Upaya Perdamaian Di Timur Tengah (Palestina)
Upaya perdamaian di Timur Tengah dilakukan sebagai konsekuensi logis dari problem yang terjadi di Timur Tengah. Masalah Timur Tengah cenderung mengarah kepada problem yang terjadi di Palestina.
Masalah Palestina yakni problem bangsa Arab dan bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi menganggap bahwa tanah air Palestina yakni milik mereka (the Promise Land). Mereka berniat untuk menuju ke Palestina sehabis mengalami zaman “Diaspora” atau zaman perantauan jawaban pengejaran dari orang-orang Barat. Bangsa Yahudi lalu membentuk gerakan Zionisme pada tahun 1895 yang bertujuan sebagai berikut :
a. Menghimpun semua orang Yahudi di seluruh dunia menjadi satu bangsa.
b. Menjadikan Palestina sebagai tanah air bangsa Yahudi.
c. Mendirikan negara Yahudi (Israel) di Palestina.
d. Melakuakn eksodus (pengungsian besar-besaran) orang-orang Yahudi ke Palestina.
Dalam Perang Dunia I, Inggris menghadapi Turki di Timur Tengah. Pihak Inggris meminta kepada kedua bangsa baik bangsa Arab maupun bangsa Yahudi supaya membantu Inggris menghadapi Turki. Kepada bangsa Arab (Hussein), Inggris menyanggupi untuk memperlihatkan kemerdekaan negara-negara Arab termasuk Palestina. Oleh alasannya itu, Hussein memihak pada Inggris dengan mengobarkan Revolusi Arab dan berperang dengan Turki.
Sementara itu, Inggris mengeluarkan Balfour Declaration untuk memikat hati bangsa Yahudi dikala bangsa Yahudi menyanggupi untuk memperlihatkan pertolongan kepada Inggris. Balfour Declaration dilaksanakan tanggal 2 November 1917 dan berisi sebagai berikut :
a. Akan memperlihatkan a nation home untuk bangsa Yahudi di Palestina.
b. Hak-hak bukan bangsa Yahudi tidak akan dirugikan.
Balfour Declaration sangat merugikan bangsa Arab alasannya Inggris terang-terangan telah melanggar janjinya kepada Hussein. Sebaliknya Balfour Declaration diterima dengan baik oleh bangsa Yahudi. Dengan demikian, problem Palestina berubah menjadi menjadi problem segitiga, yaitu Arab-Yahudi-Inggris.
Balfour Declaration disebut oleh para politisi Perancis dengan perkataan Negre Blanc (Negro Putih). Dalam Balfour Declaration, Inggris memperlihatkan Palestina (sebagai barang) yang bukan miliknya (melainkan milik bangsa Arab) kepada pihak lain (Yahudi), dengan menyampaikan tidak bermaksud merugikan orang yang mempunyai barang itu (Arab). Sebenarnya Balfour Declaration merupakan teka-teki politik belaka.
Pada kenyataannya, Balfour Declaration menyebabkan banyak masalah, sehingga Inggris sendiri galau untuk menyelesaikannya. Akhirnya Inggris meninggalkan Palestina dan menyerahkan mandatnya atas Palestina kepada PBB pada tahun 1948. Arab dan Yahudi dibiarkan mencari sendiri penyelesaian masalahnya.
Ketika berlangsung Perang Dunia II, Yahudi terus memihak Inggris. Hal ini dilakukan oleh Yahudi dengan tujuan supaya sanggup memikat Inggris. Di pihak lain, Arab juga memihak Inggris. Tujuannya supaya sehabis perang selesai, Inggris mau memperlihatkan Palestina kepada Arab. Selama perang itulah terjalin kolaborasi antara Arab-Yahudi-Inggris.
Namun, sehabis Perang Dunia II berakhir, Yahudi keluar sebagai “orang” berpengaruh alasannya selama bekerja sama dengan Inggris mereka mendapat persenjataan yang lengkap dan modern dalam jumlah yang cukup banyak.
Jewish Agency yang merupakan sayap politik gerakan zionisme berubah menjadi menjadi Pemerintah Yahudi. Organisasi Haganah yang merupakan sayap militer gerakan zionisme menjadi tentara Yahudi. Jumlah orang Yahudi di Palestina pun meningkat. Mereka yakni korban perang yang tidak mempunyai tempat tinggal yang seharusnya diurus oleh PBB.
Semakin usang orang-orang Yahudi semakin banyak yang memasuki wilayah Palestina. Inggris menolak keras kedatangan orang-orang Yahudi. Jewish Agency dan Haganah pun membalas dengan kekerasan, sehingga timbulah perang antara Inggris dan Yahudi di Palestina. Orang-orang Yahudi menjalankan teror, sehingga menyebabkan terjadinya kekacauan di Palestina. Dengan terjadinya kekacauan ini, karenanya Inggris terpaksa membawa problem Palestina ke Sidang Umum PBB pada tanggal 18 Februari 1947.
Pada tanggal 29 November 1947, PBB tetapkan untuk membagi wilayah Palestina menjadi wilayah untuk bangsa Arab-Palestina dan wilayah untuk bangsa Yahudi. Keputusan PBB itu berarti kemenangan bagi bangsa Yahudi, alasannya dunia mengakui adanya bangsa Yahudi di Palestina.
Hal ini merupakan benih munculnya negara Israel yang hendak mereka wujudkan. Sebaliknya, bangsa Arab menolak keputusan PBB dengan segala upaya. Akhirnya, meletus pertempura-pertempuran antara bangsa Arab dan bangsa Yahudi. Pada bulan Mei 1948, negara Israel diproklamasikan dengan ibu kota Jerusalem sehabis Inggris mengundurkan diri dari Palestina.
Bangsa Arab Palestina, dibantu bangsa Arab lainnya menyerbu bangsa Israel. Gencatan senjata yang diprakarsai oleh PBB terjadi pada tahun 1948 dan 1949 tanpa penandatanganan perjanjian damai. Pertempuran antara bangsa Arab dan bangsa Yahudi mencapai puncaknya pada perang Arab-Israel tahun 1967. Dalam perang ini, Israel berhasil merebut kawasan Tepi Barat, Jalur Gaza, Lembah Sungai Yordan dan Dataran Tinggi Golan.
Pada tahun 1973, perang antara Arab dan Israel pecah kembali. Pada tahun 1974 dilakukan gencatan senjata untuk mengakhiri perang tersebut. Pada tahun 1977, Anwar Sadat (presiden Mesir) berkunjung ke Israel dengan tujuan untuk memperlihatkan legalisasi terhadap hak hidup bangsa Israel.
Setahun berikutnya dilaksanakan Perundingan Camp David yang mempertemukan presiden Anwar Sadat, Menachem Begin (perdana menteri Israel) dan Jimmy Carter (presiden Amerika Serikat). Status otonom kawasan Tepi Barat dan Jalur Gaza masih belum selesai.
Pada tahun 1982, Israel menginvasi Libanon. Hal tersebut menciptakan kekerabatan antara Israel dan Mesir menjadi buruk. Hubungan itu terputus sehabis Israel menyerang Beirut dan mendukung pembantaian terhadap pengungsi Palestina di kamp Palestina oleh milisi Phalangist. Pada tahun itu juga, presiden Amerika Serikat, Ronald Reagan mengusulkan resolusi perdamaian yang didasarkan atas hukum bahwa penentuan nasib bangsa Palestina harus dicapai dalam hubungannya dengan Yordania.
Pada bulan Februari 1990, Palestine Liberation Organization (PLO) memproklamasikan kemerdekaan negara Palestina dan mendapat dukungan dari beberapa negara, termasuk Indonesia. Peristiwa ini tidak mengakhiri krisis politik di Timur Tengah. Tentara Israel masih melaksanakan kerusuhan dan penganiayaan terhadap bangsa Palestina.
Perdamaian Palestina dan Israel, serta Arab dan Israel diupayakan dengan mengadakan Konferensi Timur Tengah di Madrid, Spanyol pada bulan Oktober 1991. Israel tidak hadir pada waktunya dan negara sponsor (Amerika Serikat dan Uni Soviet) tidak sanggup berbuat banyak.
Upaya-upaya untuk memecahkan konflik tersebut telah dilakukan oleh banyak sekali pihak. PBB sudah berulang kali mengeluarkan resolusi yang isinya meminta supaya Israel segera menarik diri dari daerah-daerah yang didudukinya. Namun, sampai sekarang Israel masih belum menaati resolusi-resolusi tersebut.
Masalah Palestina yang menjadi titik permasalahan di Timur Tengah belum sanggup dituntaskan, sampai kni dan masih sering kita dengar berita-berita perihal peristiwa-peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza, Dataran Tinggi Golan atau pada daerah-daerah yang berada di perbatasan Israel dengan negara-negara Arab di sekitarnya.
PBB sudah berulang kali menegaskan kepada Israel supaya segera meninggalkan kawasan Lebanon Selatan yang didudukinya. Namun, sepertinya Israel yang didukung oleh Amerika Serikat masih belum bersedia meninggalkan kawasan tersebut.
Sebenarnya, upaya perdamaian di Timur Tengah telah mencapai kemajuan semenjak 1993. Pada tanggal 13 September 1993, tercapai perdamaian antara Israel dan Palestina di Washington DC. Penandatanganan perjanjian perdamaian yang dilakukan oleh perdana menteri Israel, Yitzhak Rabin dan pemimpin Palestina Yasser Arafat disaksikan oleh presiden Amerika Serikat, Bill Clinton.
Perjanjian tersebut antara lain berisi penyerahan pemerintahan atas wilayah Jericho dan Jalur Gaza kepada Palestina. Kemudian, pada bulan September 1995, diadakan perjanjian persetujuan Israel –PLO di Washington DC mengenai penyerahan beberapa wilayah yang diduduki oleh Israel kepada Palestina.
Namun, insiden pembunuhan perdana menteri, Yitzhak Rabin pada tahun 1995 dan kemenangan Benyamin Netanyahu dari partai Likud dalam pemilu pada bulan Mei 1996, telah menyebabkan kekhawatiran akan prospek (harapan/kemungkinan) perdamaian di Timur Tengah.
Ketika menjadi utusan Israel di PBB, ia mencaci Arafat sbeagai biang t3r0ris. Setelah menjadi perdana menteri Israel, Netanyahu melanjutkan kegiatan pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Berkat tekanan negara-negara Arab, Amerika Serikat dan Uni Eropa, upaya perdamaian dilanjutkan. Pada bulan September 1996, diadakan perjanjian penarikan tentara Israel dari kota Hebron. Perjanjian tersebut mengharuskan Israel, secara sedikit demi sedikit meninggalkan kota Hebron. Meskipun demikian, konflik masih terus berlangsung. Hal tersebut dipicu oleh rencana Netanyahu untuk membangun pemukiman Yahudi di Yerusalem Timur.
0 Response to "Upaya Perdamaian Di Timur Tengah (Palestina)"
Posting Komentar