Faktur Pajak
Faktur Pajak - Faktur Pajak yaitu bukti pungutan pajak yang dibentuk oleh pengusaha kena pajak (PKP) yang melaksanakan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau penyerahan jasa kena pajak (JKP).
A. Pengertian Faktur Pajak
Faktur Pajak yaitu bukti pemungutan pajak. Agar Faktur Pajak sanggup berfungsi sebagai belahan dari prosedur pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Faktur Pajak harus memenuhi dua persyaratan yaitu persyaratan formal dan persyaratan material sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (9) UU PPN yang berbunyi: ”Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material”.
Berdasarkan klarifikasi Pasal 13 ayat (9), Faktur Pajak dikatakan telah memenuhi persyaratan formal apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 13 ayat (5) yaitu Faktur Pajak harus mencantumkan keterangan perihal penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
- nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau akseptor Jasa Kena Pajak;
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
- kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Faktur Pajak |
Persyaratan Formal Faktur Pajak
Persyaratan formal dari faktur pajak diatas wajib dipenuhi oleh Pengusaha Kena Pajak yang menjual BKP/JKP sebab apabila tidak dipenuhi, Faktur Pajak yang diterbitkan dianggap cacat sehingga tidak sanggup dijadikan Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menjadi lawan transaksinya (oleh PKP pembeli). Selain itu kepada Pengusaha Kena Pajak penerbit Faktur Pajak, sesuai suara Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 perihal Tata Cara Pembuatan Dan Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak, akan dikenakan hukuman berupa bunga sebesar 2% dikalikan nilai transaksi yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut.
Tidak semua Pengusaha Kena Pajak yang dikarenakan menciptakan faktur pajak tidak sesuai persyaratan formal terkena sanksi, ada pengecualian dari pengenaan hukuman apabila Pengusaha Kena Pajak keliru atau tidak mengisi secara lengkap nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau akseptor Jasa Kena Pajak dan keliru atau tidak mengisi secara lengkap nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau akseptor Jasa Kena Pajak serta nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran. Kepada Pengusaha Kena Pajak penerbit faktur pajak tidak lengkap tersebut tidak dikenakan hukuman denda pasal 14 ayat (1) sebesar 2%, namun Pengusaha Kena Pajak yang akseptor tidak sanggup menimbulkan Faktur Pajak tersebut sebagai Pajak Masukan.
Persyaratan Material Faktur Pajak
Persyaratan material dari Faktur Pajak yaitu telah terpenuhi apabila keterangan yang tercantum dalam faktur pajak terang dan sesuai dengan insiden transaksi yang sesungguhnya dari BKP atau JKP yang diperjualbelikan. Berikut sebagian suara klarifikasi Pasal 13 ayat (9) UU PPN :
”Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sesungguhnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, Ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.”
”Dengan demikian, walaupun Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sudah memenuhi ketentuan formal dan sudah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya, apabila keterangan yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak tersebut tidak memenuhi syarat material”
Diluar batasan pemenuhan persyaratan formal dan material dari Faktur pajak, dalam rangka pengkreditan Faktur Pajak Pajak Masukan terdapat hal yang perlu diperhatikan yang sudah diatur secara niscaya dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN yaitu mengenai Pajak Masukan yang tidak sanggup dikreditkan.
Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan
Berdasarkan Pasal 9 ayat (8) UU PPN pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana tidak sanggup diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak memiliki hubungan pribadi dengan acara usaha;
- perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau akseptor Jasa Kena Pajak;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
- perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
Jangka Waktu pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Pasal 9 ayat (9) yaitu ”Pajak Masukan yang sanggup dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, sanggup dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling usang 3 (tiga) bulan sehabis berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.”
B. Objek PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa yaitu objek PPN. Tetapi oleh sebab adanya pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, maka diatur sendiri oleh Undang-undang PPN bahwa ada barang dan jasa tertentu yang tidak dipungut serta dikecualikan dari pengenaan PPN dan dibebaskan dari pungutan PPN.
Objek PPN sanggup dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu:
- Barang Kena Pajak yaitu barang berwujud yang berdasarkan sifat atau hukumnya sanggup berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
- Jasa Kena Pajak yaitu setiap acara pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan aturan yang mengakibatkan suatu barang atau kemudahan atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang sebab pesanan atau seruan dengan materi dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Apa saja yang menjadi Objek PPN selengkapnya diatur dalam Undang-undang PPN pasal 4, pasal 16 C, dan pasal 16 D.
ü Pasal 4
PPN dikenakan atas:
Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
Impor Barang Kena Pajak;
Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
ü Pasal 16 C
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas acara membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam acara perjuangan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau tubuh yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
ü Pasal 16 D
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang berdasarkan tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak sanggup dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) abjad b dan abjad c."
C. Mekanisme Pengenaan PPN
- Pada ketika membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak)/ penjual. Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh PKP tersebut merupakan pembayaran pajak di muka dan disebut dengan Pajak Masukan. Pembeli berhak mendapatkan bukti pemungutan berupa faktur pajak.
- Pada ketika menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, si penjual wajib memungut PPN. Bagi si penjual, PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP wajib menciptakan faktur pajak.
- Apabila dalam suatu masa pajak (misal 1 bulan) jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara.
- Apabila dalam suatu masa pajak jumlah Pajak Keluaran lebih kesil daripada Pajak Masukan, selisihnya sanggup direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan ke masa pajak beriutnya.
- Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan memakai Surat Pemberitahuan Masa PPN yang disebut SPT Masa PPN.
Contoh :
Sepanjang bulan Maret 2011, PT ABC memiliki transaksi sebagai berikut :
@ Membeli materi baku seharga Rp. 100.000.000,- (dipungut PPN sebesar Rp. 10.000.000,-. -> DPP x 10%)
@ Membeli materi penolong seharga Rp. 40.000.000,- (dipungut PPN sebesar Rp. 4000.000,-)
@ Menjual produknya seharga Rp. 200.000.000,- ( memungut PPN sebesar Rp. 20.000.000,-)
@ Perhitungan PPN :
Jumlah Pajak Keluaran – Jumlah Pajak Masukan = PPN kurang bayar
Rp. 20.000.000 – Rp. 14.000.000,- = Rp. 6000.000,-
Jadi, Jumlah PPN kurang bayar sebesar Rp. 6000.000,- ini harus disetorkan ke kas negara.
Cara Menghitung PPN
Contoh :
1. PKP A menjual tunai BKP kepada PKP B dengan harga jual Rp. 25.000.000,-. PPN yang terutang :
10% x Rp. 25.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
PPN sebesar Rp. 2.500.000,- tersebut merupakan pajak keluaran, yang dipungut oleh PKP A. Sedangkan bagi PKP pajak B, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan.
Mekanisime PPnBM
Mekanisme PPnBM diatur dalam pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 UU PPN, yang sama
secara garis besar yaitu sebagai berikut:
- Atas impor dan Penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh PKP yangmenghasilkan BKP yang tergolong Mewah tersebut disamping dikenakan PPNjuga dikenakan PPnBM.
- PPnBM hanya dipungut satu kali, yaitu pada waktu Impor atau pada waktumenyerahkan BKP yang tergolong Mewah tersebut oleh pabrikan.
- PPnBM tidak sanggup dikreditkan baik terhadap PPN maupun terhadapPPnBM;
- Tarif PPnBM yang berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 berkisar antara 10%sampai dengan 35% dengan UU No. 11 Tahun 1994 diubah menjadi setinggi-tingginya 50% dan dengan UIJ No. 18 Tahun 2000 diubah lagi menjadi setinggi-tingginya 75%.
- Atas ekspor BKP yang tergolong glamor sanggup meminta kembali PPnBM yangtelah dibayar pada waktu perolehan BKP yang tergolong glamor yang dieksportersebut.
Karakteristik PPnBM sebagai berikut;
- PPnBM merupakan pungutan tambahan BKP Mewah selain PPN
- PPnBM hanya dikenakan sekali yaitu pada ketika impor atau pada saatpenyerahan BKP Mewah oleh PKP Pabrikan.
- PPnBM tidak sanggup dikreditkan sehingga diperlakukan sebagai biaya
- Dalam hal BKP Mewah diekspor, maka PPnBM yang dibayar pada ketika perolehannya sanggup diminta kembali (restitusi).
A. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
- 1. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yaitu serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sanggup ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif terendah sebesar 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pengelompokan Barang Kena Pajak ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
- Atas ekspor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah dikenakan Pajak dengan tarif 0% (nol persen).Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yaitu pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean. Oleh sebab itu, Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan tarif 0% (nol persen). Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut sanggup diminta kembali.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 145 Tahun 2000 Tanggal 22 Desember 2000 juncto Peraturan Pemerintah No, 60 Tahun 2001 Tanggal 1 Agustus 2001 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2002 Tanggal 23 Maret 2002 junco Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2003 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2003 Tanggal 31 Juli 2003 Tentang Kelompok BKP yang tergolong Mewah
yang dikenakan PPnBM, sanggup dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu;
1. BKP tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang dikenakan PPnBM Berdasarkan KMK-570/KMK-04/2000 Jo KMK-381/KMK.0312003, Jo KMK No. 141IKMK.03/2002.
2. BKP yang tergolong glamor di tempat pabean oleh Pengusaha yang menghasilan BKP yang tergolong glamor atau impor BKP yang tergolong glamor dikenakan tarif 10% -75% tergantung jenis barang yang ada.
B. Pengelompokan BKP yang tergolong Mewah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 Tanggal 22 Desember 2000 telah diatur kelompok barang kena pajak Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah selain kendaraan bermotor ditindakianjuti dengan Kepmen Nomor (569/KMK 04/2000) yaitu:
Berupa Selain Kendaraan Bermotor
1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraanbermotor yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan tariff 10% (sepuluh persen) adalah
a. Kelompok kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi, mengandungtambahan gula atau pemanis lainnya tidak, diberi aroma atau tidak, diberirasa atai tidak, mengandung tambahan buah-buahan, biji-bijian, kokoa,atau tidak. Yoghurt, kephir, whey, keju, mentega atau lemak atau minyakyang diperoleh dan susu, yang botolkandikemas;
b. Kelompok air buah dan air sayuran, yang belum meragi dan tidak mengandungakohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya maupun tidakmengandung aroma maupun tidak, yang dibotolkan dikemas;
c. Kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandungtambahan gula atau pemanis lainnya maupun tidak, mengandung aromamaupun tidak, yang dibotolkan/dikemas, serta air soda yang dibotolkan dikemas;
d. Kelompok produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit, tangan, kaki, danrambut, serta preparat rias lainnya, yang dikemas/dibotolkan;
e. Kelompok alat rumah tangga, pesawat dingin, pesawat pemanas, mesinjual barang otomatis termasuk mesin penukar uang, dan pesawat penerimasiaran telewsi,
f. Kelompok peralatan dan pelengkapan olah raga
g. Kelompok mesin pengatur suhu
h. Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat akseptor siaranradio
i. Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapan
2. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraanbermotor yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan tarif 20% (dua puluh persen), adalah
a. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin dan pesawat pemanas,selain yang disebut dalam kelompok 1 (10%)
b. Kelompok hunian glamor menyerupai rumah mewah, apartemen, k0nd0miitown house, dan sejenisnya;
c. Kelompok pesawat akseptor siaran televisi, dan antene serta refl antena, selain yang termasuk dalam kelompok yang bertarif 10%;
d. Kelompok mesin pegatur suhu udara, mesm basuh piring, mesm peng pesawat elektromagnetik,dan instrumen musik;
e. Kelompok wangi-wangian;
f. Kelompok permadani tertentu selain yang terbuat dan serabut kelapa (sutera, wol atau bulu binatang halus.
ü Tarif 30%
a. Kelompok kapal atau kendaraan lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
b. Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga, selain yang termasuk dalam kelompok yang bertarif 10%
ü Tarif 40%
a. Kelompok minuman tertentu yang mengandung alkohol;
b. Kelompok barang yang terbuat dan sutera atau wool;
c. Kelompok permadani tertentu yang terbuat dan sutera atau wool;
d. Kelompok barang beling dan kristal timah hitam dan jenis yang digunauntuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;
e. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuatlogam muha atau dan logam yang dilapisi logam mulia atau adonan daripadanya;
f. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, selain yang disebutkelompok 30%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
g. Kelompok balon udara dan balon udara yang sanggup dikemudikan, peudara lainnya tanpa tenaga penggerak;
h. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecualikeperluan negara;
i. Kelompok jenis kaki,
j. Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor,
k. Kelompok barang-barang yang terbuat dan porselin, tanah lempung Cina atau keramik; dan
l. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari watu selain watu jalan dan watu tepi jalan.
ü Tarif 50%
a. Kelompok permadani tertentu yang terbuat dan wol atau bulu binatang halus;
b. Kelompok pesawat udara selain yang disebut dalam kelompok 40%, kecualiyang digunakan untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga;
c. Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga. selain yang disebut dalamkelompok tarif 10% dan 30%;
d. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara;
ü Tarif 75%
a. Kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang termasuk dalamkelompok 40%;
b. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dan batumulia dan atau mutiara atau adonan dan padanya;
c. Kelompok kapal pesiar glamor kecuali untuk keperluan negara atauangkuatan umum.
0 Response to "Faktur Pajak"
Posting Komentar