-->

iklan banner

Gerakan Darul Islam (Di) /Tentara Islam Indonesia (Tii) (Sejarah)


Pada masa usaha kemerdekaan Indonesia melawan Belanda Sekarmadji Maridjan  Gerakan Darul Islam (DI) /Tentara Islam Indonesia (TII) (Sejarah)
a. Gerakan DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat

Pada masa usaha kemerdekaan Indonesia melawan Belanda Sekarmadji Maridjan (S.M.) Kartosuwiryo telah memiliki harapan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Namun, cita-citanya tidak sanggup terealisasi sebab tidak menerima dukungan rakyat dan wilayah Jawa Barat menjadi penggalan dari pemerintahan Republik Indonesia.

Sejak ditandatanganinya Perjanjian Renville tanggal 8 Desember 1947, pasukan Tentara Nasional Indonesia harus meninggalkan wilayah Jawa Barat dan hijrah ke Jawa Tengah. Namun, S.M. Kartosuwiryo yang memimpin pasukan Hisbullah dan Sabilillah tidak ikut serta dalam hijrah tersebut. Bahkan, mereka menetapkan untuk tetap tinggal di Jawa Barat.

Akhirnya, mereka membentuk gerakan Darul Islam (DI) dan seluruh pasukannya dijadikan Tentara Islam Indonesia (TII). Markas besar Kartosuwiryo didirikan di Gunung Cepu. Pada ketika itulah muncul keinginannya untuk mewujudkan harapan mendirikan Negara Islam Indonesia.

Cita-citanya diwujudkan melalui proklamasi yang dikumandangkan tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisayong (Jawa Barat). Negara Islam Indonesia berbentuk Republik atau Jumhuriyah dengan Imam Kartosuwiryo sebagai kepala negaranya.

Kembalinya pasukan Tentara Nasional Indonesia (Divisi Siliwangi) dari Yogyakarta merupakan suatu bahaya bagi kelangsungan dan tercapainya harapan S.M. Kartosuwiryo. Oleh sebab itu, pasukan Tentara Nasional Indonesia dari Divisi Siliwangi yang kembali dari hijrah (long march) harus dihancurkan biar tidak memasuki tempat Jawa Barat. Terjadilah bentrokan antara pasukan DI/TII Kartosuwiryo dengan pasukan Tentara Nasional Indonesia yang gres pulang dari hijrah.

Munculnya Negara Islam Indonesia di Jawa Barat tidak sanggup memberi jaminan keamanan dan kesejahteraan bagi kehidupan rakyat. Rakyat semakin tersiksa jawaban munculnya dua kekuatan di Jawa Barat, yaitu kekuatan Belanda yang masih ingin menjajah Indonesia dan kekuatan pasukan DI/TII yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia.

Tindakan Kartosuwiryo merupakan penyimpangan dari harapan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan merupakan pemberontakan terhadap pemerintahan Republik Indonesia yang sah. Oleh sebab itu, untuk mengatasi gerakan DI/TII Kartosuwiryo, aneka macam upaya ditempuh oleh pemerintah, menyerupai mengadakan musyawarah dan pengerahan pasukan TNI. Tetapi upaya ini tidak membawa hasil yang positif.

Akhirnya, tahun 1960 dilaksanakan operasi Pagar Betis di Gunung Geber oleh pasukan Tentara Nasional Indonesia bersama dengan rakyat. Pasukan Kartosuwiryo semakin terdesak dan bertambah lemah, sampai banyak yang menyerah. Kartosuwiryo sendiri terkurung dan tertangkap di puncak Gunung Geber pada tanggal 4 Juni 1962 dan selanjutnya dijatuhi eksekusi mati.

b. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah

Gerakan DI/TII di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah yang menjabat sebagai Komandan Laskar Hizbullah di front Tulangan, Sidoarjo dan Mojokerto di Jawa Timur. Daerah operasi dari gerakan DI/TII ini ialah tempat Brebes, Pekalongan dan Tegal.

Pada tanggal 23 Agustus 1949, ia memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di Desa Pangarasan, Tegal. Pasukannya kemudian diberi nama Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan DI/TII di Jawa Tengah menjalin hubungan dengan Kartosuwiryo di Jawa Barat.

Pasukan ini bertambah berpengaruh dengan bergabungnya kekuatan-kekuatan pemberontakan menyerupai berikut :

- Para pemberontak dari Angkatan Umat Islam (AUI) pimpinan Kyai Mohammad Mahfudz Abdurahman (Romo Pusat/Romo Somalangu).
- Para pemberontak dari Batalyon 426 Kudus dan Magelang.

Untuk menumpas gerakan ini, pemerintah melancarkan beberapa operasi militer yang diberi nama Gerakan Banteng Negara (GBN). Akhirnya, dengan dilancarkannya Operasi Guntur pada tahun 1954 gerombolan sanggup dihancurkan.

c. Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan

Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muz4ka4r. Pada awalnya, gerakan DI/TII pimpinan Kahar Muz4ka4r di Sulawesi Selatan terjadi sebab hasrat Kahar Muz4ka4r yang berpengaruh untuk menempatkan laskar-laskar rakyat Sulawesi Selatan ke dalam lingkungan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat).

Kahar Muz4ka4r juga bercita-cita menjadi pemimpin APRIS di tempat Sulawesi Selatan. Hal ini dilakukan sebab sebelumnya, ia beserta pasukannya ialah p0juang-p0juang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Selama perang kemerdekaan, Kahar Muz4ka4r aktif berjuang di pulau Jawa. Setelah perang kemerdekaan berakhir, ia kembali ke Sulawesi Selatan dan berhasil memimpin laskar-laskar rakyat yang selanjutnya bergabung dalam KGSS (Komando Gerilya Sulawesi Selatan).

Pada tanggal 30 April 1950, Kahar Muz4ka4r mengirim surat kepada pemerintah sentra yang menyatakan biar semua anggota dari KGSS dimasukkan ke dalam APRIS. Kahar Muz4ka4r juga mengusulkan pembentukan Brigade Hasanuddin.

Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan bahwa yang diterima menjadi pasukan APRIS ialah mereka yang memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan. Permintaan Kahar Muz4ka4r ditolah oleh pemerintah pusat. Namun, untuk menghidari hal-hal yang tidak diinginkan, pemerintah sentra bersama dengan pimpinan APRIS mengeluarkan kebijakan dengan memasukkan semua anggota KGSS ke dalam Corps Tjadangan Nasional. Kahar Muz4ka4r sebagai pemimpinnya dengan pangkat Letnan Kolonel.

Tetapi, kebijakan ini tidak ditanggapi oleh Kahar Muz4ka4r. Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muz4ka4r bersama dengan pasukannya melarikan diri ke hutan. Pada tahun 1952, ia menyatakan wilayah Sulawesi Selatan menjadi penggalan dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo yang bertempat di Jawa Barat.

Penumpasan gerakan Kahar Muz4ka4r mengalami aneka macam kesulitan. Namun, berkat kegigihan dari pasukan-pasukan TNI, balasannya pada bulan Februari 1965, Kahar Muz4ka4r berhasil ditembak mati oleh pasukan TNI. Dengan ini, pemberontakan yang dipimpinnya pun berakhir.

d. Gerakan DI/TII di Aceh

Gerakan DI/TII yang terjadi di Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh, seorang Gubernur Militer pada masa perang kemerdekaan. Setelah perang kemerdekaan berakhir, negara Indonesia kembali ke dalam bentuk negara kesatuan pada tahun 1950, tempat Aceh yang sebelumnya menjadi tempat istimewa diturunkan statusnya menjadi tempat karesidenan (daerah yang terdiri dari beberapa kabupaten dan dikepalai oleh seorang Residen) di bawah provinsi Sumatera Utara.

Daerah-daerah di Indonesia yang pernah menjadi tempat karesidenan, yaitu pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, Lombok dan Sulawesi.

Kebijakan pemerintah tersebut ditentang oleh Daud Beureuh. Pada tanggal 21 September 1953, Daud Beureuh mengeluarkan maklumat wacana penyatuan Aceh ke dalam NII pimpinan Kartosuwiryo.

Dengan imbas yang dimiliki oleh Daud Beureuh, banyak tokoh rakyat Aceh yang membantu gerakan itu. Tetapi, juga terdapat sebagian dari masyarakat Aceh yang tidak menyetujui gerakan yang dilakukan oleh Daud Beureuh.

Pemerintah berusaha mengatasi duduk kasus ini dengan kekuatan bersenjata. Di samping itu, juga dilakukan upaya penerangan terhadap masyarakat. Pada tanggal 17-28 Desember 1962, diselenggarakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh. Musyawarah itu diselenggarakan atas inisiatif Kolonel Jasin, Pangdam I dan tokoh-tokoh pemerintah daerah. Melalui musyawarah itu, balasannya dicapai penyelesaian secara damai.

e. Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan

Di tempat Kalimantan Selatan juga muncul pemberontakan di bawah pimpinan Ibnu Hajar. Mereka menamakan diri Kesatuan Rakyat Jang Tertindas (KRJT). Untuk memperkuat KRJT, dimintalah pinjaman dari Kahar Muz4ka4r dan Kartosuwiryo. Pada simpulan tahun 1954, Ibnu Hajar membulatkan tekadnya untuk masuk Negara Islam. Ibnu Hajar diangkat menjadi Panglima TII untuk Kalimantan.

Untuk menumpas pemberontakan ini, pemerintah menempuh upaya hening melalui aneka macam musyawarah dan operasi militer. Gerakan perlawanan gres berakhir pada bulan Juli 1963. Ibnu Hajar dan anak buahnya menyerahkan diri secara resmi. Pada bulan Maret 1965, pengadilan militer menjatuhkan eksekusi mati kepada Ibnu Hajar.

Sumber http://ratukemalalaura.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Gerakan Darul Islam (Di) /Tentara Islam Indonesia (Tii) (Sejarah)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel