-->

iklan banner

Hakikat Manusia

Pendahuluan

Kehidupan insan tidak bisa dilepaskan dari acara pendidikan, dengan demikian berbicara perihal pendidikan. Berabad-abad insan telah mengenal pendidikan, tidak sedikit para jago beropini perihal pendidikan, akan tetapi umumnya setuju bahwa pendidikan itu diberikan dan diselenggarakan guna menyebarkan potensi secara keseluruhan yang dimiliki oleh manusia. Melalui pendidikan diharapakn menjadi lebih baik, lebih berbudaya, dan lebih manusiawi.

Dalam perakteknya acara pendidikan dilakukan harus terarah dan tersetruktu, sehingga hasilnya berupa pengembangan potensi yang dimiliki manusia, sehingga sanggup berdaya guna dan hingga pada tujuan diharapkan.

Berbicara perihal hakikat manusia, tentunya akan menuju kepada pertanyaan fundamental perihal manusia, apakah insan itu?

Untuk menjawab perihal pertanyaan diatas apakah insan manusia itu, beberapa jago filsafat Socrates, beropini insan merupakan Zoon politicon atau binatang yang bermasyarakat dan Mex menyebutnya sebagai Das Kranke atau binatang yg selalu merasa sakit serta gelisah. Sementara Ilmu-ilmu homaniora termasuk ilmu filsafat mencoba menunjukkan menjawab perihal insan itu, Selain dua pendapat jago filsafat diatas beberapa defenisi perihal insan itu sendiri:

  • Homo sapiens : makhluk yang cerdas dan mempunyai budi
  • Homo Faber atau Tool making animal yaitu mahkluk yang bisa membuat aneka macam peralatan dari materi alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
  • Homo economcus atau mahkluk yang bersifat ekonomi
  • Homo laquen atau mahkluk yang sanggup membuat bahasa dan menjelmakan pikiran serta perkataan insan dalam kata kata yang tersusun.

Selain Pengertian atau unsur diatas beberapa pengertian perihal insan ialah insan sebagai animal rationale (hewan yang mempunyai pikiran secara rasional), animal symbolicum (hewan yang memakai simbol) dan animal educandum (hewan yang sanggup di didik). Dari ketiga istilah diatas kesemuanya memakai kata hewan/animal untuk menjelaskan perihal manusia. Hal ini membuat banyak yang tidak oke terutama dari kalangan islam . Dalam perspektif islam insan dan binatang merupakan dua mahkluk yang berbeda. Manusia diciptakan yang kuasa sebagai makluk yang tepat dgn aneka macam potensi yang dimiliki sementara disisi lain yang kuasa tidak membuat hawan layaknya insan yang mempunyai nalar dan pikiran. Makara terang dari sisi perspektif islam insan dan binatang tidak sama.

Seorang jago pendidikan (Munir Mursyi) mencoba menunjukkan pendapat perihal insan sebagai animal rationale atau al-insan hayawan al Natiq yang bersumber dari filsafat Yunani dan bukan bersumber dari aliran islam. Terkait dengan ini ialah gagalnya teori evolusi charles darwin. Ternyata charles darwin tidak pernah menjelaskan dan mengambarkan mata rantai terputus yang diktakannya (the missing link dalam proses transformasi primata menjadi manusia. Dengan begitu pendapat charles charles darwin perihal penciptaan insan dengan sendirinya terpatahkan bahwa insan tidak pernah berasal dari binatang manapun, melain mahkluk ciptaan allah yang mempunyai aneka macam potensi “Sesungguhnya kami telah membuat insan dalam bentuk yang sebaik-baiknya”(QS:95:4)

Hal yang sama tiba dari seorang Muhammad Daud ali (1998) yang menyatakan pendapat mendukung bantahan Munir Mursyi yang dijelakan diatas. Akan tetapi ia insan mempunyai kesamaan tetang binatang bila tidak memanfaatkan potensi potensi yang diberikan Allah secara maksimal terutama dalam hal potensi pemikiran (akal), jiwa, kalbu, raga, maupun panca indra. Dalil Al-quran yang disampaikannya ialah surat al-A’raft:”…Mereka (manusia) punya hati tapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat ayat allah), mereka punya punya mata tapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda tanda kekuasaan allah), mereka mempunyai indera pendengaran tetapi tidak dipergunakan untuk (mendengar ayat ayat Allh).Mereka itu sama dengan binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang yang lalai, “(QS:7:179). Dengan demikian sanggup disimpulkan insan merupakan mahkluk yang kuasa terbaik dengan segala potensi yang tidak diberikan pada mahkluk lainnya, ibarat binatang misalnya.

Hakikat Manusia

Beberapa pandangan perihal hakikat manusia

  1. Pandangan Psikoanalitik

Dalam pandangan Psikoanalitik  diyakini bahwa dalam hakikatnya insan digerakkan oleh dorongan-dorongan yang tiba dari dirinya sendiri yang bersifat instingtif. Hal ini memungkinkan tingkah laris insan diatur serta dikontrol oleh kekuatan psikologis yang memang ada pada diri insan itu sendiri. Terkait perihal ini, insan tidak memegang kendali atau tidak memutuskan atas nasibnya seseorang, melainkan tingkah laris seseorang itu semata mata di arahkan untuk memuaskan kebutuhan dan insting biologisnya.

  1. Pandangan Humanistik

Para Humanis beropini insan mempunyai dorongan-dorongan dari dirinya sendiri untuk mengarahkan dirinya guna mencapai tujuan yang positif. Manusia dianggap rasional sanggup memilih nasib dirinya sendiri. Hal ini memungkinkan insan terus berubah untuk yang lebih baik dan sempurna. Manusia jg sanggup menjadi anggota kolompok masyarakat dgn tingkah laris yang lebih baik. Manusia dalam hidupnya juga digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial  serta impian untuk mendapakan sesuatu. Dalam Hal ini insan dipandang sebagai mahkluk dan individu dan mahkluk sosial.

  1. Pandangan Martin Buber

Martin Buber berpendapat, bahwa pad hakikatnya manusia  tidak sanggup disebut “ini” atau “itu”. Akan tetapi menurutnya insan merupakan aksitensi atau keberadaan yang mempunyai potensi akan tetapi dibatasi oleh kesemestaan alam. Namun keterbatasan ini hanya bersifat faktual bukan esensi sehingga apa yang dilakukannya tidak sanggup diprediksi. Dalam hal ini insan berpotensi untuk menjadi yang lebih baik atau sebaliknya, tergantung lebih kearah yang lebih mayoritas dalam diri insan itu sendiri. Hal ini memungkinkan insan yang “baik” dan kadang kadang melaksanakan kesalahan.

  1. Pandangan Behavioristik

Pada dasarnya kelompok behavioristik memandang mamandang insan sebagai makluk yang reaktif dan tingkah lakunya dikendalikan pada faktor faktor dari luarnya dirinya, yakni faktor lingkungan. Fakfotr lingkungan merupakan faktor yang paling mayoritas dalam mengikat hubungan individu. Hubungan ini biasanya diatur oleh aturan hukum mencar ilmu ibarat adanya teori perihal conditioning atau teori adaptasi serta keteladanan. Mereka meyakini baik jelek suatu tingkah laris dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Dari klarifikasi diatas sanggup disimpulkan ibarat berikut:

  • Pada dasarnya insan mempunyai kekuatan/tenaga dalam untuk menggerakkan hidupnya
  • Didalam diri insan terdapat fungsi yg bersifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laris intelektual dan sosial
  • Pada hakikatnya insan dalam proses ‘menjadi’ serta terus berkembang
  • Manusia sanggup mengarahkan dirinya untuk tujuan yang lebih positif, mengatur serta mengendalikan dirinya dan untuk memilih nasibnya sendiri.
  • Dalam dinamika kehidupan biasanya melibatkan dirinya dalam perjuangan guna mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lin maupun membuat dunia menjadi lebih baik.
  • Manusia merupakan mahkluk tuhan, yang memungkin menjadi lebih baik atau sebaliknya
  • Lingkungan ialah faktor yang paling mayoritas dalam penentu tingkah laris insan dan tingkah laris itu merupakan kemampuan yang dipelajari

Selain pandangan perihal hakikat insan diatas, berikut juga terdapat beberapa pendapat perihal manusia.

Beberapa pendapat perihal manusia

  1. Pandangan Mekanistik

Dalam pandangan ini, semua yang benda yang terdapat di dunia ini termasuk didalamnya makluk hidup dipandang sebagai mesin, dan semua proses termasuk proses psiokologi yang pada kesudahannya sanggup diredusir menjadi robot  yang pasif yang digerakkan oleh daya dari luar dirinya.

  1. Pandangan Organismik

Adalah menganggap insan sebagai suatu keseluruhan (gestalt), yang lebih dari pada penjumlahan dari bagian-bagian. Dalam pandangannya dunia dianggap sebagai sistem yang hidup ibarat halnya flora maupun binatang. Organismik beropini bahwa hakikat insan bersifat aktif, yang terorganiasai dan selalu berubah. Manusia menjadi sesuatu alasannya hasil yang telah diupayakannya, alasannya hasil dari yang dipelajarinya sendiri

  1. Pandangan Kontekstual

Dalam pandangan ini, insan hanya sanggup dipahami melalui konteksnya. Manusia tidak independent, melainkan merupakan kepingan dari lingkungannya. Manusia merupakan individu dan organisme social. Untuk sanggup memahami insan maka pandangan ini mengharuskan mengenal insan secara utuh, ibarat memperhatikan tanda-tanda gejala fisik maupun psikis, lingkungan serta kejadian – kejadian budaya dan historis.

Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam

Beberapa dimensi insan dalam pandangan islam yakni:

  1. Manusia Sebagai Mahkluk Allah (abd Allah)

Manusia sebagai hamba allah, wajib mengabdi dan taat kepada allah sebagai sang pencipta alasannya hak allah untuk disembah serta tidak disekutukan. Bentuk pengambdian insan kepada allah tidak terbatas pada ucapan dan ucapan saja, melainkan harus dengan keikhlasan hati. Sebagaimana yang terdapat pada surah Bayyinah: ‘ padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyebah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus…’ (QS:98:5).

Dalam surah adz-Dzariyat allah menjelaskan : Tidaklah saya membuat jin dan manusia, melainkan supaya supaya mereka menyebah aku. (QS:51:56)

Dengan demikian insan sbg hamba Allah akan menjadi insan yang taat, patuh serta menjalankan kiprahnya  semata untuk mengharap Ridha Allah

  1. Manuasia sebagai al-Nas

Manusia, dalam al-Quran juga disebut dengan al-nas. Konsep ini cendrung pada status insan kaitannya dengan lingkungan serta masyarakat disekitar. Berdasarkan fitrahnya insan memanglah makhluk social. Dalam hidup insan umumnya membutuhkan pasangan, dan memang Allah membuat insan berpasang-pasangan ibarat dijelaskan dalam surah an-nisa (hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada tuhan-mu yang telah membuat kau dari seorang dirim dan dari padanya Allah membuat istrinya, dan dari keduanyalah Allah memperkembangbiakkan pria dan wanita yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah dengan (mempergunakan) namanya kau saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya allah selalu menjaga dan mengawasi kamu’” (QS:4:1)

  1. Manusia sebagai khalifah Allah

Hakikat insan sebagai khalifah allah dibumi dijelaskan dalam surah al-Baqarah ayat 30: “ingatlah dikala Tuhan-mu berfirman kepada malaikat: “ bahu-membahu saya hendak mengakibatkan seorang khalifah dimuka bumi”. Mereka berkata:” mengapa engkau hendak mengakibatkan (khalifah) dimuka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kau senantiasa bertasbih dengan memuji engkau?’” Tuhan berfirman bahu-membahu saya mengetahui apa yang tidak engkau ketahui. “(QS:2:30) dan surat Shad ayat 26. “Hai daud, bahu-membahu kami mengakibatkan engkah khalifah (penguasa) dimuka bumi, maka berilah keputusan diantara insan dengan adil dan jangalah kau mengikuti hawa nafsu. Karena ia akan menyesatkan kau dari jalan Allah….” (QS:38:26)

Dari klarifikasi ayat diatas sanggup disimpulkan bahwa sebutan khalifah itu merupakan anugerah dari allah kepada manusia, yang selanjutnya insan diberikan beban untuk menjalankan fungsi khalifah tersebut sebagai amanah yang harus dipertanggung jawabkan.

  1. Manusia sebagai Bani Adam

Sebutan insan sebagai bani adam merujuk pada keterangan dalam al-Quran yang menjelaskan bahwa insan merupakan keturuan adam dan bukan merupakan hasil dari evolusi dari mahkluk lain ibarat yang dikatakan oleh Charles darwin.  Konsep ini menitikberatkan kepada pelatihan hubungan persaudaraan antar sesama insan dan menyampaikan bahwa semua insan berasal dari keturunan yang sama . Dengan demikian insan dengan latar belakang sosial kultural, agama, bangsa dan bahasa yang berbeda tetaplah bernilai sama, dan harus diperlakukan dengan sama. Dalam surah al-A’raf dijelaskan “Hai anak Adam, bahu-membahu kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu ialah sebagian dari tanda tanda kekuasaan Allah, supaya mereka selau ingat. Hai anak Adam janganlah kau ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu bapamu dari syurga,.. (QS:7;26:27)

  1. Manusia Sebagai al-Insan

Manusia sebagai al-insan dalam al-Qur’an mengacu pada potensi yang diberikan Tuhan kepadanya. Potensi itu antara lain kamampuan berbicara (QS:55;4), kemampuan menguasai ilmu melalui proses tertentu (QS:6:4-5), dan lain sebagainya. Namun selain mempunyai potensi yang disebutkan, insan sebagai al-Insan juga mempunyai kecendrunga berperilaku negatif  seperti (lupa dll). Seperti dijelaskan dalam surah Hud: Dan bila kami rasakan kepada insan suatu rahmat, kemudian rahmat itu kami cabut daripadanya, pastilah ia menjadi frustasi lagi tidak berterimakasih.(QS:II:9).

  1. Manusia sebagai mahkluk Biologis (al-Basyar)

Dalam al-Qur’an surah al-Mu’minun dijelaskan : Dan bahu-membahu kami telah membuat insan dari saripati tanah. Lalu kau jadikan saripati itu air mani yang disimpan dalam daerah yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, dan segumpal daging itu kemudian menjadi tulang belulang, kemudian tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan ia mahkluk berbentuk lain, maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling baik,. (QS:23:12-14).


Sumber https://www.cekkembali.com

Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Hakikat Manusia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel