentrisme 
Etika Lingkungan Ekosentrisme ialah sebutan untuk budbahasa yang menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi berdasarkan pandangan budbahasa ini ialah semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi cuilan dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang. Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua spesies. Ini menjadi alasan mengapa insan boleh memakan unsur-unsur yang ada di alam, menyerupai binatang maupun tumbuhan. Menurut salah satu tokohnya, John B. Cobb, budbahasa ini mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan dalam ekosistem. 

Ekosentrisme sanggup dikatakan sebagai lanjutan dari teori budbahasa lingkungann biosentrisme. Kalau biosentrisme hanya memusatkan perhatian pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan perhatian pada seluruh komunitas biologis, baik yang hidup maupun tidak. Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik mahluk hidup maupun benda-benda antibiotik lainnya saling terkait satu sama lainnya. Makara ekosentrisme, selain sejalan dengan biosentrisme-di mana keduanya sama-sama menentang pandangan antroposentrisme- juga meliputi komunitas ekologis seluruhnya. Makara ekosentrisme, menuntut tanggungjawab moral yang sama untuk semua realitas biologis.

Tinjauan kritis atas teori ekosentrisme:
  • Ekosentrisme, yang disebut juga deep environmental ethics, semakin dipulerkan denganversi lain sesudah diperkenalkan oleh Arne Naes, seorang filsuf Norwegia dengan menyebutnya sebagai Deep Ecology ini ialah suatu paradigma gres ihwal alam dan seluruh isinya. Perhatian bukan hanya berpusat pada insan melainkan pada mahluk hidup seluruhnya dalam kaitan dengan upaya mengatasi duduk kasus lingkungan hidup. Manusia bukan lagi sentra dari dunia moral. Deep Ecology memusatkan perhatian kepada semua kehidupan di bumi ini, bukan hanya kepentingan seluruh komunitas ekologi.
  • Arne Naes bahkan juga memakai istilah ecosophy untuk mengatakan pendasaran filosofi atas deep ecology. “Eco” berarti rumah tangga dan “sophy” berarti kearifan atau kebijaksanaan. Maka ecosophy berarti kearifan dalam mengatur hidup selaras dengan alam sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas. Dalam pandangan ecosophy terlihat adanya suatu pergeseran dari sekedar sebuah ilmu (science) menjadi sebuah kearifan (wisdom). Dalam arti ini, lingkungan hidup tidak hanya sekedar sebuah ilmu melainkan sebuah kearifan, sebuah cara hidup, sebuah contoh hidup selaras dengan alam. Ini ialah cara untuk menjaga dan memelihara lingjkungannya secara arid, layaknya sebuah rumah tangga.
  • Deep ecology menganut prisip biospheric egalitarianism, yaitu ratifikasi bahwa semua organisme dan mahluk hidup ialah anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait sehingga mempunyai martabat yang sama. Ini menyangkut suatu ratifikasi bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk semua mahluk (baik hayati maupun nonhayati) ialah sebuah hak univerval yang tidak bisa diabaikan.
  • Sikap deep ecology terhadap lingkungan sangat jelas, tidak hanya memusatkan perhatian pada dampak pencemaran bagi kesehatan manusia, teapi juga pada kehidupan secara keseluruhan. Pendekatan yang dilakukan dalam menghadapi banyak sekali issue lingkungan hidup bukan bersifat antroposentris, melainkan biosentris dan bahkan ekosentris. Isi alam semesta tidak dilihat hanya sebagai sumberdaya dan menilainya dari fungsi hemat semata. Alam harus dipandang juga darisegi nilai dan fungsi budaya, sosial, spiritual, medis dan biologis.
Bumi sebagai kesatuan ekosistem
Untuk membuatkan pandangan yang semakin teapat terhadap lingkungan hidup diharapkan pemahaman yang semakin baik ihwal keadaan dan keberlangsungan banyak sekali lapisan kehidupan yang terjadi di bumi ini. Sikap terhadap lingkungan juga merupakan sikap yang secara eksklusif atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar diarahkan kepada dirim sendiri dan umat insan seluruhnya. Hal tersebut terjadi alasannya bumi merupakan suatu keanekaragaman hayati yang saling bergantung satu dengan yang lainnya.

1.Ekosistem bumi
Ekosistem (dari kata yunani oikos = rumah, dan systema = keseluruhan) dimaksud sebagai suatu unsur kehidupan sebuah lingkungan (organisme), yang merupakan sebuah sistem, yakni keseluruhan yang terdirin atas cuilan yang saling terkait, dan saling mempengaruhi. Bumi sanggup dipandang sebagai suatu ekosistem yang besar yang didalamnya terdapat banyak sekali ekosistem yang lebih kecil, ada ekosistem lautan, ekosistem hutan, ekosistem pegunungan, ekosistem sungai, ekosistem tempat pantai, dan sebagainya. Semua ekosistem itu meliputi seluruh bentuk kehidupan yang ada didalamnya, yang saling berinteraksi satu sama lain dan saling mempengaruhi, sehingga keseluruhan biosfer, atau keseluruhan lapisan kehidupan merupakan satu ekosistem bumi.

2. Manusia hanya sebagai salah satu unsur
Walaupun insan merupakan mahluk yang paling maju, namun insan hanyalah merupakan salah satu lapisan kehidupan yang berlangsung di bumi ini, tidak lebih dari itu. Manusia tidak mempunyai independensi mutlak, di mana tidak mengalamim efek eksklusif atau tidak eksklusif dari lingkungan hidup sekitarnya. Kenyataan yang tidak bisa di bantah bahwa ada korelasi dan saling efek antara insan dan lingkungannya. Manusia sanggup menghipnotis lingkungannya, dan sebaliknya juga, lingkungan niscaya menghipnotis manusia. Kalau lingkungan rusak maka kehidupan insan akan terancam, dan pada karenanya bisa punah.

3. Peran insan terhadap lingkungan
Menurut para hebat bumi, bahwa bumi kita ini sudah berusia 5 milyar tahun. Dua milyar tahun pertama belum ada kehidupan di atasnya alasannya ketika itu bumi hanya terdiri atas benda-benda tak hidup menyerupai batbatuan, gas, dan partikel-partikel debu. Namun bumi bersifat dinamis dengan berlangsungnya proses-proses seperti: pergerakan tektonik, vulkanik, perubahan iklim dan sebagainya. Proses-prose tersebut mempunyai daya destruktif sekaligus konstruktif, mengubah sekaligus memantapkan. Semuanya terjadi silih berganti dalam kurun waktu yang lama. Dari proses dinamis yang terjadi di bumi, muncullah dalam alam ini unsur-unsur dasar pembentuk organisme hidup, menyerupai hydrogen (H2), oksigen (O2) dan nitrogen (N2). Dengan adanya unsur-unsur tersebut mulailah muncul kehidupan di bumi ini, diperkirakan sekitar 3 milyar tahun yang lalu. Pada awalnya bentuk kehidupan yang ada masih terbatas pada jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang tingkat rendah. Melalui prose dinamis, kurang lebih 2 juta tahun yang lalu, lahirlah jenis organisme gres yang dinamakan manusia. Manusia mempunyai otak dan sistem syaraf yang bisa menghasilkan kehendak dan perasaan, sehingga membuatnya lebih bisa menyesuaikan diri dan bertahan dalam situasi lingkungannya, bahkan juga bisa mencari alternatif untuk mengikuti keadaan serta mengatur lingkungannya sedikit demi sedikit. Dengan demikian maka insan tidak hanya mendapatkan efek dari lingkungannya, tetapi juga mengatakan efek yang semakin usang semakin besar terhadap alam. Kehadiran insan semakin memperkaya proses dinamis bumi yang sudah berlangsung semenjak awal keberadaannya. Kemampuan otak insan dalam menemukan pemikiran-pemikiran gres untuk menemukan teknologi yang semakin bermacam-macam membawa dampak efek besar terhadap alam. Manusia sanggup mengeringkan lautan, membuat hujan dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa bumi tidak lagi mengalami proses dinamis tersebut pada dirinya sendiri, melainkan sudah melibatkan manusian dan mahluk-mahluk hidup dalam proses interaksi yang saling mempengaruhi. Pengaruh tersebut akan semakin besar sejalan dengan berjalannya waktu. Hanya saja tugas dan efek yang ditunjukkan insan terhadap alam tidak membantu alam berkembang kearah kesempurnaan. Intervensi insan telah membawa dampak negatif terhadap alam, dan banyak sekali lapisan kehiduan didalamnya.

Kesatuan Manusia dengan Lingkungan Hidupnya

1.Pengaruh Seleksi Alam
Seperti halnya mahluk hidup lainnya, insan terus berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia menghipnotis lingkungan hidupnya, dan sebaliknya, ia juga dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Manusia menyerupai adanya, yaitu fenotipenya terbentuk oleh interaksi antara Genotipe dan lingkungan hidupnya. Genotipe juga tidaklah konstan, melainkan terus menerus mengalami perubahan alasannya adanya mutasi adanya mutasi pada gen dalam kromosomnya, baik mutasi impulsif maupun mutasi alasannya efek lingkungan. Dengan mutasi gen yang terjadi, maka manusia, walaupun hanya terdiri atas satu jenis, yaitu homo msapiens, namun keanekaan (diversity) genotipenya sangatlah besar. Ini terjadi pada nenek moyang insan dimana dengan adanya keanekaan genotipenya maka terbuka peluang besar untuk terjadinya seleksi alam. Seleksi itu terjadi melalui faktor alam, dan tentu juga melalui kekuatan sosial budaya. Kenyataan yang terjadi Hanya individu yang sesuai atau sanggup menyesuaikan diri dengan lingkungannya sanggup berkembang. Hal itulah yang menyertai evolusi insan dari nenek moyangnya, Australopithecus africanus, menjadi insan modern, homo sapiens.

2.Gambaran Kedudukan Manusia dalam alam lingkungan
Tempat kedudukan insan ditengah lingkungannya sanggup dilihat dari dua segi:

Pertama: dari segi struktur sikap dan kemampuan.

Dapat diurutkan sebagai berikut:
· Tingkatan anorganik (benda mati): hanya mempunyai berat dan gaya, bergerak bukan atas kemauan sendiri.
· Tingkatan tumbuh-tumbuhan: sudah mempunyai kehidupan untuk bertumbuh, tetapi masih bergantung pada kekuatan diluar dirinya.
· Tingkatan hewan: ada kehidupan dan pertumbuhan, ada semangat dan kehendak yang berdasarkan keteraturan (insting,naluri).
· Tingkatan manusia: mempunyai kelengkapan sebagai mahluk hidup yang berkehendak dan berakal budi, yang pada prinsipnya sanggup berbuat berdasarkan kemauan diri sendiri. 

Urutan ini sanggup digambarkan sbb:

Sumber: Fredy Buntaran, OFM, Saudari Bumi...,

Dalam pandangan ini insan berada pada kedudukan yang lebih tinggi daripada benda atau mahluk lainnya.

Kedua: Dari segi kedudukan dalam keseluruhan ekosistem sanggup digambarkan sebagai berikut: 

Sumber; Fredy Buntaran, OFM, Saudari Bumi

Dalam gambar diatas kelihatan bahwa insan berada di unsur-unsur lainnya, tidak diatas dan tidak juga dibawah yang lainnya. Nampak semua unsur membentuk suatu bulat ekosistem yang berkaitan satu sama lain. Manusia dan unsur-unsur lainnya memberi pinjaman kepada seluruh ekosistem dari tempatnya masing-masing. Kedudukan menyerupai inilah yang lebih mencerminkan korelasi antar unsur-unsur dalam suatu korelasi saling ketergantungan satu sama lain.

Mengembangkan Paham yang tepat ihwal lingkungan
Dari beberapa pemaparan mengenai teori-teori budbahasa ihwal lingkungan, ditambah dengan citra mengenai korelasi dan kedudukan insan dalam alam semesta, perlu dirumuskan suatu pemahaman dan sikap yang semakin baik dan bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup. Pemahaman yang semakin tepat ialah pemahaman yang mendorong pada sikap dan sikap yang semakin menjamin keberlangsungan segala proses kehidupan yang terdapat di dalam alam semesta ini, termasuk diantaranya, manusia.

1. Teori-teori budbahasa lingkungan
Sudah diuraikan mengenai ketiga teori utama budbahasa lingkungan: antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme. Ketiganya sama-sama menuntut kewajiban dan tanggung jawab insan terhadap alam. Antroposentrisme, banyak dituduh sebagai sumber terjadinya eksploitasi lingkungan. Namun teori ini tetap menuntut kesediaan insan untuk memelihara lingkungannya. Teori biosentrisme, memusatkan perhatian pada keseluruhan kehidupan yang mempunyai nilai pada dirinya sendiri, perhatian bukan hanya ditujukan kepada insan melainkan juga kepada mahluk hidup lain selain manusia. Teori ekosentrisme mengatakan pemahaman yang semakin memadai ihwal lingkungan. Kepedulian moral diperluas, sehingga meliputi komunitas ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Ekosentrisme yang semakin diperluas dalam deep ecology dan ecosophy, sangat menggugah pemahaman insan ihwal kepentingan seluruh komunitas ekologis. Deep ecology menuntut suatu budbahasa gres yang tidak berpusat kepada manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan kehidupan dalam kaitan dengan upaya mengatasi duduk kasus lingkungan hidup. Yang menjadi sentra dunia moral bukan hanya lagi manusia, melainkan semua spesies, termasuk spesies bukan manusia. Deep ecology bukan hanya sekedar pemahaman filosofis ihwal lingkungan hidup, melainkan sebuah gerakan konkrit dan simpel evakuasi lingkungan hidup. Inilah pandangan yang sebaiknya kita kembangkan secara konsisten.

2. Deep ecology dan pengembangannya
Paham ekosentrisme semakin diperluas dan diperdalam melalui teori deep ecology, sebagaimana dipopulerkan oleh Arne Naess, yang menyebut dasar dari filosofinya ihwal lingkungan hidup sebagai ecosophy, yakni kearifan mengatur hidup selaras dengan alam. Dengan demikian insan dengan kesadaran penuh, diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan kehendak, suatu gaya hidup yang semakin selaras dengan alam.

Ada 8 prinsip deep ecology yang sanggup dilihat sebagai pandangan yang rata-rata dianut oleh pendukung deep ecology.
1. Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi maupun kehidupan bukan manusiawi di bumi, mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak tergantung dari bermanfaat tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan manusia.
2. Kekayaan dan keanekaan bentuk-bentuk hidup, menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai-nilai sendiri.
3. Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk memenuhi kebutuhan vitalnya.
4. Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan insan sanggup dicocokkan dengan dikuranginya secara substansia jumlah penduduk. Keadaan baik kehidupan bukan-manusiawi memerlukan dikuranginya jumlah penduduk itu.
5. Campur tangan insan dengan dunia bukan-manusia kini terlalu besar, dan situasi memburuk dengan pesat.
6. Karena itu kebijakan umum harus berubah. Kebijakan itu menyangkut struktur-struktur dasar dibidang ekonomi, teknologi dan ideologi. Keadaan yang timbul sebagaimana hasilnya akan berbeda secara mendalam dengan struktur-struktur sekarang.
7. Perubahan ideologis ialah terutama menghargai kualitas kehidupan (artinya, insan sanggup tinggal dalam situasi-situasi yang bernilai inheren), dan bukan berpegang pada standar kehidupan yang semakin tinggi. Akan timbul kesadaran mendalam akan perbedaan antara big(=kuantitas) dan great(=kualitas).
8. Mereka yang menyetujui butir-butir sebelumnya berkewajiban secara eksklusif dan tidak eksklusif untuk mengusahakan mengadakan perubahan-perubahan yang perlu.

Manusia sanggup saja memakai alam ini demi kegunaan pada dirinya sambil memperhatikan tetap terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup. Keselarasan yang betul serta keseimbangan yang sehat antara kebutuhan insan dan pelestarian lingkungan menuntut juga penaklukan alam oleh kearifan teknik manusia. Oleh alasannya dua sikap ekstrim berikut harus ditolak: Pertama, memandang dan memperlakukan alam sejauh berkhasiat bagi insan dan menguasainya sejauh dimungkinkan oleh kemampuan teknologi semata; dan yang kedua adalah, faham ’mistisisme alam’ sejauh faham itu menganggap bahwa dunia ini harus diterima begitu saja dan tak boleh di apa-apakan oleh manusia. Kedua pandangan ini yang pertama, memutlakkan campur tangan insan terhadap alam, dan yang kedua menolak sama sekali campur tangan insan terhadap alam.

3. Kedudukan tepat insan dalam alam.
Pandangan deep ecology patut dihargai alasannya menempatkan insan sebagai cuilan dari alam. Pandangan ekosentrisme juga bisa dibenarkan sejauh pandangan itu tidak melepaskan insan dari alam. Alam memang mempunyai nilai intrisik, yang tidak tergantung pada keuntungannya untuk manusia. Akan tetapi, kita perlu juga realistis melihat bahwa pendekatan teknokratis telah membawa manfaat yang tidak perlu bahkan tidak perlu dihilangkan lagi. Yang harus ditolak ialah pendekatan teknokratis yang merusak alam dan tidak memeliharanya. Sebaliknya, jikalau kita mendapatkan ekosentrisme, kita dihentikan jatuh dalam ekstrem lain, yaitu ”ekofasisme”, di mana insan sebagai individu dikorbankan kepada alam sebagai keseluruhan. Hanya manusialah yang kita sebut ’persona” yang mempunyai martabat khusus, yang tidak dimiliki oleh mahluk hidup lainnya. Biospherical egalitarianisme tidak bisa dibenarkan bila dimaksudkan sebagai penyamaan martabat semua mahluk hidup. Pengakuan bahwa segenap mahluk mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, termasuk dalam hal ini manusia, dihentikan membawa konsekuensi pengurangan derajat dan martabat insan sebagai satu-satunya mahluk di bumi ini yang mempunyai logika budi dan kehendak bebas. Akan tetapi pengenaan martabat istemewa kepada pribadi manusia, martabat alam tidak dikurangi sedikitpun, tetapi justru ditingkatkan. Dengan keistimewaan yang dimilikinya itu, insan menjadi satu-satunya mahluk hidup yang memilik tanggungjawab moral, terhadap dirinya sendiri dan juga lingkungannya. Maka, melalui manusia, alam bertanggung jawab atas nasibnya sendiri.

Sumber http://sharingilmupajak.blogspot.com

Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Manusia Dan Lingkungan Hidup"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel