Dongeng Sekolah #1| Saya Bukan Tukang Cari Perhatian
AKU BUKAN “TUKANG” CARI PERHATIAN
Rintik hujan mulai pergi, matahari yang tadinya malu-malu mulai mengintip dari balik awan. Aku masih menatap kosong pada langit-langit berwarna hijau sambil meratapi semua insiden yang terjadi. Aku yakin, sesudah ini kedatanganku akan menjadi butir-butir bubuk yang tak mempunyai kegunaan bagi mereka. Aku sudah mencoba segalanya semoga dapat menjadi orang yang berarti bagi mereka tapi sekali lagi, mereka akan berkata AKU INI “TUKANG” CARI PERHATIAN.
Air mata mulai mengalir tanpa sebab, seseorang mulai berbisik padaku untuk berteriak sekencang-kencangnya, badanku mulai melemah, dan tanpa kusadari lagi dan lagi saya berteriak tak terkendali. Semua siswa di UKS berhamburan ketakutan menjauh. Mereka pun seperti tidak menginginkan kehadiranku ditambah lagi dengan bisikan guru-guru yang menghampiri, dalam keadaan setengah sadar saya mendengar mereka berkata AKU INI” TUKANG” CARI PERHATIAN.
Badanku semakin tak terkendali, tiba-tiba seseorang muncul dari kerumunan guru dan sobat – sobat sekolah. Wanita separuh baya dengan muka bersinar menghampiriku, pelan-pelan saya mulai besar lengan berkuasa untuk mengendalikan diri.
“Mama” kataku sambil tersenyum ke arahnya. Mereka yang tadinya berkerumun berlari menyerupai ketakutan.
“Mama? Kamu lihat apa nak?” tanya wali kelasku.
“Ini bu, Mama saya datang, beliau di belakang Ibu.” Kataku girang. Wali kelasku melihat ke arah Mama namun raut wajahnya menyerupai orang kebingungan. Aku tak perduli dan membiarkan wali kelasku pergi meninggalkan saya dan Mama.
Aku memeluk Mama sekencang-kencangnya. Wajahnya yang hangat membuatku ingin mencurahkan semua kegelisahan padanya. Aku ingin menceritakan Bapak yang membenciku, saya ingin menceritakan tante dan sepupuku yang jahat, saya ingin menceritakan ihwal teman-teman kelas yang sering mengejek ku. Namun, belum sempat saya bercerita Mama pergi mendengar bunyi dari luar UKS.
“Ya Allah nak, kenapa lagi ini?” tanya tanteku yang tiba-tiba tiba menghampiri.
“Mungkin, dibiarkan dulu istirahat ya bu keponakannya.” Kata wali kelasku seolah – olah tak perduli. Tante dan Wali kelasku pergi mengabaikan saya yang terbaring lemah di atas ranjang UKS.
Aku kembali menatap langit-langit hijau itu hingga kesudahannya pandanganku mulai hitam.
Lama rasanya saya melayang tak karuan di ruang gelap hingga kesudahannya saya sadar dan mendengar bunyi tante dan wali kelasku sedang berbicara di luar UKS.
“Nda usah dibangunkan dulu bu, kasihan beliau niscaya masih lelah.” Kata wali kelasku.
“Terima kasih banyak bu, maaf saya jadi banyak merepotkan. Setelah ini, kami akan berusaha merawat sebaik mungkin keponakan saya di ibu kota. Kasihan bersama-sama bu, Mamanya sudah meninggal, Bapaknya juga sakit – sakitan.” Kata tanteku menyerupai akal-akalan menangis.
“Insya Allah keputusan ibu untuk memberhentikan Delia dari sekolah dan fokus pada pengobatan jiwanya ialah yang terbaik bu, saya juga akan pastikan insiden ini tidak akan pernah terulang lagi di kelas maupun di sekolah, saya mohon maaf atas insiden pembully-an ini ya bu.”Sambung wali kelasku.
Aku terkejut, tanteku sangat jahat. Dia ingin merenggut secuil kebahagianku di sekolah dan beliau menuduh saya sakit jiwa. AKU INI BUKAN “TUKANG” CARI PERHATIAN, tapi saya butuh perhatian. Aku menangis rahasia sambil menatap langit-langit hijau yang mungkin tak akan pernah kulihat lagi esok hingga kesudahannya pandangan itu kembali gelap dan saya kembali melayang di ruang gelap.
“Delia, Delia, Delia” sayup-sayup seseorang memanggil namaku. Aku membuka mata, kulihat wajah wali kelas.
“Nak, berdiri ayo. Teman-temannya Delia sudah pada pulang loh. Tantenya Delia juga sudah menunggu di depan sekolah.” Kata wali kelasku.
“Iya bu.” Kataku.
Aku bersiap berdiri dan melangkah ke luar UKS. Namun....
“Delia.... Maafkan saya ya. Aku gak bermaksud ngolok-ngolok pekerjaan bapakmu.” Kata sobat kelas sambil memelukku. Aku melihat ke sekelilingku, mereka semua berkumpul sambil menangis. Seketika saya menyerupai terbangun dari tidur ketika mendengar kata-katanya.
“Delia, kami semua minta maaf. Sebenarnya kami gak bermaksud untuk mengejekmu. Kami cuman main-main aja, walaupun ejekannya sering banget.” Kata ketua kelasku.
Aku menitihkan air mata lantaran tak rela meninggalkan mereka.
“Delia, mulai ketika ini selalu berpikiran positif ya. Semua orang sayang sama Delia, jadi Delia juga harus sayang sama dirinya sendiri. Jangan mau kalah sama pikiran-pikiran negatif ya sayang.” Kata wali kelasku meyakinkan, saya mengangguk dan mencium tangannya. Berat rasanya meninggalkan wali kelas dan sobat – sobat kelasku.
Aku berjalan selangkah demi selangkah meninggalkan sekolah. TIDAK, kali ini saya dilarang kalah dari pikiran-pikiran negatif. Aku harus sembuh, saya harus kembali ke sekolah ini, dan menebus semua kesalahan atas pikiran negatif yang meracuni diriku sendiri.
Tubuhku mulai melemah, saya menyerupai kehilangan kesadaran, saya mencoba kuat, ketika saya jatuh seseorang membantuku untuk bangun. Dia lagi, tanteku yang jahat. Aku melangkah dengan niscaya meninggalkan wali kelas yang tak pernah perduli denganku, meninggalkan teman-teman yang suka mengejekku, dan sekolah yang tak akan pernah kurindukan.
Dongeng Sekolah #1
Dongeng Sekolah #1, diawali dengan sebuah kisah dengan puzzle terlengkap yang pernah kutemukan. Puzzle ini terus bersambung menjadi sebuah kisah utuh ihwal seseorang yang kukenal cukup bersahabat di sekolah. Ia pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa sebelum kesudahannya ia tetapkan putus sekolah.
Sekali lagi, ini ialah sebuah dongeng, dongeng yang tidak biasa lantaran dongeng ini diambil dari kisah nyata.

0 Response to "Dongeng Sekolah #1| Saya Bukan Tukang Cari Perhatian"
Posting Komentar