-->

iklan banner

√ Sni Jadi Senjata Umkm Masuk Ke Pasar Asing

Standar Nasional Indonesia Makara Senjata UMKM Masuk ke Pasar Asing  √ SNI Makara Senjata UMKM Masuk ke Pasar Asing

Standar Nasional Indonesia Makara Senjata UMKM Masuk ke Pasar Asing (Foto : https://cdn.sindonews.net)


Siapa bilang mengurus Standar Nasional Indonesia (SNI) itu sulit? Hal tersebut dikatakan pemilik perjuangan Scanoexotic, Anto Suroto. Menurut beliau imej awal bahwa mengurus SNI dan hak cipta itu sulit benar-benar salah besar.


“Lah wong ada tata caranya kok,” tutur pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) ini kepada Republika beberapa waktu lalu. Menurut Anto yang berkecimpung di bidang fashion kulit reptil semenjak 1995 ini, ia mulai memahami, mengurus dan menjalankan SNI semenjak awal 2000.


Meski begitu ia bergotong-royong sudah menjadi eksportir semenjak tahun 1997. Hanya saja, tutur dia, ia sadar akan standar. “SNI itu dibutuhkan, alasannya yakni SNI standar pertama bagi eksportir untuk masuk pasar luar (negeri),” ucap dia.


Ia pun berseloroh sehabis terdaftar dan mempunyai SNI ada tujuh T yang pribadi didapat. “pertama daya tarik, bagaimana sanggup menciptakan daya tarik jikalau tak punya standar. Kemudian menciptakan buyer terpikat, terpesona, terintegrasi, terbius, selanjutnya terealisasi. T terakhir yakni pribadi terjual,” ungkap dia.


Atas dasar itu, pelaku UMKM, berdasarkan beliau sudah harus sadar SNI semenjak memulai wirausaha. Bila tak mempunyai dana untuk mengurus SNI, minimal pelaku perjuangan harus banyak bertanya.


Lagipula, ujar dia, bila berbicara soal SNI maka bicara soal daya saing. Artinya, SNI itu cara UMKM semoga sanggup mempunyai daya saing.


Daya saing itu perlu apalagi berada di kurun Masyarakat Ekonomi Asean. Seringkali, ujar dia, pelaku perjuangan kecil menengah mengeluhkan banjir produk barang jadi impor ke Indonesia. Sayangnya UMKM sering mengesampingkan standar mutu.


Baca Juga Artikel Ini :


BSN Lakukan Koordinasi dan Sosialisasi SNI Bagi Pelaku UMKM di Jogja


Panduan Mengurus SNI


“Kalau tanpa SNI, ya artinya daya saing lemah. UKM tanpa SNI sama saja orang cerdas tak punya ijazah,” ungkap dia. Selain daya saing, ia juga mengungkap laba lain pelaku perjuangan yang mempunyai SNI.

style="display:block"
data-ad-client="ca-pub-6037247388376359"
data-ad-slot="5485024081"
data-ad-format="link">



Pertama, negara asal tujuan ekspor tak terlalu banyak bertanya terutama terkait legalitas dan standar. Kedua, meringankan pelaku perjuangan untuk naik kelas dan meraih standar di tiap negara tujuan ekspor.


Kedua kelebihan itu yakni pengalamannya sebagai eksportir. Saat ini produknya diekspor ke Amerika Serikat (AS), Meksiko, Turki, Jepang, Italia, dan Spanyol. Ekspor tersebut kadang menggunakan gambaran atau merek Scano Exotic atau tanpa logo menyerupai cita-cita pemesan.


Ketiga, kelengkapan dan logo SNI juga memudahkan pemasaran produk baik terutama di dalam negeri. Keempat, pembeli atau buyer merespon dengan cepat ketika produk mempunyai cap SNI. Dengan kata lain, pembeli lebih mempercayai produk yang sudah terdaftar SNI.


Kelima, sanggup mengharumkan nama Indonesia alasannya yakni umumnya produk yang mempunyai standar SNI sering kali dibawa pemerintah untuk diperkenalkan di luar negeri. “Keenam, ini berdasarkan pendapat saya pribadi, lebih laris yang berlogo SNI apapun produknya,” ujar dia.


Akan tetapi, pemerintah juga harus sering meneriakkan pentingnya SNI, terutama pemerintah daerah. Hal itu alasannya yakni ketika ini ada jutaan pelaku UKM di Indonesia. Bukan tak mungkin ada pelaku UKM yang berada di kawasan yang sulit terjangkau saluran komunikasi.




SNI Masih Minim Sosialisasi


Salah satu pemilik perjuangan Topi Bambu, Saepul Millah juga satu bunyi dengan Anto Suroto. Ia menyampaikan SNI yakni cara bagi UKM untuk sanggup mempunyai daya saing. Selain itu UMKM juga mau tak mau meningkatkan nilai jual sebuah produk.


Hal itu alasannya yakni SNI yakni jaminan bagi pembeli bahwa produk yang dipakai kondusif dan layak pakai. Apalagi, berdasarkan beliau SNI sekarang sudah tak lagi sekedar simbol keamanan namun gaya hidup.


Sayangnya, khusus di bidang kerajinan anyaman bambu untuk produk fashion belum ada sosialisasi menyeluruh. “Hampir sebagian besar perjuangan craft fashion saya rasa belum punya SNI, sosialisasinya masih minim. Kalau di media iya kami sering dengar, namun pembicaraan serius dengan UMKM bidang craft belum ada,” ucap beliau kepada Republika.


Saat ini Topi Bambu, ujar dia, produk yang dihasilkan bergotong-royong sudah terjamin baik keselamatan dan ramah lingkungan atau tak mengandung materi kimia berbahaya. Hal itu alasannya yakni sebagai UMKM yang pernah melaksanakan ekspor, pembeli di negara lain umumnya mempertanyakan terkait materi kimia.


Hanya saja ketika ini produknya belum mempunyai label SNI. “Kami selama ini business to business,” tutur dia.


Oleh alasannya yakni itu ia meminta forum terkait menyerupai Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Standardisasi Nasional dan pemerintah kawasan melaksanakan sosialisasi secara intensif kepada UMKM.


Apalagi sekarang pemerintah gencar menunjukkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi perjuangan kecil. Ketika pemerintah mendorong KUR ia meyakini home industry niscaya akan tumbuh cepat. “BSN sekarang bukan hanya forum penilai tapi juga forum yang mendorong pengembangan daya saing, jadi sosialisasi harus cepat dan menyeluruh,” ujar dia.


Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, ketika ini jumlah UKM yang berorientasi ekspor sangat sedikit. Saat ini hanya 5 ribu eksportir dibanding total jumlah UKM yang mencapai 57 juta.


Nilai ekspor di 2015 hanya senilai 23 miliar dolar AS dibanding total ekspor non migas sebesar 145,5 miliar dolar AS. Dengan kata lain nilai ekspor umkm hanya sekitar 16 persen.


‘Cyber Troop’ SNI Terus Berusaha Keras


Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya menyampaikan tugas SNI bagi UMKM terutama yang telah melaksanakan ekspor sangat penting. SNI akan menjadi rujukan awal bagi pembeli absurd melihat standar produk eksportir.


Minimal SNI mempermudah produk Indonesia mengakses pasar mancanegara. “Kadang suka ada yang menanyakan sudah pameran dimana-mana, begitu ditanya kok nggak belum ada standarnya, maka itu SNI jadi referensi,” ucap beliau kepada Republika.


Walau begitu ia akui tak semua UMKM yang menjadi eksportir mempunyai sertifikasi SNI. Hal itu alasannya yakni tak semua pembeli absurd mempertanyakan standar nasional asal Indonesia.


Oleh alasannya yakni itu pihaknya pun gencar melaksanakan sosialisasi. Selain melaksanakan sosialisasi lewat media massa, BSN juga gencar melaksanakan sosialisasi lewat dunia maya.


Bambang menyebut ‘cyber troop’ SNI terus berusaha keras membuatkan informasi terkait sertifikasi dan keutamaan SNI melalui internet. “Filosofinya yakni minimal jikalau pelaku perjuangan googlingsudah ada informasinya di internet,” ujar dia.

style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-6037247388376359"
data-ad-slot="7037953167">



Pihaknya pun juga menggandeng instansi lain, menyerupai pemda melalui dinas-dinas terkait. Selain itu juga universitas di banyak sekali kota yang mempunyai kegiatan dedikasi ke masyarakat.


SUMBER





Sumber aciknadzirah.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "√ Sni Jadi Senjata Umkm Masuk Ke Pasar Asing"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel