Analisis Tentang Monolog Kolom “Tajuk Rencana” Pada Koran Kompas Edisi Maret 2006 Sebagai Planning Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Smpn 1 Cilegon
ANALISIS WACANA MONOLOG KOLOM “TAJUK RENCANA” PADA KORAN KOMPAS EDISI MARET 2006 SEBAGAI RENCANA BAHAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMPN 1 CILEGON
Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipakai insan berinteraksi dengan orang lain. Dengan menguasai banyak sekali bahasa, maka insan bisa membuka jendela dunia dan memperoleh pengalaman yang sebelumnya mungkin tak terpikir bahkan membayangkannya.
Pernyataan yang penulis ungkapkan diperkuat oleh Fatimah (1994 : 15) bahwa semua unsur komunikasi berafiliasi dengan fungsi bahas.
Peningkatan penggunaan bahasa pada sesorang, dari proses berpikir yang terbentuk semenjak belum dewasa akan berubah sesuai dengan proses pendewasaan. Proses pendewasaan sesorang bisa dilihat dari kreativitas dalam memakai bahasa. Oleh alasannya yaitu itu, cara dan kreatif. Misalnya bila sesorang diteriakan, jangan!, maka dengan impulsif ia akan menghentikan tangannya untuk mengambil sesuatu. Dengan menghentikan tangannya, ia akan melaksanakan acara berpikir, akan tetapi yang dipikirkan bukanlah makna jangan, melainkan mengapa saya dilarang.
Pernyataan yang penulis ungkapkan diperkuat oleh Aminudin dkk ( 2002 : 16 ) menyatakan bahwa, terdapatnya kreativitas penggunaan bahasa pada sisi lain sanggup mengambarkan bahwa lewat bahasa sesorang bisa keluar dari proses berpikir rutin yang terbentuk semenjak anak –anak maupun akhir acara sehari-hari.
Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting guna menuangkan ilham pokok pikiranya, baik dalam bentuk mulut maupun tulisan. Ketika sesorang mengemukakan gagasan, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan melainkan juga harus ada pemahaman. Dengan adanya pemahaman, maksud dan tujuanpun akan tersampaikan secara jelas.
Jika sesorang sudah bisa menguasi keterampilan berbahasa dengan baik, akan gampang baginya untuk mengembangkan talenta yang dimilikinya. Salah satunya bisa menulis berita, informasi yang dihasilkan akan dituangkan dalam bentuk wacana. Pada wacana yang dihasilkan, penulis perlu memperhatikan penggunaan kohesi dan koherensinya. Untuk mengatahui kohesi dan koherensi suatu wacana maka peneliti mempunyai cita-cita untuk melaksanakan penganalisan, serta kohesi dan koherensi ibarat apa yang dipakai pada wacana tersebut.
Bleyer dalam Romli ( 2005 : 35) mengungkapkan bahwa informasi yaitu sesuatu yang terkini (baru) yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar sehingga sanggup menarik atau mempunyai makna dan sanggup menarik minat bagi pembaca.
Dari pendapat di atas, sanggup memperkuat pernyataan peneliti bahwa informasi pada media massa mempunyai kemampuan menawarkan informasi wacana suatu hal yang menarik dan bermanfaat bagi pembacanya. Surat kabar ditentukan untuk menyajikan hal-hal gres yang bisa memikat para pembacanya. Dengan demikian media massa sanggup diketahui juga untuk seorang penulis berita, ia harus mengatahui rumus 5 w + I H. yaitu What, Who, Why, Where, When, dan How.
Pada ketika sesorang membaca surat kabar, pertama kali yang ia baca yaitu isi informasi tersebut. Setelah simpulan dibaca, kemudian koran akan dilipat dan dimasukan ke dalam tas bahkan dibiarkan begitu saja. Jarang sekali seorang pembaca meneliti kebahasaannya padahal, belum tentu setiap wacana tidak terdapat kesalahan. Misalnya saja kesalahan penulisan atau penggunaan EYD, tidak terdapatnya kekohesian pada wacananya, dan lain sebagainya. Ketika peneliti membaca koran kompas “Tajukrencana”, peneliti tidak menemukan kekohesian penggunaan pronomina bentuk penanya. Adapun wacananya yaitu sebagai berikut :
Pemasangan Kebebasaan Pers. Filipina
Sekalipun tidak ada media massa yang ditutup, penjagaan abdnegara kepolisian atas kantor sebuah surat kabar di Manila, Ibu Kota Negara, dikhawatirkan akan memberi imbas ketakutan kepada wartawan dalam menjalankan kiprah jurnalistiknya.
Surat kabar itu dinilai ikut mengipas-ngipas ketegangan, dan wartawannya dinilai tidak bisa menahan diri di tengah kondisi darurat. Kasus penjagaan itu merupakan komplikasi atas dekrit keadaan darurat yang dikeluarkan Presiden Arroyo tanggal 24 Februari lalu.
Padahal, semula dekrit dimasukan untuk mencegah memburuknya situasi keamanan setelah terbongkarnya persekutuan militer yang ingin melancarkan kudeta. Dalam perkembangannya. Pemerintah upaya tergantung atas liputan media massa yang mengancam keras dekrit keadan darurat lantaran membatasi keadaan sipil dan membahayakan kehidupan demokrasi.
Ekspresi sikap kritis media massa itu bahwasanya sebagai bab dari pelaksanan fungsi kontrolnya. Tentu saja dalam keleluasaan menjalankan fungsi kontrolnya, media massa tidak boleh kehilangan sikap mawas diri, bekerja di media massa bukanlah pekerjan mudah, tidak asal-asalan.
Perlu upaya terus-menerus pula untuk melaksanakan perbaikan mutu ibarat berlangsung dalam banyak sekali aspek kehidupan lainnya. Jelaslah, media massa perlu diperbaiki, bukan dimatikan.
Di tengah banyak sekali kekurangan, kelemahan, dan keterbatasannya, media masssa bagaimanapun mempunyai kiprah tidak kecil dalam mengembangkan fungsi membuatkan informasi dan edukasi bagi kemajuan masyarakat.
Tidak jarang dalam menjalankan kiprah strategisnya itu, media massa sering menerima tantangan berat, termasuk dari penguasa. Godaan kekuasaan untuk melaksanakan sensor dan membatasi kebebasan pers. Masih menggejala di mana-mana.
Namun, oleh perkembangan zaman, kelihatannya efektivitas sensor cenderung merosot, sekurang-kurangnnya ibarat dialami pemerintah China. Di tengah tuntutan transparansi, lebih-lebih lagi oleh kehadiran multimedia konvensional ibarat surat kabar, radio, dan televisi, tetapi tidak dengan layanan pesan singkat (sms) internet, dan telepon seluler. Dampak revolusi teknologi informasi yang menghadirkan multimedia memang luar biasa.
Tidak adanya kekohesian penggunaan pronomina bentuk pertanyaan, tidak menutup kemungkinan bahwa penggunaan kohesi bentuk kata ganti diri, penghubung, tak tentu, kepemilikan, dan petunjuk tidak terdapat pada koran ini. Selain itu, apakah wacana pada koran kompas sudah memenuhi kriteria kebahasaan?. Apakah wacana tersebut sanggup diterapkan dalam proses berguru di kelas?. setelah diterapkan dalam proses pembelajaran, apakah wacana pada koran kompas tersebut sanggup merubah sikap berbahasa pada setiap individu di kelas?.
Untuk menjawab kegelisahaan yang dipaparkan penulis, maka diperlukan penganalisisan wacana pada koran itu guna mendapatkan tanggapan yang akurat. Maka dari itu, penulis menciptakan judul “ Analisis Wacana Monologi kolom” Tajuk Rencana” Pada Koran Kompas Edisi Maret 2006 Sebagai Rencana Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Sekolah Menengah Pertama N I Cilegon”.
Kajian Relevansi
Untuk menghindari terjadinya kesalahan, seorang peneliti harus mengkaji Skripsi sebelumnya yang sama dengan kajian yang penulis teliti. Sugiono (2005 : 1) menyampaikan bahwa yaitu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dari pendapat tersebut sanggup dijelaskan bahwa cara ilmiah yang gunakan oleh seorang peneliti bukanlah cara yang dilakukan dengan rekayasa atau kebohongan untuk memperoleh data. Data yang didapatkan dipakai untuk memahami dan memperjelas masalah, memperkecil bahkan sanggup memecahkan masalah, serta melaksanakan antisipasi guna mencegah timbulnya masalah. Oleh lantaran itu, penulis mencoba semaksimal mungkin untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi duduk kasus yang ada dalam proses berguru mengejar khususnya pelajaran bahasa Indonesia yang menyangkut wacana wacana.
Teks wacana yang diberikan seorang Guru kepada siswanya diambil dari media massa, tujuanya untuk memfariasikan pembelajaran. Lubis (1991 : 21) menyampaikan bahwa wacana yaitu kesatuan dari beberapa kalimat yang satu dengan yang lain terkait dengan erat. Pendapat tersebut sanggup dijelaskan bahwa wacana merupakan satu kesatuan dari beberapa kalimat.
Dari pendapat di atas, sanggup disimpulkan bahwa wacana yaitu unit bahasa yang paling lengkap. Rangkaian kalimat pertamanya mempengaruhi kalimat kedua, kalimat kedua mempengaruhi kalimat ketiga, kalimat ketiga mempengaruhi kalimat keempat dan seterusnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa orang yang melaksanakan penelitian yang sejenis dengan proposal yang penulis usikan yaitu penelitian wacana wacana. Adapun judul penelitian yang telah dilakukan diantaranya:
Penelitian yang dilakukan oleh Rasyidi dengan Judul “Analisis Wacana Dalam Rubrik Editorial Media Indonesia Edisi April Sampai Dengan Mei 2005”. Dapat dinyatakan bahwa wacana goresan pena yang di analisis dengan melihat kekohesian unsur yang membentuknya. Dapat disimpulkan sebagai berikut : 5 kohesi gramatikal yang mencakup, Frasa nominal dan Klausa, 6 unsur kohesi leksikal yang meliputi repetisi secara penuh, penggantian bentuk dan repetisi. Kata ganti dari hasil analisis.Wacana tersebut sanggup dipakai sebagai materi pembelajaran wacana di Sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Nida Ul Husna dengan judul “Analisis Kesalahan Morfologi dalam wacana publik Radar Banten Edisi Juni 2005 dan model pembelajaran di kelas I SMA”. Menyimpulkan bahwa kesalahan morfologi pada wacana tersebut sebanyak 35 kesalahan. Adapun kesalahan tersebut berupa : (1) penulisan afiksasi sebanyak 18 kesalahan, (2) pemilihan afiks sebanyak 7 kesalahan, (3) penggunaan kata ulang sebanyak 2 kesalahan, (4) penulisan kata beragam sebanyak 8 kesalahan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan oleh peneliti tersebut, sanggup disusun model planning pembelajaran bahasa (aspek morfologi) di kelas 1 SMA.
Penelitian yang dilakukan oleh Susi Agustina dengan Judul “Analisis Wacana Monolog Kolom Hikmah Pada Harian Umum Republika Sebagai Masukan Bagi Pengajaran Menulis Di SMA” Menyimpulkan bahwa wacana monolog pada kolom nasihat merupakan karangan ringan, lezat dibahas, dan gampang dibaca. Koherensi terhadap wacana monolog yaitu kekerabatan timbal balik yang baik dan terperinci antara unsur (kata / kelompok kata) yang membentuk kalimat itu.
Dari penelitian yang telah dipaparkan, ketiga peneliti tersebut semuanya membahas dan menganalisis wacana. Satu di antaranya menganalisis kesalahan morfologi, sedangkan dua di antaranya membahas wacana kohesi dan koherensi secara makro. Akan tetapi, kedua penulis yang membahas kohesi dan koherensi secara makro tidak dibahas secara keseluruhan melainkan hanya beberapa paragraf saja yang menjadi fokus penelitian. Jika penelitian itu dilakukan secara makro, maka kohesi dan koherensi harus dibahas keseluruhan isi wacananya sehingga tidak menghasilkan penelitian yang mikro.
Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, maka untuk memudahkan seorang peneliti dalam penelitiannya kiranya penulis perlu membatasi ruang lingkup permasalahan. Adapun ruang lingkup yang akan dibatasi yaitu hal yang menyangkut wacana penelitian “Wacana Monolog” bentuk tertulis yang terdapat pada “Koran Kompas”. Peneliti memfokuskan penelitian berupa kohesi dan akan membatasi “Kekohesian” pada penggunaan “Pronomina”.
Pertanyaan Penelitian
Dari fokus penelitian di atas, muncul beberapa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
Apa sajakah kohesi penggunaan pronomina yang terdapat dalam kolom “Tajuk Rencana” pada Koran Kompas Edisi Maret 2006?
Dapatkah hasil analisis wacana monolog kolom “Tajuk Rencana” pada Koran Kompas Edisi Maret 2006 dijadikan sebagai planning materi pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama N I Cilegon?.
Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :
Untuk mengatahui kekohesian dan bentuk pronomina yang terdapat dalam kolom “Tajuk Rencana” pada koran kompas.
Untuk mengatahui apakah kolom “Tajuk Rencana” pada Koran Kompas sanggup dijadikan sebagai planning materi pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah.
Tinjauan Pustaka
Pengertian Wacana
(Kridalaksana ) Via (Tarigan, 1987 : 25). Wacana yaitu satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. (Syamsudin, 1992 : 5). Wacana yaitu rangkaian ujar atau tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satuan yang koheren, dibuat oleh unsur segemen maupun non segmen bahasa. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Widdowaon, dalam 1 dewan Putu Wijana, dkk (2002 : 59) menyatakan bahwa kalimat-kalimat yang menyusun sebuah wacana berafiliasi satu sama lain, tidak berdiri sendiri-sendiri secara acak (random).
Dari pendapat-pendapat di atas, ada beberapa hal yang menyangkut wacana pengertian wacana. Hal tersebut meliputi : (1) merupakan satuan gramatikal terbesar, (2) disusun secara sistematis, (3) berkaitan bersahabat antara kalimat satu dengan yang lainnya.
Berdasarkan para jago wacana wacana sanggup disimpulkan bahwa wacana merupakan unsur bahasa yang paling lengkap. Kalimat yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan ditulis secara teratur, sistematis, dalam satuan yang koheren atau runtut, serta dibuat oleh unsur segmen maupun nonsegment bahasa, artinya wacana itu dibuat dari unsur bahasa yang terkecil hingga yang terbesar, yaitu: bunyi, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Sedangkan unsur nonsegment berupa situasi, ruangan, waktu pemakaian, tujuan pemahaman bahasa, pemakaian bahasa itu sendiri, intonasi, tekanan, makna dalam bahasa, dan perasaan berbahasa.
Pada umumnya para jago beropini bahwa wacana yaitu unsur bahasa yang paling lengkap baik dari segi struktur, makna maupun intonasi. Wacana merupakan satu kesatuan yang saling berafiliasi yang tidak sanggup dipisah-pisahkan antara bunyi, frasa, klausa, maupun kalimatnya.
Stubbs dalam Rani (2000 : 9). Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang dipakai secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Senada dengan itu, Tarigan (1987 : 24) menyatakan bahwa analisis wacana yaitu telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Lubis, (1991 : 20) menyatakan bahwa analisis wacana sudah tentu melibatkan analisis sintaksis dan semantik, tetapi yang terpenting yaitu analisis secara pragmatik.
Dari definisi-definisi di atas, ada beberapa hal yang menyangkut dengan pengertian analisis wacana, hal tersebut meliputi : (1) suatu kajian yang meneliti bahasa, (2) telaah fungsi bahasa, (3) dan merupakan analisis sintaksis dan semantik.
Berdasarkan pendapat para jago di atas, sanggup disimpulkan bahwa bahasa yang biasa dipakai dalam komunikasi sehari-hari (alamiah). Yakni penggunaan bahasa dalam konteks sosial khususnya kekerabatan antar penutur. Hubungannya dengan pragmatik yaitu merupakan penganalisisan studi bahasa dengan pertimbangan-pertimbangan konteks. Dengan demikian, pragmatik mempunyai peranan yang begitu penting demi sampainya sesorang kepada makna-makna kalimat yang sebenarnya.
Jenis Wacana
Definis yang diberikan oleh para jago tentu berlainan antara satu dengan lainnya. Hal ibarat itu sudah terbiasa dalam ilmu sosial. Pengertian wacana sesuatu selalu tidak utuh, niscaya ada saja kekurangan bila dilihat dari sudut pandang yang lain. Wacana dilihat menurut jalan masuk komunikasi, dibedakan menjadi dua jenis yaitu berupa wacana tulis dan wacana lisan.
Tarigan, (1987 : 52) menyatakan bahwa wacana tulis atau written discourse yaitu wacana yang disampaikan secara tertulis, meliputi media tulis. Hal serupa diungkapkan oleh Hayon (2003 : 26) yang menyatakan bahwa wacana tulis terutama pada media yang memakai bahasa tulis. Pendapat para jago diperkuat oleh Rani dkk, (2000 : 26) menyatakan bahwa wacana tulis yaitu teks yang berupa rangkaian kalimat yang memakai ragam bahasa tulis.
Berdasarkan pendapat para ahli, penulis menyimpulkan bahwa wacana tulis merupakan wacana yang disampaikan secara tertulis. Wacana tulis ini sanggup diperoleh dengan gampang dalam kehidupan kehidupan sehari-hari. Adapun wacana tulis berbentuk buku, informasi koran, artikel, makalah, majalah, dan sebagainya. Biasanya wacana tulis itu lebih panjang, unit-unit bahasanya lengkap, dan mengikuti hukum bahasa. Kadang-kadang berisi keterangan-keterangan untuk memperjelas pesan dan menghindari kesalah tafsiran makna oleh pembacanya.
Tarigan (1987 : 55) menyatakan bahwa wacana mulut atau spoken disscorse yaitu wacana yang disampaikan secara lisan, meliputi media lisan. Senada dengan itu, Hayon (2003 : 42) menyatakan bahwa wacana mulut ditemukan dalam percakapan, pidato, dan lain-lain. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Arifin, dkk (2000 : 26) yang menyatakan bahwa teks mulut merupakan rangkaian kalimat yang ditranskrip dari rekaman bahasa lisan.
Kalau diperhatikan baik-baik, pendapat-pendapat di atas intinya mempunyai persamaan, bahwa wacana mulut merupakan rangkaian kalimat disampaikan secara lisan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, sanggup dikatakan bahwa wacana mulut merupakan wacana yang disampaikan melalui percakapan , pidato, siaran pribadi di radio atau TV. Kalimat dalam wacana mulut biasanya kurang berstruktur, sesorang harus mempunyai pemahaman yang tinggi, memerlukan daya simak yang tinggi lantaran pada wacana mulut sulit mengulang hal yang tepat-sama dengan ujaran pertama.
Untuk mendapatkan dan memahmi wacana mulut maka seorang harus menyimak atau mendengarkan. Dalam mengutarakan maksud dan tujuan secara lisan, maka diperlukan gerakan tubuh, pandangan mata, memik, dan lain-lain, yang turut memberi makna wacana tersebut.
Analisis Wacana Monolog
Analisis wacana monolog intinya mempunyai banyak kesamaan dengan analisis wacana dialog, terutama dalam hal prinsip- prinsip dasarnya. Beberapa perbedaan yang menonjol di antaranya menyangkut aspek tatap muka, pecahan pasangan percakapan, dan komitmen berbicara. Aspek-aspek ini tidak terdapat di dalam wacana monolog. Wacana monolog dibagi menjadi dua bab yaitu kohesi dan koherensi.
Brown dan Yule dalam Martutik dkk (2000 : 88) menyatakan bahwa kohesi yaitu kekerabatan antar bab dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa. Hal serupa diungkapkan oleh Syamsuddin, (1992 : 80) mengungkapkan bahwa kohesi yaitu segala bentuk kekerabatan antar tuturan, baik dari tataran: antarkalimat, di dalam sebuah kalimat, maupun leksikon. Pendapat tersebut diperkuat oleh Aminudin, dkk (2002 : 32) bahwa kohesi yaitu unsur pembentukan satuan yang menguntai kalimat yang satu dengan kalimat lain dalam satuan teks.
Berdasarkan pendapat para jago di atas, bahwa kohesi merupakan sarana penghubung. Penggunaan kalimat dalam wacanannya tidaklah berdiri sendiri melainkan saling berafiliasi membentuk satu kesatuan. Kohesi ini melukiskan bagaimana caranya proposisi-proposisi yang saling berafiliasi satu sama lain untuk membentuk suatu teks.
Halliday dan Hasan dalam Tarigan, (1987 : 96) mengelompokan sarana-sarana kohesif itu ke dalam lima katagori, yaitu : pronomian (kata ganti), subtitusi (penggantian), elipsis, konjungsi, dan leksal.
Kelima kategori kohesi itu, sanggup dijelaskan sebagai berikut: pronomina atau kata ganti terdiri dari kata ganti diri seperti; saya, aku, kita, kami, engkau, kamu, kau, kalian, anda, dia, dan mereka. Kata ganti penunjukan ibarat ; ini, itu, sini, situ, saya, di sini, di sana, ke sini, ke situ, dan ke sana. Kata ganti empunya seperti; - ku, -mu, -nya, kami, kamu, kalian, dan mereka. Kata ganti penanya seperti; apa, siapa, dan mana. Kata ganti tak tentu antara lain siapa-siapa, masing-masing, sesuatu, seseorang, dan para.
Subtitusi yaitu kekerabatan gramatika, (Lubis, 1991 : 35). Dari pendapat tersebut sanggup dijelaskan bahwa Subtitusi merupakan kekerabatan gramatikal, lebih bersifat kekerabatan kata dan makna. Subtutusi dalam bahasa Indonesia sanggup bersifat nominal, verbal, klausal, atau adonan misalnya. Satu, sama, ibarat itu, sedemikian rupa, demikian, begitu, melaksanakan hal yang sama.
Lubis (1991 : 38) menyatakan bahwa ellips yaitu penghilangan satu bab dari unsur kalimat itu. Hal serupa diungkapkan oleh Kridalaksana dalam Tarigan, (1987 : 101) yang menyatakan bahwa Elipsis yaitu penghapusan kata.
Berdasarkan pendapat para jago sanggup dijelaskan bahwa ellips merupakan sesuatu yang ada akan tetapi sesuatu itu tidak diucapkan atau tidak ditulis. Elipsis sanggup dibedakan atas elipsis nominal, elipsis verbal, dan elipsis klasual.
Kridalaksana dalam Tarigan (1987 : 101) menyatakan bahwa konjungsi yaitu yang dipakai untuk menggabungkan kata dengan kata, Frase dengan Frase, klasua dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan paragraf.
Berdasarkan pendapat tersebut, sanggup dijelaskan bahwa konjungsi merupakan sarana untuk menghubungkan atau merangkaikan ide, baik dalam satu kalimat maupun antar kalimat. Kata- kata konjungsi tersebut ibarat dan, tetapi, atau, kemudian, setelah itu, seperti, maksud saya dan lain-lain.
Leksikal terdiri atas dua macam. Pertama, pengulangan yaitu piranti kohesi yang dipakai dengan mengulang sesuatu proposis atau bab dari proposisi. Kedua, kolokasi kata yang mengambarkan adanya kekerabatan kawasan (lokasi).
Moelino dkk (1988 : 428) menyatakan bahwa koherensi juga merupakan kekerabatan antar proposisi, tetapi perkaitan tersebut tidak secara ekplisit atau faktual sanggup dilihat pada kalimat-kalimat yang mengungkapkan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Widdowson dalam Rani (200 : 134) mengemukakan bahwa istilah koherensi mengacu aspek tuturan, bagaimana proposisi yang terselubung disimpulkan untuk menginterprestasikan tindakan ilokusinya dalam memebentuk sebuah wacana.
Berdasarkan pendapat para jago di atas, penulis menyimpulkan bahwa koherensi merupakan kekerabatan antar proposisi yang di dalam suatu wacananya sanggup membentuk suatu wacana yang runtut meskipun tidak terdapat penghubungan kalimat yang digunakan.
Media
Memahami Bias Media
Pada dasarnya bias informasi terjadi lantaran media massa tidak berada di ruang vakum. Media sesuguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan banyak sekali kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan bermacam-macam (Sobur, 2002 : 29).
Memperhatikan pendapat jago di atas, terperinci bahwa suatu media massa berada pada posisi antara kenyataan yang ada di dalam lingkungan masyarakat. Dengan demikian, informasi terjadi lantaran adanya banyak sekali kepentingan, konflik, fakta yang utuh dan beragam. Oleh alasannya yaitu itu, media massa tidak berada pada suatu ruang yang kosong dan hampa.
Althusser dalam Zasrow dalam Sobur (2002 : 30) mengungkapkan bahwa media, dalam hubunganya dengan kekuasaannya, menempati posisi strategis, terutama lantaran kemampuannya sebagai sarana legitimasi. Media masssa sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan, agama, seni, dan kebudayaan, merupakan bab dari alat kekuasaan negara yang bekerja secara idiologis guna membagun kepatuhan khalayak terhadap kelompok yang berkuasa.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa media massa dari kekuasaan berada pada posisi yang menguntungkan terutama media masssa mempunyai kemampuan sebagai sarana legitimasi, legitimasi merupakan surat keterangan yang membenarkan bahwa pemegang surat itu betul-betul dia. Disamping itu, media massa mempunyai kiprah yang sama ibarat lembaga-lembaga pendidikan, agama, seni, dan kebudayaan yang merupakan bab dari alat kekuasaan negara. Ia bekerja secara ideologis untuk membangun kepatuhan.
Gramsc dalam Zastrovw dalam Sobur (2002 : 30) mengungkapkan bahwa media sebagai ruang di mana banyak sekali idiologi direpresentasikan. Di satu sisi, media menjadi sarana penyebaran ideologi penguasaan, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Di sisi lain, media juga bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi mayoritas bagi kepentingan kelas mayoritas , sekaligus juga bisa menjadi instrumen usaha bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.
Berdasarkan pendapat di atas, sanggup dijelaskan bahwa Antoni beropini beda dengan Althousser. Ia menyampaikan bahwa media merupakan kawasan di mana banyak sekali keyakinan digambarkan di satu sisi, media berfungsi sebagai sarana penyebaran idiologi penguasaan, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat untuk membangun budaya dan ideologi yang sangat besar lengan berkuasa bagi kepentingan kelas yang berkuasa. Sekaligus menjadi alat usaha bagi kaum yang tertindas untuk membagun kultur dan ideologi tandingan.
Meskipun pendapat mereka berbeda, namun keduanya terdapat komitmen bahwa media massa merupakan sesuatu yang netral dan seimbang dengan banyak sekali kepentingan yang ada dalam media massa. Tidak hanya ideologi, akan tetapi media massa mempunyai kepentingan lain untuk disampaikan. Misalnya kepentingan kapitalisme pemilik modal, demonstrasi buruh, dan lain sebagainya. Ini berarti, bahwa media massa mustahil selalu berdiri di tengah-tengah, akan tetapi ia akan bergerak, bergeser sesuai dengan hal-hal yang gres atau yang sedang bermain. Oleh alasannya yaitu itu, informasi ia media massa sulit untuk dihindari.
Media massa merupakan alat untuk memberikan informasi atau gamabran umum wacana banyak hal. Media massa mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai forum yang sanggup mempengaruhi publik. Ini memungkinkan media massa mempunyai kepribadian yang ganda. Pertama, media bisa menawarkan imbas positif kepada publik. Kedua, media massa sanggup menawarkan imbas yang negatif. Bahkan, media yang mempunyai peranan sebagai alat untuk memberikan informasi dipandang sebagai faktor yang paling memilih dalam proses perubahan sosial-budaya dan politik.
Tajuk Rencana
Tajuk planning yaitu goresan pena kolom yang dibuat oleh redaksi penerbit pers. Ia dimuat dihalaman khusus bagi tulisan- goresan pena opini wacana suatu duduk kasus atau insiden ( Romli, 2005 : 88).
Berdasarkan pendapat di atas, dijelaskan bahwa tajuk planning merupakan tulisan-tulisan berupa opini wacana suatu duduk kasus yang biasanya dimuat dihalaman khusus dan ditulis oleh pemimpin redaksi..
Jika sesorang membaca koran, maka ia akan menemukan nama kolom opini. Halaman opini ini bisanya berisikan tajuk planning / pojok, artikel, surat pembaca, karikatur dan kolom. Pada halaman opini terkecuali tajuk rencana-rencana opini biasanya ditulis khusus oleh penulis ternama, pengamat, para pakar, atau analisis. Opini atau pemikiran yang disuarakan lewat tajuk yaitu visi, misi dan evaluasi orang, kelompok, atau suatu organisasi mengenai suatu hal haruslah orang terpercaya yang mengetahui kebijakan pemerintaahan.
Romli (2005 : 89) mengemukakan bahwa Tajuk planning (editorial) biasa disingkat “Tajuk” saja disebut juga “induk karangan” “opini redaksi”, atau “Leader”. Tajukrencana merupakan Jatidiri atau identitas sebuah media massa sesuai dengan visi dan misi tersebut
Dari pendapat di atas, sanggup dijelaskan bahwa tajukrencana juga biasanya disebut sebagai editorial. Seseorang bisa menilai baik atau tidaknya kualitas suatu koran sanggup dilihat dari hasil goresan pena tajukrencana. Karena ia merupakan jatidiri dari sebuah media massa sesuai dengan visi dan misi media tersebut.
Metode Dan Teknik Penelitian
Metode
Metode penelitian yaitu cara yang dipakai oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya, (Arikunto, 1997 : 136).
Berdasarkan pendapat tersebut. Maka peneliti sanggup memakai cara untuk mengumpulkan materi atau data penelitiannya dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu : objek penelitian, sumber data, waktu, dan teknik yang akan dipakai untuk mengolah data bila sudah terkumpul.
Di dalam penelitian ini, peneliti mengunakan metode deskriptif, yaitu analisis konten atau analisis isi. Penelitian memfokuskan penelitian pada level mikro berupa kata. Kemudian, peneliti mencari data. Apabila datanya telah terkumpul kemudian diklasifikasikan menjadi data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata. Peneliti memfokuskan pada bentuk isi wacana yang akan ditelitinya.
Data yang diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik, melainkan tetapi dalam bentuk kualitatif. Peneliti segera melaksanakan analisis isi dengan menawarkan pemaparan yang diteliti dalam bentuk uraian.
Teknik Penelitian
Teknik penelitian yang akan dipakai oleh peneliti yaitu :
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yaitu pencatatan peristiwa-peristiwa, hal-hal, keterangan-keterangan, karakterstik-karakteristik, sebagaian atau seluruh populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian (Hasan, 2002 : 83). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut :
Dokumentasi
Peneliti memakai cara dengan mencari dan mengumpulkan data yang berupa catatan-catatan, ibarat teori, pendapat dari para ahli, dan surat kabar.
Studi Pustaka
dengan membaca dan mengenal pengalaman-pengalaman orang lain, berarti mencari teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi, yang sanggup dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan itu (margono, 1996 : 76).
Dalam melaksanakan suatu penelitian, penulis perlu melihat penelitian orang lain yang sanggup dijadikan sebagai patokan untuk penelitian selanjutnya.
Untuk menerima hasil penelitian yang baik, akurat, dan relevan, penulis perlu membaca sumber teladan umum yang diperoleh dari kepustakaan berupa buku-buku teks, laporan hasil penelitian orang lain, dan sejenisnya. Hal ini dilakukan biar penelitian ini mempunyai dasar yang kokoh serta sanggup dijadikan patokan untuk penelitian selanjutnya. Kegiatan dalam seluruh proses ini yaitu membaca.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu :
Peneliti membaca dan mempelajari hasil penelitian yang diperoleh orang lain
Penelitian mempelajari metode penelitian yang dipakai oleh orang lain
Penelitian akan mengumpulkan data dari sumber lain yang bersangkutan paut dengan penelitian yang akan dikerjakan.
Penelitian mempelajari analisis dedukatif dari duduk kasus yang telah dilakukan orang lain.
Pengolahan Data
Pengolahan data yaitu suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan memakai cara atau rumus-rumus tertentu (Hasan, 2002 : 89).
Dalam teknik pengolahan data, penulis memakai teknik analisis yang bersifat kualitatif. Oleh lantaran itu, hasil penelitian yang akan diperoleh bukanlah berupa angka statistik.
Penelitian akan mencari data, setelah data terkumpul peneliti akan melaksanakan pengolahan dengan mengklasifikasikan data, yaitu mengolongkan anekaragam tanggapan ke dalam kategori yang sudah ditentukan.
Adapun langkah-langkah yang dipakai peneliti yaitu sebagai berikut :
Mengumpulkan sumber data yang akan diteliti yaitu dari koran kompas “ Tajukrencana”.
Membaca sumnber data untuk mencari data yang akan diteliti kemudian.
Inpentaris yang diteliti
Mendeskripsikan data yang diperoleh
Menyimpulkan hasil analisis
Sumber Data Peneliti
Peneliti memperoleh sumber data dari Koran Kompas Kolom “Tajukrencana” Edisi Maret 2006 sebanyak 13 lembar.
Jadwal Penelitian
No | Tahap | Kegiatan | Bulan | |||||
Feb | Mar | Apr | Mei | Juni | Juli | |||
1. | Persiapan | Penetapan objek penelitian | X |
|
|
|
|
|
Pengajuan Proposal | X |
|
|
|
|
| ||
Seminar Proposal | X |
|
|
|
|
| ||
Perbaikan Proposal | X |
|
|
|
|
| ||
Pengesahan Proposal |
| X |
|
|
|
| ||
Penentuan Pembimbing |
| X |
|
|
|
| ||
Bimbingan intensif Proposal |
| X |
|
|
|
| ||
2. | Penyusunan Skripsi | Pengunpulan data |
| X |
|
|
|
|
Analisis Data |
|
| X |
|
|
| ||
Menyusun Skripsi |
|
| X |
|
|
| ||
Bimbingan Bab I |
|
| X |
|
|
| ||
Bimbingan Bab II |
|
| X |
|
|
| ||
Bimbingan Bab III |
|
|
| X |
|
| ||
Bimbingan Bab IV |
|
|
| X |
|
| ||
|
| Bimbingan Bab V |
|
|
| X |
|
|
3 | Ujian Skripsi da Sidang Skripsi | Penggandaan Skripsi |
|
|
| X |
|
|
Pendaftaran Ujian Skripsi |
|
|
|
| X |
| ||
Presentase hasil penelitian / Skripsi pada Penguji |
|
|
|
| X |
| ||
4. | Revisi Skripsi | Perbaikan Skripsi |
|
|
|
| X |
|
Penjilidan Skripsi |
|
|
|
| X |
| ||
Penyerahan Laporan Skripsi |
|
|
|
|
| X |
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan. Moelino, M. Anton dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Aminudin. Ht, Faruk. Budiman, I Dewa Putu Wijaya Kris. Budianta, Melani. 2002. Analisis wacana Dari Lingustik Sampai Dekonstruksi. Yogyakarta : Kanal
Arifin, Bustanul. Martutik dan Rani, Abdul. 2000 Analisis Wacana Sebuah kajian Bahasa Dalam Pemakaian. Malang : Bayu Media.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Djajasudarman, T. Fatimah 1994 Wacana Pemahaman dan Hubungan Antar Unsur. Bandung : Eresco.
Hayon, Josep. 2003 Membaca dan menulis wacana. Jakarta : Storial Grafika.
Lubis, Hasan Hamid A. 1991 Analisis Wacana Pragmatik. Angkasa Bandung.
Margono, s. 1996 Metodelogi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Romli, Asep Syamsul M 2005. Jurnalistik Terapan. Bandung Batik Press
Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media. Bandung : Rosda
Syamsudin 1992. Studi Wacana Teori Analisis pengajaran. Mimbar pendidikan bahasa dan seni Fpbs IKIP Bandung
Tarigan, Henry G. Pengajaran Wacana Angkasa Bandung.
Hasan, Iqbal 2002 Pokok-pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya Jakarta : Galia Indonesia
OUT LINE
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kajian Yang Relevan
Fokus Penelitian
Pertanyaan Penelitian
Tujuan Penelitian
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
Wacana
Pengertian Wacana dan
Analisis Wacana
Jenis Wacana
Wacana Lisan
Wacana Tulis
Analisis Wacana Monolog
Kohesi
Koherensi
Media
Tajuk Rencana
BAB III METODE PENELITIAN
Metode dan Teknik Penelitian
Metode Penelitian
Teknik Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan Data
BAB IV HASIL PENELITIAN
Penyajian Data
Analisis dan interprestasi Data
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
0 Response to "Analisis Tentang Monolog Kolom “Tajuk Rencana” Pada Koran Kompas Edisi Maret 2006 Sebagai Planning Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Smpn 1 Cilegon"
Posting Komentar