Berdirinya Negara Timor Leste
Berakhirnya masa Orde Baru yang ditandai dengan pengunduran diri mantan presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 membuka cakrawala gres bagi penyelesaian kasus Timor Timur.
Dalam rapat kabinet pemerintahan transisi Habibie pada tanggal 9 Juni 1998 diputuskan pertolongan status khusus dengan otonomi luas. Pemberian status ini dianggap sebagai suatu bentuk penyelesaian final yang adil, menyeluruh dan sanggup diterima secara internasional.
Tawaran ini menerima sambutan positif dari Portugal maupun PBB. Hal ini tercermin dari berlangsungnya kembali ppertemuan obrolan segitiga tingkat menteri di New York pada tanggal 4-5 Agustus 1998. Namun, kebijakan Indonesia ini disambut secara skeptis (ragu-ragu) oleh presiden partai CNRT (National Congress for Timorese Reconstruction), Xanana Gusmao.
Xanana melihat bahwa referendum (jajak pendapat/pemungutan bunyi untuk mengambil sebuah keputusan terutama keputusan politik yang memengaruhi suatu negara) tetap merupakan penyelesaian final yang adil dan demokratis bagi masa depan Timor Timur.
Kemudian pada tanggal 14 September 1998, atas prakarsa Uskup Ximenes Belo dan Uskup Basilio diadakan rekonsiliasi (pemulihan keadaan atau penyelesaian perbedaan) antara kelompok pro-integrasi (pembauran) dan prokemerdekaan di Dare, sekitar 30 km sbeelah selatan Dili.
Peristiwa ini diikuti dengan obrolan melalui lembaga AIETD (All Inclusive East Timorese Dialogue) ke-4 di Krumbach, Austria pada tanggal 31 Oktober – 3 November 1998. Pertemuan ini juga melibatkan kelompok prokemerdekaan. Pada tanggal 27 Januari 1999, menteri Luar Negeri Ali Alatas menyampaikan bahwa jikalau status khusus dengan otonomi luas ditolak oleh masyarakat Timor Timur, maka pemerintah Indonesia akan meminta para wakil rakyat hasil Pemilu 1999 untuk mempertimbangkan kemungkinan pelepasan Timor Timur melalui Sidang Umum MPR 1999.
Pernyataan ini dikeluarkan sehabis Sidang Kabinet Terbatas Bidang Politik dan Keamanan yang dipimpin oleh presiden Habibie. Setelah munculnya dua opsi dari presiden Habibie upaya perdamaian dan rekonsiliasi meningkat pesat. Akan tetapi, perkembangan konflik semakin keras dan tak terkendali.
Akhir pada tanggal 5 Mei 1999, pemerintah Indonesia, Portugal dan PBB menyetujui akad untuk menuntaskan kasus Timor Timur lewat jajak pendapat. Pada tanggal 11 Juni 1999, Dewan Keamanan PBB membentuk misi perdamaian untuk Timor Timur atau UNAMET (United Nations Mission in East Timor). Misi ini sebagai pelaksana jajak pendapat.
Pada tanggal 30 Agustus 1999 diadakanlah pelaksanaan jajak pendapat bagi warga Timor Timur di seluruh dunia. Hasil jajak pendapat diumumkan Sekretaris Jenderal PBB di markas PBB di New York pada tanggal 4 September 1999. Kubu prokemerdekaan meraih 78,5 % bunyi dan pro-integrasi otonomi meraih 21,5%. Di hadapan DPR, presiden Habibie memperlihatkan klarifikasi ihwal pertolongan opsi merdeka atau otonomi kepada rakyat Timor Timur segera terealisasi secara tuntas.
Dengan adanya jajak pendapat ini, Indonesia akan terbebaskan dari semua tekanan internasional. Terhadap kecerdikan Habibie ini muncul banyak sekali pandangan yang pro dan kontra. Akhirnya pada tanggal 19 Oktober 1999, MPR menetapkan Ketetapan MPR No. V/MPR/1999 yang berisi legalisasi atas hasil pelaksanaan penentuan jajak pendapat di Timor Timur yang diadakan pada tanggal 30 Agustus 1999 oleh PBB.
Keinginan Timor Timur untuk menjadi negara yang merdeka telah menjadi kenyataan. Setelah legalisasi Indonesia atas kemerdekaan Timor Timur, maka pada tanggal 25 Oktober 1999, PBB membentuk pemerintahan sementara di Timor Timur, Badan tersebut ialah UNTAET (United Nations Transitional Administration in East Timor) bertugas menjalankan roda pemerintahan hingga terbentuknya pemerintahan yang permanen di Timor Timur.
Akhirnya, pada tanggal 20 Mei 2002, Timor Timur telah menjadi suatu negara yang merdeka penuh. Xanana Gusmao dan Mari Alkatiri terpilih sebagai presiden perdana menteri pertama negara Timor Leste.
Sumber http://ratukemalalaura.blogspot.com
0 Response to "Berdirinya Negara Timor Leste"
Posting Komentar