-->

iklan banner

Masalah Pendidikan Di Indonesia Dan Solusinya


Masalah Pendidikan di Indonesia dan Solusinya


Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa dunia pendidikan kita hingga dikala ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan lantaran pendidikan yang seharusnya membuat insan menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian insan cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.

1. Masalah pertama ialah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian lantaran pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara mencar ilmu yang berpikir (kognitif) dan sikap mencar ilmu yang merasa (afektif). Kaprikornus unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi ialah disintegrasi. Padahal mencar ilmu tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang mencar ilmu tersebut melaksanakan banyak sekali macam kegiatan, menyerupai mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan arahan dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang kini sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang membuat insan siap pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini insan dipandang sama menyerupai materi atau komponen pendukung industri. Itu berarti, forum pendidikan diharapkan bisa menjadi forum produksi sebagai penghasil materi atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak forum pendidikan.

2. Masalah kedua ialah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau bila memakai istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) ialah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan lantaran para akseptor didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan guru.

Kaprikornus hubungannya ialah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan lantaran sangat menindas para murid. Freire menyampaikan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak memiliki pengetahuan apa-apa.

3. Ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka insan yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang ialah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, mengakibatkan insan tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh lantaran itu taktik pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, alasannya Asia kini telah berkembang sebagai salah satu tempat penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat bila hal ini penulis kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah kita mengakibatkan forum pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk insan yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga bisa mendapatkan dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal ini, makna pendidikan berdasarkan Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.

Secara garis besar ada dua solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, yaitu:  
1. Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia kini ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan tugas dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

2. Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait pribadi dengan pendidikan. Solusi ini contohnya untuk menuntaskan dilema kualitas guru dan prestasi siswa.

Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya mudah untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan menunjukkan banyak sekali pembinaan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia sanggup bangun dari keterpurukannya, sehingga sanggup membuat generasi-generasi gres yang bersdm tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.

Banyak sekali faktor yang mengakibatkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-faktor yang bersifat teknis diantaranya ialah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun bergotong-royong yang menjadi dilema fundamental dari pendidikan di Indonesia ialah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang mengakibatkan siswa sebagai objek, sehingga insan yang dihasilkan dari sistem ini ialah insan yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.

Sumber http://sondy-kun.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Masalah Pendidikan Di Indonesia Dan Solusinya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel