Organisasi Konferensi Islam (Oki)
Organization of Islamic Confrence (OIC) atau Organisasi Konferensi Islam
(OKI) dibuat dengan latar belakang rasa khawatir atas jatuhnya kota Jerusalem ke tangan bangsa Yahudi – Israel dalam Perang Enam Hari tahun 1967. Di dalam kota Jerusalem (Darussalam) berdiri Masjid Al-Aqsha yang dibangun oleh Nabi Daud a.s. (1000 SM). Masjid megah ini pernah menjadi lambang pemersatu umat Islam.
Penyebab lahirnya Organisasi Konferensi Islam yaitu pembakaran Masjid Al-Aqsha pada tanggal 21 Agustus 1969 oleh Israel yang semenjak tahun 1967 menduduki Jerusalem. Dengan terjadinya tragedi itu, Raja Hassan II dari Maroko menyerukan kepada para pemimpin dunia Arab khususnya dan dunia Islam umumnya untuk bantu-membantu menuntut pertanggungjawaban Israel atas tragedi itu.
Raja Hassan II menyatakan semoga para pemimpin dunia Islam mengadakan pertemuan untuk menggalang kolaborasi yang efektif semoga tercapai pembebasan Jerusalem dan Masjid Al-Aqsha dari cengkraman Israel.
Abdul Haliq Hasunah (Sekretaris Jenderal Liga Arab) mengemukakan pernyataan resmi dan mengajak umat Islam dan Kristen di seluruh dunia untuk merapatkan barisan menghadapi musuh bersama, yaitu keangkuhan dan kesombongan bangsa Yahudi – Israel.
Di samping itu, ia menyerukan kepada PBB semoga keputusan-keputusan yang telah diambil untuk melindungi tempat-tempat suci di Jerusalem dari kedengkian Zionis Yahudi segera dilaksanakan.
Tujuan berdirinya Organisasi Konferensi Islam, yaitu :
- Memajukan solidaritas Islam di antara negara-negara anggota.
- Mengkonsolidasikan kolaborasi di antara negara-negara anggota dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan bidang acara lainnya.
- Berupaya menghapus pemisahan rasial dan diskriminasi serta menghilangkan segala bentuk kolonialisme.
- Mendukung setiap upaya membuat perdamaian dan keamanan dunia.
- Mengkoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat-tempat suci dan mendukung setiap usaha rakyat Palestina untuk mendapat kembali hak-hak mereka atas tanah Palestina.
- Memperkuat usaha umat Islam untuk melindungi martabat umat, independensi dan hak masing-masing negara Islam.
- Menciptakan suasana serasi untuk meningkatkan kolaborasi dan pengertian antara negara anggota OKI dan negara-negara lain.
Pada tanggal 22 Agustus 1969 berlangsung pertemuan kilat antara para duta besar dari negara-negara anggota Liga Arab. Dalam pertemuman ini dibahas persiapan-persiapan konferensi darurat para menteri luar negeri negara-negara anggota Liga Arab.
Konferensi menteri luar negeri itu berlangsung tanggal 25-26 Agustus 1969. Hasil konferensi tersebut yaitu sebagai berikut :
- Tindakan Israel yang dengan sengaja ingin memusnahakna Masjid Al-Aqsha merupakan suatu kejahatan yang tidak sanggup diterima.
- Melalui tindakan itu Israel ingin merongrong kesucian umat Islam dan Kristen serta mengancam keamanan Arab dengan kekuatan senjata. Oleh alasannya yaitu itu, pendudukan kembali Jerusalem dan Masjid Al-Aqsha hanya sanggup dicapai dengan ketepatan rencana dan kekuatan senjata.
Dalam konferensi darurat ini berhasil diputuskan beberapa resolusi yang mendesak semoga sebuah Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara Islam diselenggarakan.
Dalam konferensi darurat itu, Kerajaan Saudi Arabia dan Maroko ditunjuk untuk memikirkannya dan mengadakan persiapan-persiapan seperlunya semoga terwujud Konferensi Tingkat Tinggi dari negara-negara Islam di seluruh dunia.
Dalam konferensi darurat itu, Kerajaan Saudi Arabia dan Maroko ditunjuk untuk memikirkannya dan mengadakan persiapan-persiapan seperlunya semoga terwujud Konferensi Tingkat Tinggi dari negara-negara Islam di seluruh dunia.
Kedua kerajaan, yaitu Saudi Arabia dan Maroko membentuk panitia penyelenggara KTT yang beranggotakan enam negara, yaitu Malaysia, Palestina, Saudi Arabia, Maroko, Somali dan Nigeria. Panitia penyelenggara setuju untuk menyelenggarakan KTT pada tanggal 22 – 25 September 1969.
Ada beberapa kasus yang dipandang perlu untuk dibahas dalam KTT di antaranya berikut ini :
- Tragedi Masjid Al-Aqsha dalam kaitannya dengan kasus Palestina telah menawarkan arti dan bobot tersendiri dalam keseluruhan kasus itu. Kejadian itu harus dihadapi dengan tindakan-tindakan semoga tidak menjalar ke tempat-tempat suci lainnya, baik tempat suci umat Islam maupun umat Nasrani.
- Peristiwa Masjid Al-Aqsha telah melahirkan suatu perasaan baik di kalangan umat Islam maupun umat Kristen untuk mengambil sgeala tindakan-tindakan semoga sanggup mengatasi kasus Palestina.
- Penyelenggaraan Sidang Umum PBB merupakan kesempatan yang baik untuk memperjuangkan umat Islam melawan Zionis Islael.
KTT yang dihadiri oleh 28 negara Islam itu menghasilkan aneka macam keputusan yang pada dasarnya yaitu sebagai berikut :
- Mengutuk pembakaran Masjid Al-Aqsha oleh Israel.
- Menuntut dikembalikannya kota Jerusalem sebagaimana sebelum perang tahun 1967.
- Menuntut penarikan tentara Israel dari seluruh wilayah Arab yang didudukinya.
- Menetapkan pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri di Jeddah pada bulan Maret 1970.
Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya OKI mengalami perkembangan dalam aneka macam bidang. Sesuai dengan hasil konferensi tingkat menteri luar negeri OKI di Jeddah tahun 1970, dibentuklah sekretariat tetap OKI di Jeddah dan perlunya diadakan pertemuan tahunan tingkat menteri luar negeri. Pada pertemuan di Jedah inilah disahkan Piagam Pendirian OKI.
Penyelenggaraan KTT OKI ke 1 – 10
1. KTT OKI ke-1 diselenggarakan di Rabat, Maroko (1969)
2. KTT OKI ke-2 diselenggarakan di Lahore, Pakistan (1974)
3. KTT OKI ke-3 diselenggarakan di Mekkah, Arab Saudi (1981)
4. KTT OKI ke-4 diselenggarakan di Casablanca, Maroko (1984)
5. KTT OKI ke-5 diselenggarakan di Kuwait City, Kuwait (1987)
6. KTT OKI ke-6 diselenggarakan di Dakkar, Senegal (1991)
7. KTT OKI ke-7 diselenggarakan di Casablanca, Maroko (1994)
8. KTT OKI ke-8 diselenggarakan di Teheran, Iran (1997)
9. KTT OKI ke-9 diselenggarakan di Doho, Qatar (2000)
10. KTT OKI ke-10 diselenggarakan di Putrajaya, Malaysia (2003)
Dalam perkembangannya, OKI selalu berupaya untuk memperjuangkan segala sesuatu yang menjadi kepentingan-kepentingan umat Islam semoga perdamaian, ketentraman, kesejahteraan sanggup tercapai dengan mudah.
Oleh alasannya yaitu itu, kita perlu mengamati prospek OKI dari sudut yang lebih mendasar, yaitu dari kondisi mengamati prospek OKI menurut kondisi kepentingan politik masing-masing negara anggota dalam kaitannya dengan konstelasi (tatanan) politik internasional yang ada.
Oleh alasannya yaitu itu, kita perlu mengamati prospek OKI dari sudut yang lebih mendasar, yaitu dari kondisi mengamati prospek OKI menurut kondisi kepentingan politik masing-masing negara anggota dalam kaitannya dengan konstelasi (tatanan) politik internasional yang ada.
Ketika pertama kali dibentuk, jumlah anggota OKI hanya 28 negara, yaitu negara-negara yang hadir pada KTT pertama di Rabat. Kini anggota OKI berjumlah 57 negara, antara lain sebagai berikut :
Afghanistan | Gabon | Mali | Saudi Arabia | Turkmenistan |
Albania | Gambia | Maroko | Senegal | Uganda |
Aljazair | Guinea | Mauritania | Sierra Leone | Uni Emirat Arab |
Azerbaijan | Guinea-Bissau | Mesir | Somalia | Uzbekistan |
Bahrain | Guyana | Mozambik | Sudan | Yaman |
Bangladesh | Indonesia | Niger | Suriname | Yordania |
Benin | Irak | Nigeria | Syria | |
Brunei Darussalam | Iran | Oman | Tajikistan | |
Burkina Faso | Jibouti | Pakistan | Togo | |
Chad | Maladewa | Palestina | Tunisia | |
Cote d’Ivoire | Malaysia | Qatar | Turki |
Dalam kaitannya dengan Indonesia, ada beberapa hal yang perlu dibicarakan, yaitu :
a. Kedudukan Indonesia dalam keanggotaan OKI sangat unik alasannya yaitu Indonesia bukan negara Islam atau negara agama apa pun, tetapi sebagai negara menurut Pancasila. Dari jumlah penduduk, Indonesia merupakan negara dengan penganut agama Islam terbesar di dunia.
b. Dari sudut politik luar negeri, Indonesia yaitu negara anggota OKI yang secara eksplisit menyatakan prinsip-prinsip kebebasan dan independensi (keadaan ketika tidak terikat dengan pihak manapun) sebagai pegangan politik luar negerinya. Indonesia memanfaatkan OKI sebagai lembaga kolaborasi yang bertujuan untuk membuat perdamaian dunia.
Dengan berlandaskan Pancasila, Indonesia berupaya menjadi pemersatu umat Islam di seluruh dunia dan mencarikan jalan keluar dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam. Keterlibatan Indonesia dalam OKI yaitu suatu usaha untuk ikut membuat perdamaian dunia.
Sejak awal, Indonesia cukup aktif dalam OKI. Indonesia yaitu salah satu pendiri OKI pada tahun 1969 di Maroko. Indonesia pernah menduduki bangku kepemimpinan, contohnya pernah menjadi wakil Sekretaris Jenderal anggota Komite Al-Quds yang diketuai oleh Raja Hasan II dari Maroko dan lain-lain.
Di bidang politik, tugas Indonesia dalam OKI cukup diperhitungkan. Dalam KTT OKI 1981 di Thaif (Arab Saudi), Indonesia mengajukan resolusi Solidaritas Islam yang diterima oleh penerima KTT secara spontan. Resolusi ini kemudian menjadi dasar bagi pembentukan komite perdamaian Islam. Selain itu, peranan Indonesia dalam mendamaikan sengketa antara Pakistan dan Bangladesh juga diakui negara Islam.
Masalah minoritas Muslim Moro di pulau Mindanao, Filipina Selatan juga turut diperjuangkan Indonesia dalam lembaga OKI. Dalam konferensi menteri-menteri penerangan OKI tahun 1988, Indonesia memprakarsai gagasan perlunya membentuk “Tata Informasi Baru Dunia Islam”. Hal tersebut bertujuan untuk mengimbangi dominasi Barat atas info dunia.
Peran Indonesia lain dalam OKI yaitu ketika Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) OKI yang berlangsung dari tanggal 9-13 Desember 1996. Dalam KTM ini, fokus pembicaraan menyangkut gambaran Islam di dunia internasional.
Dalam KTM OKI telah diputuskan beberapa kasus internasioanal dan regional sebagai berikut :
- Masalah Palestina yaitu kasus utama bagi dunia Islam.
- Mengecam keras kebijakan Israel yang menghambat proses perdamaian.
- Mengakui integritas dan kedaulatan Bosnia Herzegovina sesuai batas-batas daerahnya secara internasional.
- Mengimbau semoga diadakan negosiasi tenang di wilayah Jammu dan Kashmir serta menegaskan perlunya dihormati hak rakyat Kashmir untuk memilih nasib sendiri dan mengecam tegas pelanggaran hak-hak asasi insan di daerah itu.
- Mengimbau semoga pihak-pihak yang bertikai di Afghanistan segera mengadakan gencatan senjata.
- Menyerukan kepada Irak untuk sungguh-sungguh bekerja sama dengan Komite Palang Merah Internasional dalam upaya mengimplementasikan (melaksanakan atau menerapkan) resolusi-resolusi PBB (terutama menyangkut pembebasan para tawanan perang Kuwait).
- Mengecam tindakan aksi Amerika Serikat terhadap Libya.
- Mendukung dengan tegas posisi Indonesia di Timor Timur.
Sumber http://ratukemalalaura.blogspot.com
0 Response to "Organisasi Konferensi Islam (Oki)"
Posting Komentar