Urgensi Pendidikan Huruf (2)
Urgensi Pendidikan Karakter
Sumber http://dominique122.blogspot.com
Pemasalahan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk abjad serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi penerima didik semoga menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, terang bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan abjad penerima didik sehingga bisa bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.
Pendidikan abjad merupakan perpaduan yang seimbang diantara empat hal yaitu, olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga. Olah hati bermakna berkata, bersikap, dan berperilaku jujur. Olah pikir, cerdas yang selalu merasa membutuhkan pengetahuan. Olah rasa artinya mempunyai harapan luhur, dan olah raga maknanya menjaga kesehatan seraya menggapai harapan tersebut. Dengan memadukan secara seimbang keempat anasir kepribadian itu, peserta didik akan bisa menghayati dan membatinkan nilai-nilai luhur pendidikan karakter.
Banyak yang beranggapan kesuksesan seseorang banyak ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja. Sesungguhnya tidaklah benar jikalau ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis semata, tetapi lebih lebih banyak didominasi ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan abjad sangat penting untuk dikembangkan.
Berbicara duduk masalah pendidikan karakter, tentu tidak terlepas dari pengertian abjad itu sendiri. Karakter merupakan nilai-nilai sikap insan yang berafiliasi dengan Sang Penciptaa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan menurut norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dengan demikian, pendidikan abjad dapat pula dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai abjad kepada warga sekolah yang mencakup komponen pengetahuan, kesadaran dan tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan insan kamil.
Dalam konteks keindonesiaan, penerapan pendidikan karakter merupakan kebutuhan yang tidak sanggup ditawar-tawar lagi. Para putra putri bangsa telah banyak pemborong medali dalam setiap kompetisi olimpiade sains internasional. Mereka mereka membutuhkan penghargaan sebagai penggalan implementasi pendidikan karakter. Namun di sisi lain, masalah siswa-siswi cacat moral menyerupai siswi married by accident, agresi p0rn*grafi, masalah narkoba, plagiatisme dalam ujian, dan sejenisnya, senantiasa marak menghiasi sejumlah media. Bukan hanya terbatas pada penerima didik, lembaga-lembaga pendidikan maupun instansi pemerintahan yang notabene diduduki oleh orang-orang penyandang gelar akademis, pun tak luput terjangkiti virus dekadensi moral.
Realitas mencengangkan tersebut sanggup dianalogikan sebagai sebuah tamparan keras bagi bangsa. Para stakeholders dan pendidik yang tadinya diharapkan menjadi ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani, malah lebih menyuburkan slogan sarkastik: guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
"Ketidaksehatan" lingkungan pendidikan inilah yang kesudahannya mendorong munculnya tren homeschooling dan pendidikan virtual. Model pendidikan gres ini kian menciptakan sistem pendidikan formal tersisih. Tak sedikit keluarga penerima didik yang lantas mengalihkan anaknya untuk mengikuti kegiatan homeschooling lantaran khawatir akan dampak lingkungan sekolah yang tak lagi ‘steril’. Penyebab lain, tak jarang penerima didik mengalami tekanan psikologis di sekolah non-virtual disebabkan interaksi dengan guru yang terlalu kaku dan otoriter, plus tekanan pergaulan antarsiswa. Naasnya, pendidikan virtual bukannya memperlihatkan solusi, malah menciptakan penerima didik semakin tercabut dari persinggungan realitas sosialnya.
Berbagai fenomena di atas menuntut semoga sistem pendidikan dikaji ulang. Dalam hal ini, kurikulum sebagai standar pedoman pembelajaran belum sepenuhnya mengejawantahkan tujuan utama pendidikan itu sendiri, yaitu membentuk generasi cerdas komprehensif. Oleh lantaran itu, diharapkan reformasi pendidikan, demi memulihkan kesenjangan antara kualitas intelektual dengan nilai-nilai moral etika, budaya dan karakter.
Proses pendidikan di samping sebagai transfer pengetahuan—seharusnya menjadi alat transformasi nilai-nilai moral dan character building.. Semakin terdidik seseorang, secara logis, seharusnya semakin tahu mana jalan yang benar dan mana jalan yang menyimpang, sehingga ilmu dan kualitas akademis yang didapatkan tidak disalahgunakan.
Pendidikan abjad berupaya menjawab banyak sekali problema pendidikan remaja ini. Pendidikan tersebut yaitu sebuah konsep pendidikan integratif yang tidak hanya bertumpu pada pengembangan kompetisi kognitif penerima didik semata, tetapi juga pada penanaman nilai etika, moral, dan spritual.
Untuk mewujudkan pendidikan karakter, tidaklah perlu dibentuk mata pelajaran baru, tetapi cukup diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Salah satu cara yang efektif dengan mengubah atau menyusun silabus dan RPP dengan menyelipkan norma atau nilai-nilai dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai abjad tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan faktual dalam kehidupan penerima didik sehari-hari di masyarakat. Salah satunya dengan mengambangkan pembelajaran kontekstual.
Sumber http://dominique122.blogspot.com
0 Response to "Urgensi Pendidikan Huruf (2)"
Posting Komentar