-->

iklan banner

Tentang Konsep Kemiskinan

Definisi kemiskinan sendiri mempunyai banyak versi dan pandangan, sehingga definisi niscaya mengenai kemiskinan masih belum diketahui hingga ketika ini. Pengertian yang berbeda ini diperoleh dari perbedaan basic ajaran dan pandangan masing-masing orang. Tetapi dalam hal pengertian konvensional, kemiskinan sanggup dijelaskan dengan pendapatan individu/kelompok yang berada dibawah satu garis tertentu. Satu hal yang bisa disepakati ialah kemiskinan bukan menjadi semacam hak bagi masyarakat, tetapi menjadi kewajiban masyarakat seluruhnya untuk menanggulanginya. Upaya penanggulangan kemiskinan perlu dimulai dari pemahaman yang sama terhadap konsep kemiskinan.

Konsep Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah masyarakat. Kemiskinan sebagai fenomena sosial yang telah usang ada, berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang mempunyai potensi tinggi. Substansi kemiskinan ialah kondisi deprevasi tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo, 1995:11).

Kemiskinan juga sering disandingkan dengan kesenjangan, sebab masalah kesenjangan mempunyai kaitan akrab dengan masalah kemiskinan. Substansi kesenjangan ialah ketidakmerataan saluran terhadap sumber daya ekonomi. Sudibyo (1995:11) menyampaikan bahwa “apabila berbicara mengenai kemiskinan maka kemiskinan dinilai secara mutlak, sedangkan evaluasi terhadap kesenjangan dipakai secara relatif”. Dalam suatu masyarakat mungkin tidak ada yang miskin, tapi kesenjangan masih sanggup terjadi di dalam masyarakat tersebut.

Sebagian besar dari penduduk miskin ini tinggal diperdesaan dengan mata pencaharian pokok dibidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang akrab hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional tersebut. Kehidupan mereka bergantung pada contoh pertanian yang sub sistem, baik petani kecil ataupun buruh tani yang berpenghasilan rendah, ataupun bekerja dalam sektor jasa kecil-kecilan dan berpenghasilan pas-pasan. Fenomena banyaknya urbanisasi penduduk desa ke kota memperlihatkan bahwa adanya ketidakmerataan pembangunan di perdesaan. Terbatasnya akomodasi umum, kecilnya pendapatan, dan terbatasnya pekerjaan dan dalih mencari kehidupan lebih baik menjadi alasan urbanisasi ini. Permasalahan tersebut menyiratkan adanya ketidakmerataan dan kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan.

Dalam konteks kemiskinan yang dialami sebagian besar penduduk perdesaan, kesenjangan terletak pada saluran dibidang ekonomi. Keterbatasan saluran ekonomi menyerupai pada faktor produksi telah mengakibatkan seseorang tidak berdaya secara ekonomi. Adapun saluran produksi itu ialah modal, lahan pertanian, pasar, sektor informal, sentra perdagangan dan sarana lain untuk melaksanakan acara produktif. Dengan terbatasnya aksessibilitas ini meyebabkan pendapatan yang diperoleh terbatas, sehingga akan sulit bagi mereka untuk keluar dari kemiskinan. Sulitnya saluran terhadap sumber-sumber finansial terutama modal dalam berusaha, mengakibatkan penduduk miskin mencari sumber-sumber lain menyerupai rentenir, yang mengakibatkan mereka semakin terpuruk dalam jurang kemiskinan.

Chambers (1987 : 132-177) konsultan pembangunan pedesaan di Asia dan Afrika, melalui pengalamannya sebagai konsultan menyimpulkan bahwa inti dari masalah kemiskinan di pedesaan terletak pada apa yang disebut sebagai jebakan kekurangan atau deprivation trap. Lebih lanjut Chambers menyampaikan bahwa deprivation trap itu terdiri dari lima ketidakberuntungan yang melilit keluarga miskin yaitu : (1) kemiskinan itu sendiri, (2) kelemahan fisik, (3) keterasingan/isolasi, (4) kerentanan, dan (5) ketidakberdayaan. Lima ketidakberuntungan ini terkait satu sama lainnya sehingga merupakan perangkap kemiskinan.

Dari kelima dimensi ini, Chambers kemudian menganjurkan biar kedua jenis ketidakberuntungan diantaranya perlu menerima perhatian khusus yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan, sebab kedua jenis ketidakberuntungan ini sering menjadi penyebab keluarga miskin menjadi bertambah miskin. Kerentanan sanggup dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin untuk menyediakan sarana untuk menghadapi situasi darurat menyerupai datangnya bencana, penyakit, kewajiban adat dan lain-lain yang secara tiba-tiba menimpa keluarga itu, yang mengakibatkan keluarga itu harus menjual harta benda, sehingga mereka menjadi semakin miskin. Sedangkan ketidakberdayaan tercermin dalam kasus-kasus dimana mereka tidak sanggup melaksanakan perlawanan (to bargain) pada ketika mereka diperlakukan/ dipojokkan pada posisi yang tidak menguntungkan oleh pihak lain, menyerupai santunan yang semestinya diperuntukkan bagi mereka yang pada akibatnya tidak sanggup diterima, atau ketika mereka dipermainkan oleh pihak yang mempunyai kekuasaan politik, ekonomi dan sosial. Oleh sebab itu pengentasan kemiskinan di perdesaan memerlukan intervensi dalam bentuk pemberdayaan. Untuk itu pembangunan masyarakat miskin hendaknya lebih bernuansa pemberdayaan.

Sulistiyani (2004:4-5) memandang kemiskinan bukan hanya sekedar fenomena, akan tetapi lebih merupakan proses sistemik yang tereduksi akhir kerentanan yang melanda pada banyak faktor. Oleh sebab itu keliru kalau acara pengentasan kemiskinan hanya fokus pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup semata. Lebih lanjut Sulistiyani (2004:17) mendefinisikan kemiskinan secara umum sebagai ”bilamana masyarakat berada pada suatu kondisi yang serba terbatas, baik dalam aksessibilitas pada faktor produksi, peluang/kesempatan berusaha, pendidikan, akomodasi hidup lainnya, sehingga dalam setiap acara maupun perjuangan menjadi sangat terbatas”. Kemiskinan antara lain juga ditandai dengan lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin, rendahnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya produktifitas, terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pendapatan, dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.

Sedangkan berdasarkan Ttjokrowinoto dalam Sulistiyani (2004 : 27) mengemukakan bahwa kemiskinan dilihat dari sisi poverty profile masyarakat, kemiskinan tidak hanya menyangkut duduk masalah kesejahteraan (welfare) semata, tetapi kemiskinan menyangkut duduk masalah kerentanan (vulnerability), ketidakberdayaan (powerless), tertutupnya saluran kepada banyak sekali peluang kerja, menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk kebutuhan konsumsi, angka ketergantungan yang tinggi, rendahnya saluran terhadap pasar, dan kemiskinan terefleksi dalam budaya kemiskinan yang diwarisi dari satu generasi kegenerasi berikutnya.

Dari uraian diatas disimpulkan bahwa kemiskinan tidak bisa hanya dipandang dari sisi kurangnya pemenuhan kebutuhan pokok semata sebagai akhir kerentanan dan ketidakberdayaan menyerupai yang selama ini banyak didefinisikan dalam kebijakan-kebijakan wacana pengentasannya. Kemiskinan juga harus dipandang dari pengertian kemiskinan relatif (kesenjangan). Sehingga kebijakan yang diambil sanggup menawarkan solusi terhadap akar permasalahan kemiskinan itu sendiri.
Sumber http://2frameit.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Tentang Konsep Kemiskinan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel