-->

iklan banner

Infrastruktur Politik

Infrastruktur politik ialah suatu forum politik yang ada di masyarakat. Infrastruktur politik mencakup partai-partai politik, organisasi-organisasi kemasyarakatan (ormas), lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok-kelompok penekan, media massa, tokoh-tokoh politik, dan kelompok kepentingan. Infrastruktur politik mempunyai tugas (fungsi) sebagai berikut.
  1. Komunikasi politik, yaitu berfungsi untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik asosiasi, institusi, atau pikiran intragolongan maupun sektor kehidupan politik masyarakat dengan sektor pemerintahan.
  2. Pendidikan politik, yaitu guna meningkatkan pengetahuan politik masyarakat semoga mereka juga sanggup ikut berperan serta dengan maksimal dalam sistem politik. Hal ini sesuai dengan paham demokrasi bahwa masyarakat (warga negara) harus bisa untuk menjalankan partisipasi politik.
  3. Melakukan seleksi kepemimpin, yaitu menyelenggarakan pemilihan pemimpin atau calon pemimpin bagi masyarakat.
  4. Agregasi kepentingan, merupakan penyertaan segala aspirasi dan pendapat masyarakat kepada pemegang kekuasaan yang berwenang supaya tuntutan/ proteksi menjadi perhatian dan menjadi serpihan dari suatu keputusan politik.
  5. Mempertemukan kepentingan ragam serta nyata-nyata hidup di dalam masyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya pendapat, kepentingan, dan tugas serta yang berbeda dalam lingkungan dan kondisi pada masyarakat untuk sanggup ditampung dalam suatu aspirasi yang sama.

Berikut komponen-komponen infrastruktur.

a. Partai politik (political party)
Partai politik yang pertama muncul di negara-negara Eropa Barat. Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern juga sedang dalam proses memodernisasikan diri. Dewasa ini, di negara gres pun partai politik sudah menjadi forum politik yang biasa dijumpai. Ada beberapa definisi partai politik.
  1. R.H. Soltou (dalam Miriam Budiardjo: 1985) : Partai politik ialah sekelompok warga negara yang terorganisir, bertindak sebagai suatu kesatuan politik, serta yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk menentukan bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan budi umum mereka.
  2. Carl J. Friedrich (dalam Miriam Budiardjo: 1985) : Partai politik ialah sekelompok insan yang terorganisir secara stabil dengan mempunyai tujuan merebut ataupun mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya serta menurut penguasaan ini menawarkan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun material.
  3. Sigmund Neumann (dalam Miriam Budiardjo: 1985) : Partai politik ialah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut proteksi rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongangolongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi, partai politik mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai sarana rekrutmen politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana pengatur konflik, sebagai sarana komunikasi politik. Ada tiga pembagian terstruktur mengenai atau penggolongan sistem kepartaian pada suatu negara di dunia.
  1. Sistem multipartai, muncul lantaran adanya keanekaragaman dalam komposisi masyarakat negara tersebut, yaitu adanya keragaman ras, agama, suku bangsa, kebudayaan, ataupun ideologi yang dianut dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Pola multipartai lebih mencerminkan keanekaragaman budaya serta keanekaragaman politik. Negara-negara penganut sistem multipartai, misalnya, Indonesia, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Belanda, Perancis, Jepang, Thailand, dan Swedia.
  2. Sistem partai tunggal, artinya hanya ada satu-satunya partai dalam negara tersebut. Contoh negara yang memberlakukan sistem ini ialah Pantai Gading, Guinea, Kuba, Korea Utara, Mali, dan RRC.
  3. Sistem dwipartai, artinya terdapat dua partai atau ada beberapa partai, tetapi dengan peranan jaminan dari dua partai. Dalam sistem ini, partaipartai dengan terperinci dibagi dalam partai yang berkuasa (memenangkan pemilu) serta partai oposisi (kalah dalam pemilu). Contohnya, Amerika Serikat dengan Partai Republik dan Partai Demokratnya.

b. Organisasi kemasyarakatan (Ormas) dan forum swadaya masyarakat (LSM)
Organisasi kemasyarakatan dan forum swadaya masyarakat disebut civil society, yaitu suatu organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat dan mempunyai sifat berdikari yang tidak tergantung oleh siapapun sehingga mempunyai kebebasan. Anggota dari organisasi kemasyarakatan (Ormas) serta forum swadaya masyarakat (LSM) bersifat sukarela.

Kegiatan dari organisasi kemasyarakatan dan forum swadaya masyarakat sangat beragam. Ada yang bergerak di bidang HAM, gender (masalah persamaan hak perempuan), politik, pemberantasan KKN, agama, dan sebagainya. Sejak masa simpulan Orde Baru dan memasuki masa reformasi, banyak bermunculan LSM dan Ormas. Kemunculannya menawarkan tugas serta yang baik bagi pemerintah sebagai pengontrol guna membatasi penyalahgunaan dalam kewenangan oleh penyelenggara negara serta baik pula bagi masyarakat untuk melindungi hak-hak pribadi serta menawarkan pendidikan kewarganegaraan.

c. Kelompok kepentingan (interest group)
Kelompok kepentingan ialah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan, sikap, dan dogma yang sama untuk mengorganisasikan diri dalam melindungi serta memperjuangkan kepentingan atau tuntutan kelompok itu. Kegiatan dari kelompok kepentingan ini pada umumnya berafiliasi dengan hal yang lebih terbatas melalui target yang monolitis serta intensitas perjuangan yang tidak berlebihan.

Kelompok kepentingan dalam hal tertentu seringkali mencari proteksi maupun melaksanakan perundingan dengan partai politik dengan tujuan untuk sanggup ikut memperjuangkan kepentingan yang ingin dicapai oleh kelompok tersebut. Kelompok kepentingan mempunyai ciri-ciri sebagai sebagai berikut.
  • Kepentingan yang sama yang menyatukan orang untuk bergabung membentuk satu organisasi dengan nama tertentu.
  • Merupakan kumpulan orang yang terorganisasi atas nama satu atau lebih kepentingan tertentu yang diperjuangkan.
  • Setiap acara yang dilakukan akan mengatasnamakan masyarakat mengingat fungsinya sebagai artikulator kepentingan dalam masyarakat.
  • Aktivitas kelompok kepentingan tidak ditujukan untuk menerima jabatan publik, tetapi lebih pada upaya partisipasi politik.
  • Setiap acara kelompok kepentingan selalu bergandengan dengan isu publik yang ditujukan untuk memengaruhi kebijakan pemerintah.
  • Adanya banyak sekali tipe atau variasi kelompok kepentingan lantaran tergantung pada karakteristik organisasi dari kelompok kepentingan.

Kelompok-kelompok kepentingan sanggup diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan.
  1. Kelompok nonasosiasional, yaitu kelompok kepentingan yang mempunyai kegiatan bersifat temporer (kadang kala). Umumnya kelompok-kelompok ini jarang yang terorganisir secara rapi. Kelompok ini berwujud kelompok keluarga, regional, dan status.
  2. Kelompok anomik, yaitu kelompok kepentingan yang terbentuk di antara unsur-unsur di dalam masyarakat secara impulsif (bersifat seketika). Oleh lantaran itu, kelompok anomik tidak mempunyai nilai dan norma yang mengatur. Kelompok ini sering overlap (tumpang tindih) dengan bentuk kerusuhan, demonstrasi, dan tindak kekerasan politik. Akan tetapi, kelompok ini sanggup juga terbentuk tidak secara spontan, melainkan direncanakan oleh kelompok kepentingan.
  3. Kelompok institusional, yaitu kelompok yang bersifat formal dan mempunyai fungsi sosial atau politik. Kelompok ini menyatakan kepentingannya sendiri ataupun mewakili kepentingan kelompok lain dalam masyarakat.
  4. Kelompok asosiasional, yaitu kelompok yang mencakup serikat buruh, paguyuban etnik, persatuan-persatuan yang diorganisasi oleh kelompok agama, perkumpulan usahawan, dan ebagainya. Dalam aktivitasnya, kelompok ini mempunyai ciri khas menyatakan suatu kepentingan dari suatu kelompok khusus, memakai tenaga profesional, serta mempunyai mekanisme teratur untuk tetapkan kepentingan serta tuntutan.

Pada masa Orde Baru, kelompok-kelompok kepentingan di Indonesia tidak mempunyai keleluasaan lantaran para pemegang kekuasaan negara atau pemerintah cukup berpengaruh untuk mengendalikan politik ketika itu. Akibatnya, proses kedewasaan kehidupan politik warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan politik terhambat. Berbeda dengan masa sehabis reformasi, di mana kehidupan politik berkembang dengan leluasa sehingga partisipasi anggota masyarakat sanggup tumbuh dengan baik ke arah positif.

d. Kelompok penekan
Kelompok penekan ialah suatu institusi politik yang dipergunakan oleh masyarakat untuk menyalurkan aspirasi dengan tujuan untuk memengaruhi juga membentuk suatu kebijakan pemerintah. Kelompok penekan mempunyai kedudukan yang sanggup memaksa pihak yang ada di dalam pemerintahan untuk melaksanakan sesuatu ke arah yang diinginkan. Beberapa cara yang efektif untuk digunakan, misalnya, propaganda dan persuasi.

Kelompok penekan bisa muncul lebih lebih banyak didominasi dari partai politik, yaitu pada ketika peranan (fungsi) dari partai politik tidak sanggup dibutuhkan dalam mengangkat suatu isu sentral yang mereka perjuangkan. Dalam situasi serta kondisi ibarat itu, maka kelompok penekan ini sanggup muncul dengan suatu citra yang baik kepada masyarakat melalui program-program, ibarat agresi sosial, acara rekreatif, olahraga, kepemudaan, agresi untuk menumbuhkan kesadaran politik masyarakat, dan kegiatan menerbitkan laporan pada media massa. 

Perbedaan kelompok penekan dengan kelompok kepentingan ialah kelompok penekan mempunyai orientasi yang bersifat dari bawah ke atas, sedangkan kelompok kepentingan mempunyai orientasi yang bersifat dari atas ke bawah.

e. Media massa
Media massa merupakan sarana komunikasi yang mempunyai peranan untuk memberitahu kepada masyarakat wacana ide, buah pikiran, perasaan seseorang/sekelompok warga, dan kejadian/peristiwa yang disampaikan dengan cara tertulis, ibarat surat kabar, majalah, dan internet, maupun lisan, ibarat radio dan televisi. Media massa sebagai sarana komunikasi di dalam negara demokrasi mempunyai tugas (fungsi):
  • pemberitahuan informasi atau info secara objektif,
  • memberikan peringatan dini,
  • alat kontrol atau pengawasan sosial masyarakat (warga negara) terhadap penyelenggara negara,
  • pelapor pertanggungjawaban penyelenggara negara, dan
  • sarana pembentuk pendapat umum.

Pada masa Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru, kebebasan media massa di Indonesia sangat terkekang, sangat bertolak belakang dengan masa reformasi ketika ini yang menawarkan keleluasaan/kebebasan media massa. Namun, sebaiknya diimbangi dengan kualitas pemberitaan dan kepatuhan budpekerti jurnalistik sehingga dalam penyampaian info mempunyai keakuratan, berbobot, dan sanggup dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, media massa akan ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan politik masyarakat. Keberadaan media massa pada masa reformasi ini diatur secara khusus dalam UU No. 40 tahun 1999.

f. Tokoh politik (political figure)
Seseorang yang menjadi pusat perhatian dalam bidang politik disebut tokoh politik. Seorang tokoh politik mempunyai peranan yang sangat penting dalam dinamika politik yang telah berlangsung maupun yang sedang berlangsung. Tokoh-tokoh politik di Indonesia, misalnya,
  • Ir. Soekarno (Presiden RI pertama),
  • Abdurrahman Wahid (Presiden RI keempat dan Ketua Dewan Syuro PKB),
  • Megawati (Presiden RI kelima dan Ketua Umum PDIP),
  • Amien Rais (Ketua MPR dan Pembina PAN), dan
  • Dr.Soesilo Bambang Yudhoyono (Presiden RI keenam).

Sumber http://pkn-ips.blogspot.com/

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Infrastruktur Politik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel