-->

iklan banner

Belajar 1# : Konsep Partisipasi Masyarakat

Memposting perihal partisipasi masyarakat lagi. Maklum, beberapa ahad ini, saya lagi “dipaksa” berguru perihal partisipasi masyarakat untuk penyusunan sebuah karya ilmiah, jadi banyak mengumpulkan bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat. Berikut hasil mengumpulkan materi berguru perihal partisipasi masyarakat :

Konsep partisipasi dalam perkembangannya mempunyai pengertian yang bermacam-macam walaupun dalam beberapa hal mempunyai persamaan. Dalam pembangunan yang demokratis, terdapat tiga tradisi partisipasi yaitu partisipasi politik, partisipasi sosial dan partisipasi warga (Gaventa dan Valderama, 1999). Partisipasi dalam proses politik yang demokratis melibatkan interaksi individu atau organisasi politik dengan negara yang diungkapkan melalui tindakan terorganisir melalui pemungutan suara, kampaye, protes, dengan tujuan menghipnotis wakil-wakil pemerintah.

Partisipasi sosial dalam konteks pembangunan diartikan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang dipandang sebagai pewaris pembangunan dalam kunsultasi atau pengambilan keputusan di semua tahapan siklus pembangunan (Stiefel dan Wolfe,1994). Dalam hal ini partisipasi social ditempatkan diluar forum formal pemerintahan. Sedangkan partisipasi warga diartikan sebagai suatu kepedulian dengan perbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan di banyak sekali gelanggang kunci yang menghipnotis kehidupan mereka (Gaventa dan Valderama, 1999).

Dalam konsep pembangunan, pendekatan partisipasi dimaknai; pertama, sebagai donasi masyarakat untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembangunan dalam mempromosikan proses-proses demokratisasi dan pemberdayaan (Cleaver 2002, dalam Cooke dan Kothari, 2002:36). Kedua, pendekatan ini juga dikenal sebagai partisipasi dalam dikotomi instrumen (means) dan tujuan (ends). Konsep ketiga, partisipasi adalah  elite capture yang dimaknai sebagai sebuah situasi dimana pejabat lokal, tokoh masyarakat, LSM, birokrasi dan aktor-aktor lain yang terlibat eksklusif dengan program-program partisipatif, melaksanakan praktik-praktik yang jauh dari prinsip partisipasi.

Dalam argumen effisiensi, Cleaver menyampaikan bahwa partisipasi yaitu sebuah instrumen atau alat untuk mencapai hasil dan dampak program/kebijakan yang lebih baik, sedangkan dalam argumen demokratisasi dan pemberdayaan, partisipasi yaitu sebuah proses untuk meningkatkan kapasitas individu-individu, sehingga menghasilkan sebuah perubahan yang aktual bagi kehidupan mereka (dalam Cooke dan Kothari, 2002:37).

Perbedaan cara pandang atas partisipasi dalam konteks pembangunan menyerupai di atas, akan menunjukkan implikasi yang berbeda dalam melaksanakan analisis terhadap hubungan kekuasaan dalam sebuah proses yang partisipatif dan cara bagaimana komunitas target mendapat manfaat dari proses pembangunan. Dalam perspektif instrumental, hubungan antara masyarakat sebagai target aktivitas dan pengambil kebijakan atau forum pemberi pemberian relatif tidak terjadi. Dengan kata lain tidak ada interaksi antara kedua pihak, sehingga desain aktivitas dan kebijakan pembangunan yang dibentuk lebih banyak atau bahkan sepenuhnya berada di tangan para elite (community leader). Sementara masyarakat peserta manfaat hanyalah terlibat seputar implementasi aktivitas bahkan hanya sebagai tukang. Sebaliknya, pendekatan tujuan memandang hubungan kekuasaan dalam sebuah proses yang partisipatif mengarah pada upaya-upaya perubahan dan pemberdayaan dari masyarakat itu sendiri, sehingga harus ada kesamaan hubungan kekuasaan dalam perencanaan maupun pelaksanaan program/kebijakan pembangunan. Masyarakat target harus mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi secara langsung, sehingga mereka tahu apa yang diputuskan dan manfaat yang akan diambil pada ketika aktivitas diimplementasikan dan final dijalankan (Parfitt, 2004:539).

Dari banyak sekali pengertian partisipasi tersebut, paling tidak ada dua pengertian partisipasi, (1) partisipasi masyarakat dalam pembangunan diartikan sebagai dukungan rakyat dengan ukuran kemauan masyarakat untuk ikut menanggung biaya pembangunan baik berupa uang maupun tenaga; (2) partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan membuatkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dari pengertian kedua ini tidak hanya diukur dengan kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut memilih arah dan tujuan proyek yang akan dibangun serta ada tidaknya kemauan rakyat untuk melestarikan dan membuatkan hasil proyek itu secara mandiri.

Dari sudut pandang sosiologis, pengertian pertama tidak sanggup dikatakan sebagai partisipasi masyarakat, melainkan mobilisasi masyarakat dalam pembangunan. Partisipasi berarti mendorong proses berguru bersama, berkomonikasi yang seimbang dalam membahas masalah publik, menimbulkan komitmen warga sebagai sumber utama dalam pengambilan keputusan ditingkat politik formal dan memberi ruang bagi masyarakat untuk mengontrol keputusan publik supaya dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian pengertian partisipasi yaitu keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan mulai dari memilih tujuan, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring dengan dilandasi oleh kesadaran akan tujuan itu.

Pengertian partisipasi mana yang akan dipakai, sangat tergantung pada system pemerintahan yang dianut negara yang bersangkutan. Menurut Peters (1996), partisipasi sanggup tumbuh subur pada tata pemerintahan yang lebih menekankan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan dibanding hirarki dan teknokrasi. Kebijakan bukan masalah teknis yang sanggup diselesaikan secara teknokrasi oleh sekelompok orang yang dipercaya untuk merumuskannya, tetapi kebijakan merupakan ruang bagi teknokrat dan masyarakat untuk melaksanakan kerjasama dan menggabungkan pengetahuan. Oleh alasannya itu dalam memutuskan kebijakan harus melibatkan pihak yang luas dan menjamin kepentingan stakeholders.

Mengapa pelibatan masyarakat dalam perencanaan kebijakan pembangunan penting dilakukan, alasannya pelibatan masyarakat dalam menciptakan kebijakan merupakan faktor utama dalam good governance yang menunjukkan manfaat besar terhadap kepentingan public, diantaranya meningkatkan kualitas kebijakan yang dibentuk dan sebagai sumber materi masukan terhadap pemerintah sebelum memutuskan kebijakan. Bagi pendukung partisipasi, keunggulan partisipasi yaitu menjamin ketercapaian tujuan, menjamin keberlanjutan, menjamin terakomodasinya bunyi kelompok marjinal terutama kelompok miskin dan perempuan. Bagi pengkritik model partisipasi beropini bahwa partisipasi sanggup mengakibatkan pembengkakan biaya dan waktu untuk formulasi kebijakan.

Sumber http://2frameit.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Belajar 1# : Konsep Partisipasi Masyarakat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel