Perkembangan Di Bekas Negara Yugoslavia
Politik Glasnost dan Perestroika yang dicetuskan oleh presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev telah membawa angin gres bagi negara-negara komunis di Eropa Timur dan Tengah. Beberapa negara komunis di Eropa Timur dan Tengah mulai memilih perilaku mengikuti arus yang berpengaruh dari politik Glasnost dan Persetroika.
Mengenai politik Glasnost dan Perestroika lebih lanjut terdapat dalam artikel Pemerintahan Mikhail Gorbachev (Kebijakan Glasnost Dan Perestroika)
Satu-persatu rezim komunis di Eropa Timur mulai runtuh, menyerupai Rumania, Polandia, Cekoslovakia, Hongaria atau Jerman Timur yang bergabung dengan Jerman Barat menjadi negara Jerman.
Namun lain halnya dengan Yugoslavia. Ketika Yugoslavia dibuat sebagai sebuah negara sosialis oleh Joseph Broz Tito, terdapat unsur-unsur yang berbeda dalam kehidupan setiap masyarakatnya. Yugoslavia terdiri dari banyak sekali suku bangsa dan golongan, sehingga ketika sistem dan rezim komunis dihapuskan muncul golongan-golongan yang saling bertentangan satu sama lainnya.
Dalam negara federasi Yugoslavia tersebut terdapat enam kelompok etnis (kelompok insan menurut kepercayaan, nilai, kebiasaan, susila istiadat, norma, bahasa, sejarah, geografis dan kekerabatan), yaitu etnis Serbia, Kroasia, Slovenia, Montenegro, Macedonia dan Bosnia.
Konflik yang terjadi cukup umur ini bekerjsama merupakan kelanjutan dari konflik yang sudah pernah terjadi pada masa lampau. Misalnya, pada Perang Dunia II, etnis Serbia pernah membantu Rusia melawan Jerman yang dibantu oleh etnis Kroasia. Selain faktor tersebut, faktor lain yang turut memperkeruh konflik yakni perbedaan agama dan budaya.
Perbedaan tersebut misalnya, bangsa Kroasia dan Slovenia beragama Kristen Roma dan memakai karakter Latin. Bangsa Serbia, Montenegro, Macedonia menganut agama Kristen Ortodoks dan memakai karakter Cyrilik, sedangkan bangsa Bosnia beragama Islam. Bangsa-bangsa tersebut mendiami wilayah masing-masing pula yang merupakan wilayah otonomi Federasi Yugoslavia.
Pada masa Tito berkuasa, ia berhasil meredam potensi-potensi konflik yang kemungkinan sanggup muncul. Namun, sehabis ia meninggal dunia, permasalahan-permasalahan usang mulai muncul kembali. Kharisma yang dimiliki oleh Tito ternyata tidak dimiliki oleh penggantinya. Slobodan Milosevic yang berasal dari Serbia.
Perang saudara di Yugoslavia tidak sanggup dihindarkan lagi. Kroasia dan Slovenia berhasil memproklamasikan kemerdekaan mereka pada tanggal 25 Juni 1991. Pada mulanya peperangan berkecamuk di pos perbatasan yang mendadak diambil alih oleh milisi Slovenia. Republik ini berbatasan dengan Italia, Austria dan Hongaria.
Ribuan penduduk muslim Bosnia terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka dan menerima perlakuan jelek dari tentara Serbia. Pada akhirnya, para pelaku kejahatan perang itu diadili di Pengadilan Hak Asasi Manusia (Court of Human Right) di Den Haag, Belanda.
Melalui campur tangan masyarakat Eropa, gencatan senjata di Slovenia berhasil dicapai dan semua pasukan federal berhasil ditarik dari tempat Slovenia. Sementara itu, pertempuran di Kroasia tidak gampang untuk dipadamkan alasannya yakni di tempat ini terdapat dominan etnis Serbia.
Slovenia dan Kroasia masih tetap mau mendapatkan status Konfederasi Yugoslavia yang longgar. Hal ini sejalan dengan proposal mereka kepada pemerintah pusat. Akan tetapi, Serbia menolak pandangan tersebut. Bahkan, presiden Milosevic menandaskan bahwa Yugoslavia tetap sebagai negara federasi yang anggota-anggotanya boleh menikmati kekuasaan yang lebih besar untuk mengurus rumah tangganya. Oleh alasannya yakni itu, kekuasaan pemerintah sentra harus dijalankan dengan lebih demokratis.
Milosevic memperlihatkan pernyataan semoga bentuk konfederasi tidak dilaksanakan di Yugoslavia alasannya yakni bentuk konfederasi akan sanggup membubarkan negara Yugoslavia. Untuk menghindarkan terjadinya kontradiksi di Yugoslavia, Macedonia dan Bosnia-Herzegovina mencoba menjadi penengah yang baik. Menurut mereka, Yugoslavia sebaiknya menjadi Masyarakat Republik-republik Yugoslavia (Uni Republik Yugoslavia atau Uni Negara-negara Yugoslavia).
Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1992 pertentangan-pertentangan yang terjadi di Yugoslavia diwarnai oleh kontradiksi antara Serbia dan Bosnia-Herzegovina. Ketika Bosnia-Herzegovina memproklamirkan kemerdekaannya pada bulan Maret 1992, pasukan Yugoslavia segera menyerbu Bosnia-Herzegovina.
Persengketaan atau pertikaian tidak sanggup dihindarkan lagi. Persengketaan atau pertikaian antara Bosnia-Herzegovina dan Serbia sudah berlangsung cukup usang dan telah banyak memakan korban. Ribuan orang muslim Bosnia terbunuh dalam konflik dengan Serbia. Serbia juga telah melaksanakan pemboman atas Sarajevo, ibu kota Bosnia-Herzegovina. Tindakan Serbia tersebut menarik perhatian dunia internasional.
PBB meminta semoga tentara Yugoslavia segera ditarik dari Bosnia. NATO berkali-kali mengancam akan melaksanakan seragan terhadap Yugoslavia (Serbia). PBB kemudian tetapkan mengeluarkan blokade ekonomi terhadap Yugoslavia. Perkembangan selanjutnya, tentara Yugoslavia mempersenjatai tentara milisi Serbia-Bosnia, sehingga seolah-olah peperangan yang terjadi merupakan konflik dalam negeri Bosnia-Hervegovina.
Etnis Kroasia yang berada di Bosnia pun larut dalam peperangan tersebut. Dengan demikian peperangan yang pada mulanya berupa aksi suatu negara (Yugoslavia) terhadap negara lain (Bosnia-Herzegovina) bermetamorfosis konflik antaretnis.
Persengketaan antara Serbia dan Bosnia-Herzegovina, sampai ketika ini sudah sanggup diselesaikan secara tuntas. Permasalahan di bekas negara Yugoslavia itu kemudian sanggup mereda sehabis pihak-pihak yang bertikai (Serbia, Kroasia dan Bosnia) menandatangani Perjanjian Paris pada Desember 1995, Perjanjian itu berisi pembagian wilayah untuk Federasi Muslim-Kroasia (51 %) dan Serbia (49 %).
0 Response to "Perkembangan Di Bekas Negara Yugoslavia"
Posting Komentar