Other Planet: Bab 2
Oranye. Semuanya terlihat oranye. Tanahnya, batuannya, langitnya, gunung yang berada jauh di mata. Tekanan udara disini terasa agak berat. Tempat apa yang saya injaki ini? Tidak ada daerah di Bumi yang seaneh ini. Planet lain? Bisa saja. Pemandangan ini mengingatkanku pada pemandangan dari permukaan Titan, bulan terbesar Saturnus yang dipotret oleh robot Huygens. Namun mungkin ini bukan Titan. Aku sanggup melihat terang piringan matahari atau bahkan mungkin itu matahari. Semantara dari permukaan Titan, kamu bahkan melihat matahari sebagai sumber cahaya yang sangat samar dibalik atmosfer dan awan tebal. Di langit juga ada dua bulan sabit. Salah satunya kira-kira sebesar Bulan di Bumi, satunya lagi jauh lebih besar. Sudah niscaya ini bukan sebuah daerah yang ada di Tata Surya. Sebuah planet lain di tata surya lain. Tapi bagaimana Outerland sanggup membawaku ke daerah ini?
Aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Sayangnya, saya hanya kurang jelas mengingat. Apa yang saya ingat hanyalah saya menaiki Outerland, meluncur ke luar angkasa dan hasilnya mencapai orbit rendah. Semakin saya mencoba mengingat apa yang terjadi setelahnya, semakin sakit kepalaku ini. Apa yang tolong-menolong terjadi.
Saat ini saya berada di luar Outerland. Aku mulai mengambil segenggam tanah asing ini. Saat saya menggenggamnya, rasanya agak lunak. Rasanya menyerupai menggenggam lumpur. Anehnya, tanah ini terasa hangat, sedangkan suhu udara disini membekukan--- minus 9 derajat Celcius berdasarkan termometer di pakaian khususku (ilmuwan NASA menyebut pakaian ini dengan nama lain: Intra/Extravehicular Activity Suit atau IEVA Suit.)
Oh, ya soal Igor, ia tidak apa-apa. Ia hanya pingsan. Namun entah kenapa ia sanggup duduk di tembok ruang kokpit. Akan kutanyakan hal itu nanti ketika di sadar. Sementara Renner? Yah, ia masih belum ditemukan. Sudah kucek seluruh bab dari Outerland dan hasilnya nihil. Kemana ia ya?
Namun saya mulai berpikir ihwal sesuatu. Hidupku nanti. Aku sanggup saja beribu-ribu sampai berjuta-juta tahun cahaya dari rumah. Sudah niscaya tidak akan ada pertolongan dari Bumi. Sepertinya sudah niscaya apa hal terkahir yang akan kulakukan di planet ini. Aku akan mati, pikirku. Aku pun bertekuk lutut dengan lemas tak sanggup mempercayai ini. Tak akan ada pertolongan, suplai kuliner dan minuman yang terbatas, juga udara yang sanggup dihirup pun terbatas. Aku akan mati. Aku akan mati. Jadi, apa yang kulakukan sekarang? Bunuh diri dengan melepas pakaian (atau IEVA suit) ini? Aku mungkin bakalan tersiksa alasannya yakni kekurangan oksigen. Mungkin gantung diri akan membawaku ke maut lebih cepat dan hampir tak terasa. Atau mungkin........ saya sanggup melaksanakan hal yang lebih baik daripada itu.
Aku pun melihat ke arah langit lagi. Matahari---atau saya sanggup bilang matahari alien sudah mulai terlihat rendah di langit. Hari akan berganti malam. Apa yang akan saya lakukan? Sepertinya saya punya planning yang lebih anggun dibandingkan bunuh diri, tetap bertahan. Barangkali saya sanggup menemukan cara untuk pergi dari planet asing ini menuju planet rumah yang tercinta. Oke, saya akan bertahan hidup. Aku niscaya bisa. Aku pun masuk ke dalam Outerland sembari memikirkan persoalan pertama dan paling utama: udara. Bagaimana caraku menghasilkan udara yang cukup untuk seumur hidup. Untungnya, saya mempunyai keahlian dalam ilmu kimia, jadi saya akan coba benda apapun di planet ini untuk direaksikan menjadi udara yang sanggup dihirup.
Bagian belakang yakni bab dari Outerland mempunyai kerusakan paling ringan. Udara di bab itu pun masih belum terkotori oleh udara asing dari planet ini. Aku mulai menuju bab belakang pesawat. Tentu, saya tidak akan membiarkan temanku yang pingsan direnggut oleh malam yang sanggup membunuhnya dengan membekukannya. Kaprikornus saya seret dia. Setelah melewati pintu berbentuk bulat yang dilengkap pengunci udara, kami datang di Ruang Daya. Ruangan ini menyerupai lorong dengan tombol-tombol, layar dan reaktor nuklir kecil terpasang di tembok-temboknya. Reaktor nuklir kecil itu merupakan sumber energi cadangan. Kita sanggup menggunakannya untuk menggerekan prosedur pengunci udara, menyalakan penghangat atau pendingin, dan masih banyak lainnya.
Di ujung lorong ini terdapat pintu palka yang mengarah menuju ruangan yang sanggup dibilang "kamar tidur untuk astronot". Ruangan tersebut lebih besar daripada kamar tidur di rumahku. Disana terdapat 3 sleeping bag yang ditempel di tengah-tangah tembok yang menahan kita melayang-layang ketika tidur di kondisi zero-g. Juga, barang-barang langsung juga ada disana. Mungkin saya akan menemukan hal yang menarik di barang-barang langsung Igor dan Renner, hehehehe.
Aku hanya sanggup melihat kegelapan malam dibalik jendela. Kedua bulan di langit itu terlihat berpendar samar dibalik udara yang tebal. Saat saya menyentuh beling itu dengan tangan, rasanya sangat sangat dingin. Bahkan embun beku dengan cepatnya terbentuk di jendela. Sepertinya pergantian suhu siang-malam di planet ini cukup drastis. Aku jadi berterima kasih kepada penghangat ruangan ini. Igor masih dalam keadaan pingsan. Sekarang ia sudah kunaikan ke sleeping bag tanpa IEVA suit. Tentu saja saya yang melepaskan IEVA-nya. Melepaskan IEVA tidak semudah melepaskan pakaian yang biasa menutupi tubuhmu. IEVA mempunyai bobot yang berat, dan alasannya yakni mempunyai perangkat dan peralatan penting didalamnya, kita harus hati-hati melepaskannya. Usaha melepaskan IEVA dari Igor dan memasukkannya kedalam sleeping bag memunculkan rasa sakit yang sangat di tubuhku alasannya yakni tubuhku belum pulih dari rasa sakit semenjak saya terbangun untuk pertama kalinya di planet asing ini.
Aku pun mulai melepaskan IEVA ini dan menggantungnya secara hati-hati di dalam lemari khusus (Ya, khusus alasannya yakni hanya untuk IEVA suit). Aku memasukan diriku secara susah payah kedalam sleeping bag. Sambil mencoba tidur, saya berpikir satu hal. Apa yang akan terjadi besok hari?
Sumber http://astro-event.blogspot.com
Oh, ya soal Igor, ia tidak apa-apa. Ia hanya pingsan. Namun entah kenapa ia sanggup duduk di tembok ruang kokpit. Akan kutanyakan hal itu nanti ketika di sadar. Sementara Renner? Yah, ia masih belum ditemukan. Sudah kucek seluruh bab dari Outerland dan hasilnya nihil. Kemana ia ya?
Namun saya mulai berpikir ihwal sesuatu. Hidupku nanti. Aku sanggup saja beribu-ribu sampai berjuta-juta tahun cahaya dari rumah. Sudah niscaya tidak akan ada pertolongan dari Bumi. Sepertinya sudah niscaya apa hal terkahir yang akan kulakukan di planet ini. Aku akan mati, pikirku. Aku pun bertekuk lutut dengan lemas tak sanggup mempercayai ini. Tak akan ada pertolongan, suplai kuliner dan minuman yang terbatas, juga udara yang sanggup dihirup pun terbatas. Aku akan mati. Aku akan mati. Jadi, apa yang kulakukan sekarang? Bunuh diri dengan melepas pakaian (atau IEVA suit) ini? Aku mungkin bakalan tersiksa alasannya yakni kekurangan oksigen. Mungkin gantung diri akan membawaku ke maut lebih cepat dan hampir tak terasa. Atau mungkin........ saya sanggup melaksanakan hal yang lebih baik daripada itu.
Aku pun melihat ke arah langit lagi. Matahari---atau saya sanggup bilang matahari alien sudah mulai terlihat rendah di langit. Hari akan berganti malam. Apa yang akan saya lakukan? Sepertinya saya punya planning yang lebih anggun dibandingkan bunuh diri, tetap bertahan. Barangkali saya sanggup menemukan cara untuk pergi dari planet asing ini menuju planet rumah yang tercinta. Oke, saya akan bertahan hidup. Aku niscaya bisa. Aku pun masuk ke dalam Outerland sembari memikirkan persoalan pertama dan paling utama: udara. Bagaimana caraku menghasilkan udara yang cukup untuk seumur hidup. Untungnya, saya mempunyai keahlian dalam ilmu kimia, jadi saya akan coba benda apapun di planet ini untuk direaksikan menjadi udara yang sanggup dihirup.
Bagian belakang yakni bab dari Outerland mempunyai kerusakan paling ringan. Udara di bab itu pun masih belum terkotori oleh udara asing dari planet ini. Aku mulai menuju bab belakang pesawat. Tentu, saya tidak akan membiarkan temanku yang pingsan direnggut oleh malam yang sanggup membunuhnya dengan membekukannya. Kaprikornus saya seret dia. Setelah melewati pintu berbentuk bulat yang dilengkap pengunci udara, kami datang di Ruang Daya. Ruangan ini menyerupai lorong dengan tombol-tombol, layar dan reaktor nuklir kecil terpasang di tembok-temboknya. Reaktor nuklir kecil itu merupakan sumber energi cadangan. Kita sanggup menggunakannya untuk menggerekan prosedur pengunci udara, menyalakan penghangat atau pendingin, dan masih banyak lainnya.
Di ujung lorong ini terdapat pintu palka yang mengarah menuju ruangan yang sanggup dibilang "kamar tidur untuk astronot". Ruangan tersebut lebih besar daripada kamar tidur di rumahku. Disana terdapat 3 sleeping bag yang ditempel di tengah-tangah tembok yang menahan kita melayang-layang ketika tidur di kondisi zero-g. Juga, barang-barang langsung juga ada disana. Mungkin saya akan menemukan hal yang menarik di barang-barang langsung Igor dan Renner, hehehehe.
Aku hanya sanggup melihat kegelapan malam dibalik jendela. Kedua bulan di langit itu terlihat berpendar samar dibalik udara yang tebal. Saat saya menyentuh beling itu dengan tangan, rasanya sangat sangat dingin. Bahkan embun beku dengan cepatnya terbentuk di jendela. Sepertinya pergantian suhu siang-malam di planet ini cukup drastis. Aku jadi berterima kasih kepada penghangat ruangan ini. Igor masih dalam keadaan pingsan. Sekarang ia sudah kunaikan ke sleeping bag tanpa IEVA suit. Tentu saja saya yang melepaskan IEVA-nya. Melepaskan IEVA tidak semudah melepaskan pakaian yang biasa menutupi tubuhmu. IEVA mempunyai bobot yang berat, dan alasannya yakni mempunyai perangkat dan peralatan penting didalamnya, kita harus hati-hati melepaskannya. Usaha melepaskan IEVA dari Igor dan memasukkannya kedalam sleeping bag memunculkan rasa sakit yang sangat di tubuhku alasannya yakni tubuhku belum pulih dari rasa sakit semenjak saya terbangun untuk pertama kalinya di planet asing ini.
Aku pun mulai melepaskan IEVA ini dan menggantungnya secara hati-hati di dalam lemari khusus (Ya, khusus alasannya yakni hanya untuk IEVA suit). Aku memasukan diriku secara susah payah kedalam sleeping bag. Sambil mencoba tidur, saya berpikir satu hal. Apa yang akan terjadi besok hari?
--------------------------------
Aku melangkah ke luar dari Outerland dengan IEVA suit-ku. Rasa sakit di tubuhku mulai pudar. Perutku pun sudah kenyang jawaban dari memakan biskuit dan coklat beberapa menit lalu. Aku merasa terlahir kembali. Rasa yakin dalam diriku untuk bertahan hidup mulai kuat. Aku niscaya sanggup bertahan! Oke, saya akan kembali ke permasalahan pertama: cara mendapat udara untuk seumur hidup. Aku membawa sampel batu, tanah dan udara planet ini untuk diteliti di laboratorium. Ya, ada ruangan laboratorium yang pintunya berada di samping lemari khusus. Entah kenapa NASA menciptakan ruangan. Padahal kita sanggup melaksanakan eksperimen luar angkasa di ISS.
Aku mulai menganalisis sampel-sampel untuk mengetahui apa komposisinya. Aku pun bekerja selama berjam-jam. Pekerjaanku membuahkan hasil. Batuan asing ini sebagian besar terdiri dari kapur dan besi karat. Tanah planet ini juga terbuat dari besi karat dan juga tholin. Namun hasil paling mengejutkan berasal dari udara. Udara planet ini kebanyakan terdiri dari nitrogen dan oksigen. Wow! Aku tidak menyangka udara ini bersahabat. Namun, karbon dioksida disini lebih banyak dibanding yang ada di udara Bumi. Juga persentase kecil dari udara disini yakni metana, besi karat dan tholin. Ini mungkin yang menjadikan warna oranye pada atmosfer planet ini. Namun secara teori, udara disini sanggup dihirup. Tetapi tekanan udara disini antara 1,5 sampai 2 kali lebih besar dibandingkan tekanan udara di Bumi. Kaprikornus saya akan agak sesak ketika menghirup udara ini. Sejauh ini, saya tidak tahu secara niscaya apa yang terjadi padaku bila saya melepaskan IEVA di tengah udara asing ini. Tapi, saya sanggup gunakan udara ini sebagai suplai udara untuk bab belakang Outerland. Mungkin saya menemukan cara untuk menyaring besi karat dan tholin di udara ini.
Tiba-tiba terdengar bunyi di "Ruang Tidur". Segera, saya menuju kesana. Igor, ia berdiri di depan jendela. Nafasnya sangat tersenggal-senggal, menyerupai gres berdiri dari mimpi terburuk dalam hidup. Ia menundukkan kepalanya dan tangannya memegang kepalanya dengan erat. "Igor," panggilku.
Igor terkejut dan dengan membalik badannya secara refleks. Mukanya tampak sangat kusut dan matanya agak berair. Ia hanya menatap lurus kepadaku. Suara nafasnya yakni satu-satunya yang mengisi keheningan ini. Setelah beberapa detik, ia bertekuk lutut dan air mata mulai membasuhi wajahnya. Aku pun mendekatinya dan mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa, kawan. Tidak apa-apa."
Aku mulai menganalisis sampel-sampel untuk mengetahui apa komposisinya. Aku pun bekerja selama berjam-jam. Pekerjaanku membuahkan hasil. Batuan asing ini sebagian besar terdiri dari kapur dan besi karat. Tanah planet ini juga terbuat dari besi karat dan juga tholin. Namun hasil paling mengejutkan berasal dari udara. Udara planet ini kebanyakan terdiri dari nitrogen dan oksigen. Wow! Aku tidak menyangka udara ini bersahabat. Namun, karbon dioksida disini lebih banyak dibanding yang ada di udara Bumi. Juga persentase kecil dari udara disini yakni metana, besi karat dan tholin. Ini mungkin yang menjadikan warna oranye pada atmosfer planet ini. Namun secara teori, udara disini sanggup dihirup. Tetapi tekanan udara disini antara 1,5 sampai 2 kali lebih besar dibandingkan tekanan udara di Bumi. Kaprikornus saya akan agak sesak ketika menghirup udara ini. Sejauh ini, saya tidak tahu secara niscaya apa yang terjadi padaku bila saya melepaskan IEVA di tengah udara asing ini. Tapi, saya sanggup gunakan udara ini sebagai suplai udara untuk bab belakang Outerland. Mungkin saya menemukan cara untuk menyaring besi karat dan tholin di udara ini.
Tiba-tiba terdengar bunyi di "Ruang Tidur". Segera, saya menuju kesana. Igor, ia berdiri di depan jendela. Nafasnya sangat tersenggal-senggal, menyerupai gres berdiri dari mimpi terburuk dalam hidup. Ia menundukkan kepalanya dan tangannya memegang kepalanya dengan erat. "Igor," panggilku.
Igor terkejut dan dengan membalik badannya secara refleks. Mukanya tampak sangat kusut dan matanya agak berair. Ia hanya menatap lurus kepadaku. Suara nafasnya yakni satu-satunya yang mengisi keheningan ini. Setelah beberapa detik, ia bertekuk lutut dan air mata mulai membasuhi wajahnya. Aku pun mendekatinya dan mencoba menenangkannya. "Tidak apa-apa, kawan. Tidak apa-apa."
--------------------------------
Sekarang yakni hari keduaku di planet ini. Namun saya masih tidak sanggup mengetahui bagaimana caranya kami sanggup disini. Igor juga tidak sanggup mengingat terang apa yang terjadi sebelum kami disini.
Aku menemukan cara untuk memfilter besi karat dan tholin di udara berkat pinjaman dari Igor. Kami juga berencana melaksanakan eksperimen untuk mencari tahu apakah tumbuhan sanggup tumbuh dengan baik di kondisi planet ini. Kaprikornus kami menanam benih kentang dan jagung di tanah planet itu dan juga di dalam laboratorium dengan tanah Bumi. Benih dan tanah Bumi tersebut tolong-menolong untuk eksperimen pertumbuhan tumbuhan pada kondisi zero-g di ISS. Hasil dari penanaman benih ini sanggup kita jadikan makanan. Ini merupakan keberuntungan besar bagi kami.
Aku menemukan cara untuk memfilter besi karat dan tholin di udara berkat pinjaman dari Igor. Kami juga berencana melaksanakan eksperimen untuk mencari tahu apakah tumbuhan sanggup tumbuh dengan baik di kondisi planet ini. Kaprikornus kami menanam benih kentang dan jagung di tanah planet itu dan juga di dalam laboratorium dengan tanah Bumi. Benih dan tanah Bumi tersebut tolong-menolong untuk eksperimen pertumbuhan tumbuhan pada kondisi zero-g di ISS. Hasil dari penanaman benih ini sanggup kita jadikan makanan. Ini merupakan keberuntungan besar bagi kami.
Kami juga menemukan bahwa beberapa belas meter di bawah lapisan tanah yang berkarat dan bertholin ini, terdapat lapisan tanah yang sangat kaya akan hidrogen peroksida. Kita sanggup mereaksikan zat ini menjadi air dan juga oksigen. Kita merasa menyerupai orang paling beruntung di alam semesta ini.
Igor menyerahkan dua kantong kertas yang masing-masing berisi benih kentang dan jagung dan menyuruhku mencari daerah yang anggun untuk menanam benih itu. Tanpa keberatan dalam hati, saya melaksanakan perintah itu. Aku berjalan-jalan di sekitar Outerland untuk mencari daerah yang ideal. Setelah beberapa keliling, saya hasilnya menemukan daerah itu. Aku menggali tanah berkarat itu, kemudian saya mengambil sebuah benih kentang dari dalam kantung. Sebelum saya menaruh benih kentang itu di lubang galian kecil, saya menyadari ada sesuatu disebelahnya. Sebuah jejak kaki yang sebagian darinya sudah terhapus oleh angin. Ada banyak jejak kaki yang mengarah ke gunung. Karena penasaran, saya mengikuti jejak itu. Setelah berjalan diatas tanah berkarat (dan bertholin) ini selama 2-3 menit, saya menemukan sesuatu di atas tanah. Serpihan-serpihan kecil kain. Beberapa meter dari serpihan-serpihan ini, ada benda berbentuk menyerupai bola berwarna putih. Aku mulai menyadari bahwa itu yakni sebuah helm. Aku pun segera menuju helm itu. Setelah dilihat dari dekat, ternyata ini yakni helm dari IEVA suit. Aku mengangkatnya untuk melihat lebh dekat lagi. Kaca helm ini sudah pecah. Namun, tidak ditemukan serpihan beling disekitar daerah ditemukannya helm itu. Ada sebuah abjad bab samping helm itu. Sebuah nama yang tidak asing. Jauh lebih tidak asing dibanding tanah yang mengotori helm ini. Renner.

0 Response to "Other Planet: Bab 2"
Posting Komentar