Sejarah Sumbangan Dan Pengawetan Alam
Sejarah Perlindungan dan Pengawetan Alam – Alam ini terdiri dari komponen-komponen yang saling bergantung sehingga membentuk suatu keseimbangan. Nah, keseimbangan inilah yang seharusnya kita jaga. Dengan cara apa? yaitu dengan cara melestarikan komponen-kompenen yang ada di alam biar tidak rusak atau punah.
Sejarah dukungan dan pengawetan alam bermula dari pergerakan yang terjadi di negara Perancis pada tahun 1853. Gerakan ini dipelopori para seniman lukisan yang sangat peduli dengan keadaan alam. Mereka menyayangkan pengerusakan alam yang terjadi di wilayah Fontainebleau, Paris. Untuk itu mereka menuntut harus ada upaya pelestarian dan dukungan lingkungan oleh pemerintah dan masyarakat.
Pada tahun 1769-1859, spesialis dari Jerman –FWH Alexander Von Humbolt– menunjukkan gagasan-gagasan terkait pentingnya menjaga dan melestarikan alam. Berkat gagasan yang ia kemukakan, dirinya lalu dinobatkan sebagai bapak ekologi dunia. Selain itu, ada juga tokoh lain dibidang yang sama yakni Paul Sarazin dari negara Swiss. Pada ketika itu, keadaan dunia sedang disibukan dengan peperangan yang berkepanjangan sehingga warta pelestarian alam gres dibuatkan dasar-dasar organisasi pada tahun 1946 di Basel dilanjutkan tahun 1947 di Brunnen.
Pada tahun 1972, fenomena rusaknya lingkungan hidup menjadi topik pembahasan yang serius oleh beberapa kepala negara dalam pertemuan di Stockholm, Swedia. Pembahasan ini menghasilkan keputusan dimana setiap negara diharuskan menciptakan forum pemerintah maupun non pemerintah untuk menjaga kelestarian alam. Dalam sejarahnya, lalu topik pelestarian lingkungan hidup menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap pemerintahan di dunia. Hingga karenanya pada tahun 1987, komisi dunia yang menangani permasalahan lingkungan dan pembangunan telah mengenalkan sebuah istilah gres yakni pembangunan berkelanjutan atau sustainable development. Istilah ini menunjukkan sebuah pemahaman kepada setiap negara biar dalam melaksanakan pembangunan senantiasa mempertimbangkan segala aspek kebutuhan ketika ini dan kebutuhan untuk generasi di masa depan. Dengan kata lain, pembangunan yang dilakukan untuk mencapai taraf hidup yang layak harus tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan mengisyaratkan generasi ketika ini untuk tidak melaksanakan eksplorasi alam secara berlebihan sehingga generasi yang akan tiba juga sanggup ikut memanfaatkan sumber daya alam. Misalnya, melaksanakan standarisasi penangkapan ikan dari segi usia dimana ikan yang masih muda dihentikan ditangkap. Cara lain yang sanggup digunakan, contohnya teknis penangkapan ikan harus ramah lingkungan, dihentikan memakai bom, racun atau setrum listrik. Nah, dengan demikian penangkapan ikan dihentikan dilakukan sembarangan supaya sumber daya perikanan tidak cepat punah.
Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan atau World Summit on Sustainable Development yang diselenggarakan pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brasil, membahas permasalahan lingkungan serta konsep pembangunan yang berkelanjutan. Hasil konferensi ini lalu dijadikan dalam sebuah aktivitas yang dinamakan Agenda 21. Setelah itu konferensi juga dilaksanakan di Johannesburg, Afrika Selatan (South Africa) pada tanggal 26 Agustus sampai 4 September 2002.
Bagaimana Sejarah Perlindungan dan Pengawetan Alam di Indonesia?
Sejarah dukungan dan pengawetan alam di Indonesia dimulai pada tahun 1912 di Bogor. Tokoh yang paling dikenal pada ketika itu yaitu Dr. SH. Kooders. Kemudian dalam perkembangannya, pemerintah Indonesia menciptakan beberapa hukum yang dituangkan dalam undang-undang ihwal dukungan Alam atau pencagaralaman. Menurut undang-undang, pencagaralaman di Indonesia sanggup dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Cagar Alam atau Suaka Alam
Cagar alam merupakan wilayah yang dipakai sebagai tempat berlindungnya fauna sebagai bab dari upaya pelestarian lingkungan hidup. Adapun di Indonesia kawasan yang dijadikan sebagai cagar alam antara lain Kep. Krakatau (Selat Sunda), Bukit Kelam Sintang (Kalbar), Pulau Kaget (Kalteng), Arjuno Lalijiwo (Jatim), Sukayuwana (Jabar), Lorentz (Papua) dan sebagainya.
2. Suaka Margasatwa
Suaka margasatwa merupakan wilayah yang dipakai untuk melindungi dan melestarikan satwa terutama satwa-satwa penting atau yang mempunyai nilai khas biar tidak punah serta dipakai pula untuk keperluan ilmu pengetahuan. Di Indonesia kawasan yang dipakai sebagai suaka margasatwa antara lain Pulau Komodo (NTT), Ujung Kulon (Jabar), Way Kambas (Bandar Lampug), Lore Lindu (Sulteng), Pulau Baun (Maluku) dll.
Nah, selain dari dua istilah di atas, ada pula istilah-istilah lainnya yang sering kita gunakan menyerupai Cagar Biosfer dan Cagar Budaya.
3. Cagar Biosfer
Cagar biosfer merupakan wilayah dukungan yang telah dibudidayakan oleh manusia, misalnya: sawah, tambak, jalan raya, waduk, jembatan, pabrik dan sebagainya.
4. Cagar Budaya
Cagar budaya merupakan tempat dukungan untuk melindungi hasil dari kebudayaan manusia, contohnya candi borobudur, masjid demak, candi prambanan, candi dieng, candi ijo, keraton yogyakarta, masjid besar Mataram Kotagede, ASI Mbojo Bima dan sebagainya.
Adapun pencagaralaman itu sendiri mempunyai tiga manfaat penting yaitu memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung kehidupan, mempertahankan keanekaragaman genetis dan menjamin pemanfaatan jenis dan ekosistem secara berkelanjutan. Nah, ketiga tujuan ini tidak untuk melarang pemanfaatan ekosistem melainkan untuk mengatur biar dalam upaya pemanfaatan lingkungan alam sekaligus juga dilakukan upaya-upaya pelestarian.
[color-box]Anjani, Eni dan Tri Haryanto. 2009. Geografi Untuk Sekolah Menengan Atas dan MA kelas XI. Klaten: PT. Cempaka Putih.
Dewi, Nurmala.2009.Geografi 2 : untuk Sekolah Menengan Atas dan MA Kelas XI. Bandung: CV. Epsilon Group.[/color-box]
Sumber aciknadzirah.blogspot.com
0 Response to "Sejarah Sumbangan Dan Pengawetan Alam"
Posting Komentar