-->

iklan banner

Krisis Moneter Dan Reformasi

 pasca Pemilu VI Orde Baru Indonesia dilanda krisis moneter yang cukup hebat Krisis Moneter Dan Reformasi
Krisis Moneter

Pada pertengahan tahun 1997, pasca Pemilu VI Orde Baru Indonesia dilanda krisis moneter yang cukup hebat. Krisi yang bermula dari kemerosotan nilai tukar rupiah terhadap mata uang absurd secara tajam tidak hanya menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi yang ditandai oleh melesunya perekonomian, tapi juga menyebabkan kerusakan dalam institusi-institusi ekonomi penting.

Hal ini disusul oleh utang sebagian pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998. Perkiraan pertumbuhan ekonomi nol, hingga di bawah nol persen, laju inflasi di atas dua digit, perubahan status swasembada menjadi pengimpor beras, kelangkaan sembilan materi pokok dan pembengkakan jumlah pengangguran yaitu membuktikan ekonomi mengalami kebangkrutan.

Badai krisis moneter yang berlarut-larut memancing kelompok kritis masyarakat. Kelompok kritis beropini bahwa krisis disebabkan lantaran kesalahan dalam pengurusan pemerintahan Orde Baru. Ketidakmampuan rezim (serangkaian peraturan formal maupun informal yang mengatur pemerintahan dan interaksinya dengan ekonomi dan masyarakat) Orde Baru dalam mengatasi krisis moneter secara simultan (secara serentak) menjelma krisis ekonomi dan krisis kepercayaan.

Mahasiswa mulai menyuarakan pendapatnya dengan mengadakan diskusi, seminar maupun mimbar bebas di kampus-kampus. Suara-suara mahasiswa yang menawarkan praksis-praksis (praktek) kolusi, korupsi dan nepotisme sebagai akar krisis perlahan-lahan memasuki ruang-ruang kekuasaan.

Baca Juga

Keberanian ini sebenarnya dianggap tabu oleh rezim Orde Baru. Konsekuensi keberanian tokoh kritis maupun mahasiswa ada kalanya berakhir dengan pemenjaraan atau tidak diketahui nasibnya. Tatkala H.M Soeharto dicalonkan kembali sebagai presiden Republik Indonesia untuk ketujuh kalinya, mahasiswa semakin marah.

Mereka membentangkan gelombang demonstrasi sebelum, selama dan sehabis digelar SU MPR 1998 hingga terpilihnya presiden dan wakil presiden serta pembentukan Kabinet Pembangunan VII. Bentrokan antara mahasiswa dan abdnegara keamanan terjadi, hingga kerusuhan merebak di mana-mana.

Di tengah stabilitas kehidupan bangsa dan negara mulai goyah, gelombang demonstrasi mahasiswa alhasil mengakumulasi setelah empat mahasiswa Universitas Tri Sakti (Elang Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana dan Hafidhin Royan) gugur. Kehidupan bangsa semakin kelam dengan adanya kerusuhan pertengahan Mei yang bukan hanya sekadar penjarahan dan pembakaran, tetapi juga pelecehan terhadap wanita. Hal ini terang menikam nurani bangsa.

Merasa aspirasi menuntut reformasi kurang ditanggapi, tanggal 18 Mei mahasiswa mulai merangsek ke gedung DPR/MPR. Dua hari berikutnya jumlah mahasiswa diperkirakan mencapai lebih dari 30.000 orang. Melihat tuntutan reformasi yang sedemikian besar, presiden Soeharto mencoba menanggapinya dengan membentuk Komite Reformasi dan Kabinet Reformasi. Namun, tindakan ini tidak menerima respons yang positif. Selain itu, menteri-menteri bidang ekuin (Ekonomi, Keuangan dan Industri) pada dikala itu tidak mau lagi membantunya.

Reformasi

Dengan desakan gelombang tuntutan reformasi yang sedemikian kuat, pada tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri. Hal ini diikuti dengan pengambilan sumpah jabatan presiden oleh B.J Habibie di istana negara. Terhadap legalitas (keabsahan) peralihan jabatan ini timbul pro dan kontra. Sebagian masyarakat menganggap insiden ini konstitusional, namun ada pula yang menganggap insiden ini inkonstitusional.

Tidak sanggup dipungkiri bahwa keberhasilan penggagas reformasi menggeser kekuasaan rezim. Orde Baru (yang dipimpin oleh presiden Soeharto) merupakan prakondisi bagi terwujudnya demokrasi di segala bidang.

Reformasi pasca kepemimpinan Soeharto terus bergulir seiring dengan kritik terhadap praktek-praktek penyimpangan kekuasaan selama masa Orde Baru. Tuntutan terhadap pemerintahan yang higienis dari kolusi, korupsi dan nepotisme, serta koreksi secara besar-besaran di badan birokrasi pemerintahan baik dari tingkat sentra hingga kepada tingkat daerah, institusi peradilan dan hukum, dwifungsi ABRI serta sistem keanggotaan DPR/MPR terus berkembang.

Tetapi, dibalik tuntutan reformasi yang terus bergulir, tersimpan suatu permasalahan besar yang menyangkut nasib negeri ini di masa depan. Di kalangan elit politik terdapat silang pendapat ihwal aneka macam hal, menyerupai sistem pemilihan umum, sistem kepartaian, prosedur birokrasi pemerintahan dalam hubungannya dengan sistem politik, serta ihwal susunan dan kedudukan anggota MPR, dewan perwakilan rakyat dan DPRD.

Sejak periode awal pasca Orde Baru terus dilakukan aneka macam upaya perbaikan di segala bidang. Di bidang ekonomi, diadakan perbaikan keadaan ekonomi dengan restrukturisasi (penataan kembali) dan rekapitalisasi (perubahan modal saham, peresapan defisit dan lain-lain) perbankan lewat pembentukan BPPN dan unit pengelola aset negara. Dibentuk pula forum pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.

Selain itu, disahkan pula sejumlah undang-undang menyerupai UU No. 5 Tahun 1999 ihwal Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan yang tidak sehat dan UU No. 8 Tahun 1999 ihwal Perlindungan Konsumen.

Dalam bidang politik lahirlah tiga undang-undang politik yang lebih demokratis, yaitu :
- UU No. 2 Tahun 1999 ihwal Partai Politik.
- UU No. 3 Tahun 1999 ihwal Pemilu.
- UU No. 4 ihwal Susduk DPR/MPR.

Selain itu, aneka macam upaya lain juga dilakukan, menyerupai pelaksanaan pemilu yang demokratis.

Dalam bidang pers, dilakukan pencabutan pembredelan pers dan penyederhanaan permohonan SIUPP. Dengan ini ditemukan adanya kebebasan pers yang lebih luas daripada masa sebelumnya. Kebebasan pers sanggup dilihat dari munculnya aneka macam macam media massa cetak, baik surat kabar, tabloid maupun majalah.

Dalam bidang aturan lahir 69 UU. Lima dari antaranya lahir atas inisiatif DPR. Selain itu, juga terjadi penataan ulang struktur kekuasaan kehakiman dalam satu atap. Dalam bidang hankam dilakukan upaya pemisahan Polisi Republik Indonesia dari ABRI. Di sisi lain, pada abad ini banyak masalah yang timbul pada masa Orde Baru yang tidak terselesaikan.

Setumpuk dilema dan skandal, menyerupai kasus Bank Bali menjadi bermunculan. Berbagai insiden pelanggaran HAM, menyerupai kasus Trisakti, Semanggi I maupun Semanggi II belum terungkap tuntas. Pertikaian antarkelompok tak henti mengancam kohesi (hubungan erat) nasional. Status aturan mantan presiden Soeharto belum juga dipertegas. Akibatnya, evaluasi negatif diberikan terhadap pemerintahan Habibie.

Seiring dengan kondisi politik yang dinamis muncul kegairahan tokoh-tokoh politik untuk membentuk partai-partai baru. Lebih dari seratus partai politik muncul dan ingin ikut dalam pemilihan umum. Namun, setelah diadakan seleksi oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum), maka yang berhak untuk ikut serta dalam pemilihan umum 7 Juni 1999 hanyalah 48 partai politik.

Hasil pemilihan umum 7 Juni 1999 inilah yang berhak untuk tetapkan anggota-anggotanya yang duduk di dewan perwakilan rakyat setelah ditambah dengan wakil dari TNI/POLRI yang berjumlah 38 orang. Sedangkan untuk anggota MPR berasal dari anggota dewan perwakilan rakyat ditambah dengan Utusan Daerah dan Utusan Golongan.

Dalam sidang umum MPR pada tanggal 14 Oktober 1999, presiden Habibie memberikan pidato pertanggungjawaban atas roda pemerintahan yang dijalankannya selama ini. Menanggapi pertanggungjawaban ini, Ketetapan MPR RI No. III/MPR/1999 menolak pertanggungjawaban itu.

MPR yang dibuat melalui hasil Pemilihan Umum 1999 antara lain juga telah berhasil tetapkan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara), melaksanakan perubahan pertama terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan menentukan presiden dan wakil presiden. Pada tanggal 20 Oktober 1999, MPR berhasil menentukan presiden Republik Indonesia yang keempat, yaitu K.H. Abdurrahman Wahid dan pada tanggal 21 Oktober 1999 menentukan wakil presiden Republik Indonesia, yaitu Megawati Soekarno Putri.


Sumber http://ratukemalalaura.blogspot.com

Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Krisis Moneter Dan Reformasi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel