-->

iklan banner

Pengangguran

Penggangguran atau Mengganggur tidak sama dengan tidak bekerja atau tidak mau bekerja. Orang yang tidak mau bekerja, tidak sanggup dikatakan sebagai pengangguran. Sebab jikalau ia mencari pekerjaan (ingin bekerja), mungkin dengan segera akan mendapatkannya.

Kalau begitu mengapa mereka tidak mau bekerja? Mungkin lantaran sudah kaya! Misalnya, tabungannya sudah mencapai 3 miliar. Jika tingkat bunga deposito higienis (setelah dipotong pajak) 1% per bulan (12%/tahun), maka tanpa bekerja penghasilannya mencapai Rp30 juta per bulan. Sudah lebih dari cukup. Alasan alasan lain yang menciptakan orang tidak mau bekerja antara lain yakni ibu-ibu yang harus mengasuh anak, kawula muda yang harus sekolah /kuliah dahulu.

Pengertian pengangguran

Contoh dalam paragrap pertama merupakan pengantar untuk menciptakan lebih gampang memahami konsep penggangguran (unemployment). Sebab pengertian ekonomi ihwal pengangguran tidak identik tidak (mau) bekerja. Seseorang gres dikatakan menganggur bila ia ingin bekerja dan telah berusaha mencari kerja, namun tidak mendapatkannya.

Pengertian penggangguran dalam arti luas yakni suatu penduduk yang tidak sedang bekerja, akan tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan perjuangan baru, atau penduduk yang tidak sedang mencari kerja lantaran sudah diterima bekerja belum mulai bekerja.

Dalam ilmu kependudukan (demokrapi), orang yang mencari kerja masuk dalam kelompok penduduk yang disebut angkatan kerja. Berdasarkan kategori usia, usia angkatan kerja yakni 15-64. Tetapi tidak semua orang yang berusia 15-64 tahun dihitung sebagai angkatan kerja.

Yang dihitung sebagai angkatan kerja yakni penduduk berusia 15-64 tahun yang bekerja dan sedang mencari kerja, sedang yang tidak mencari kerja, entah lantaran harus mengurus keluarga atau sekolah, tidak masuk angkatan kerja. Tingkat pengangguran yakni persentase angkatan kerja yang tidak/belum mendapat pekerjaan. Lebih jelasnya lihat gambar dalam bentuk diagram dibawah ini.

Penggangguran atau Mengganggur tidak sama dengan tidak bekerja atau tidak mau bekerja Pengangguran

Bentuk – bentuk penggangguran

 

Pada diagram diatas terlihat bahwa jumlah penduduk suatu negara sanggup dibedakan menjadi penduduk usia kerja (15-64 tahun) dan bukan usia kerja. Yang masuk kelompok bukan usia kerja (usia nonproduktif) yakni anak anak (0-14 tahun) dan insan lanjut usia (manula) yang berusia ≥ 65 tahun.

Dari jumlah penduduk usia kerja, yang masuk angkatan kerja adalah mereka yang mencari kerja atau bekerja. Sebagian yang tidak bekerja (dengan banyak sekali alasan) tidak masuk angkatan kerja (bukan angkatan kerja). Lebih lanjut lagi terlihat, ternyata tidak semua angkatan kerja memperoleh lapangan kerja. Mereka ini lah yang disebut pengangguran.

Dalam tabel dibawah ini memperlihatkan data data komposisi penduduk indonesia hasil penduduk tahun 1971, 1980, dan 1990 dengan memakai penjabaran diagram.

Penggangguran atau Mengganggur tidak sama dengan tidak bekerja atau tidak mau bekerja Pengangguran

Angka/tingkat pengangguran dalam tabel diatas memperlihatkan bahwa jumlah angkatan kerja yang tidak atau belum mendapat pekerjaan dalam periode 1971,1980, dan 1990 masing masing yakni 8,7% 1,5% dan 2,4% dari angkatan kerja. Angka 8,7% 1,5% dan 2,4% di sanggup dengan cara membagi jumlah orang yang menganggur dengan jumlah angkatan kerja (bukan penduduk usia kerja) dikalikan 100%.

Jenis jenis Pengangguran

  1. Pengangguran Friksional 

Apabila dalam suatu periode tertentu perekonomian terus menerus mengalami perkembangan yang pesat, jumlah dan tingkat pengangguran akan menjadi semakin rendah. Pada jadinya prekonomian sanggup mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment), yaitu apabila pengangguran tidak melebih 4%. Pengangguran ini dinamakan pengangguran friksional (frictional employment).

Segolongan mahir ekonomi memakai istilah pengangguran normal atau pengangguran mencari (search unemployment). Pengangguran ini bersifat sementara dan terjadi lantaran adanya kesenjangan antara pencari kerja dengan lowongan kerja. Kesenjangan ini sanggup berupa kesenjangan waktu, informasi, ataupun lantaran kondisi georafis/jarak antara pencari kerja dan kesempatan (lowongan) kerja. Mereka yang masuk dalam kategory pengangguran sementara umumnya rela menganggur (voluntary unemployment) untuk mendapat pekerjaan.

Pengangguran friksional bukanlah wujud sebagai jawaban dari ketidakmampuan memperoleh pekerjaan, melainkan sebagai jawaban dari cita-cita mencari kerja yang lebih baik. Di dalam proses mencari kerja yang lebih baik itu adakalanya mereka harus menganggur. Namun pengangguran ini tidak serius lantaran bersifat sementara.

  1. Pengangguran Struktural

Dikatakan pengangguran struktural lantaran sifatnya yang mendasar. Pencari kerja tidak bisa memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang tersedia. Hal ini terjadi dalam prekonomian yang berkembang pesat. Makin tinggi dan rumitnya proses produksi dan atau teknologi produksi yang digunakan, menuntut persyaratan tenaga kerja yang juga semakin tinggi. Misalnya,  tenaga kerja yang dibutuhkan untuk industri kimia menuntut persyaratan yang relatif berat, yaitu pendidikan minimal sarjana, bisa memakai komputer dan menguasai minimal bahasa inggris.

Dengan makin besarnya peranan prosedur pasar yang semakin mengglobal, maka toleransi terhadap kekurang persyaratan tidak ada lagi. Sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu, seorang yang tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan masih sanggup ditoleransi, selama kekurangannya  hanya sedikit. Sebab penawaran tenaga kerja yang berkualitas baik relatif sedikit dibanding kebutuhan. Tetapi sekarang  yang terjadi yakni kelebihan tenaga kerja berkualitas. Jika tetap terjadi kekurangan sanggup diatasi dengan mendatangkan tenaga kerja asing.

Dilihat dari sifatnya, pengangguran struktural lebih sulit diatasi dibanding penganggur friksional. Selain membutuhkan pendanaan yang besar, juga waktu yang lama. Bahkan untuk indonesia, pengangguran struktural merupakan persoalan besar dimasa mendatang, jikalau tidak ada perbaikan kualitas SDM

  1. Pengangguran Siklis

Pengangguran siklis (cyclical unemployement) atau pengangguran konjungtur yakni pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan – perubahan dalam tingkat acara prekonomian. Pada awal acara ekonomi mengalami kemunduran, perusahaan – perusahaan harus mengurangi acara produksi. Dalam pelaksanaannya berarti jam kerja dikurangi, sebagian mesin produksi tidak digunakan, dan sebagian tenaga kerja diberhentikan. Dengan demikian, kemunduran ekonomi akan menaikkan jumlah dan tingkat pengangguran.

Tenaga kerja akan terus bertambah sebagai jawaban pertambahan penduduk. Apabila kemunduran ekonomi terus berlangsung sehingga tidak sanggup menyerap pemanis tenaga kerja, maka pengangguran konjungtur akan menjadi bertambah serius. Ini berarti dibutuhkan kebijakan – kebijakan ekonomi guna meningkatkan acara ekonomi, dan harus diusahakan menambah penyediaan kesempatan kerja untuk tenaga kerja yang barus memasuki pasar tenaga kerja (sebagai jawaban bertambahnya penduduk).

Pengangguran konjungtur hanya sanggup dikurangi atau diatasi masalahnya apabila pertumbuhan ekonomi yang terjadi sehabis kemunduran ekonomi cukup besar juga sanggup menyediakan kesempatan kerja gres yang lebih besar dari pertambahan tenaga kerja yang terjadi.

  1. Pengangguran musiman

Pengangguran ini berkaitan bersahabat dengan fluktuasi acara ekonomi jangka pendek, terutama terjadi disektor pertanian. Misalnya, di luar animo tanam dan panen, petani umumnya menganggur, hingga menunggu animo tanam dan panen berikutnya

Biaya sosial dari pengangguran

Sama halnya dengan inflasi, pengangguran juga akan menjadikan dampak negatif jikalau sifat pengangguran sudah sangat struktural dan atau kronis.

  1. Terganggunya stabilitas prekonomian

Pengangguran struktural dan atau kronis akan mengganggu stabilitas prekonomian dilihat dari sisi permintaan dan penawaran agregat.

  • Melemahnya undangan agregat

Untuk sanggup bertahan hidup, insan harus bekerja. Sebab dengan bekerja ia akan memperoleh penghasilan, yang dipakai untuk belanja barang dan jasa. Jika tingkat pengangguran tinggi dan bersifat struktural, maka daya beli akan menurun, yang pada gilirannya menjadikan penurunan undangan agregat.

  • Melemahnya tingkat penawaran agregat

Tingginya tingkat pengangguran akan menurunkan penawaran agregat, bila dilihat dari peranan tenaga kerja sebagai faktor produksi utama. Makin sedikit tenaga kerja yang digunakan, makin kecil penawaran agregat. Dampak pengangguran terhadap penawaran agregat makin terasa dalam jangka panjang. Makin usang seseorang menganggur, keterampilan, produktivitas maupun adat kerjanya akan mengalami penurunan.

Mungkin  argumen di atas sanggup dibantah dengan menyampaikan bahwa dalam prekonomian modern, tenaga kerja sanggup digantikan dengan barang modal. Bahkan penggunaan barang modal yang makin intensif akan meningkatkan efisiensi dari biaya produksi per unit yang makin rendah. Dengan harga jual yang makin rendah, tentu undangan akan meningkat.

Logika diatas yakni benar hingga batas tertentu. Tetapi yang harus diingat, yang dimaksud dengan prosedur pasar yakni interaksi permintaan dan penawaran. Sekalipun bisa berjalan efisiensi, tetapi jikalau undangan agregat sangat lemah, maka keseimbangan ekonomi terjadi di tingkat yang sangat rendah. Akibatnya, tingkat produksi harus diturunkan drastis. Penurunan tingkat/skala produksi ini akan menaikkan biaya produksi per unit. Hal ini tentunya melemahkan penawaran agregat.

Melemahnya undangan dan penawaran agregat terang akan mengancam stabilitas prekonomian. Hal ini telah berkali-kali terbukti dalam sejarah prekonomian dunia. Misalnya Depresi Besar (1929-1933), oleh para ekonom diakui disebabkan oleh melemahnya undangan agregat. Krisis Ekonomi Asia Timur (1998), sanggup dijelaskan dalam konteks interaksi melemahnya undangan dan penawaran agregat.

    1. Terganggunya stabilitas politik

Saat ini pengangguran bukan hanya persoalan ekonomi, melainkan juga persoalan sosial politik. Sebab dampak dari pengangguran sudah jauh lebih besar dari masa masa sebelumnya. Pengangguran yang tinggi akan meningkatkan kriminilitas, baik berupa kejahatan pencurian, perampokan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang maupun kegiatan  – acara ekonomi yang ilegal lainnya. Biaya ekonomi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan masalah sosial ini sangat besar dan susah di ukur tingkat efisiensi dan efektivitasnya.

Tingkat Pengangguran di Indonesia dari tahun 2005 – 2019

Tingkat Pengangguran di Indonesia
Tahun %
2005 10,26
2006 10,45
2007 9,75
2008 8,46
2009 8,14
2010 7,41
2011 6,96
2012 6,37
2013 5,88
2014 5,7
2015 5,18
2016 5,50
2017 5,33
2018 5,13
2019 5,01

Dari data tersebut diatas memperlihatkan tingkat pengganguran di indonesia rata-rata berkisar 7,27% pertahun. Untuk angka tingkat pengganguran tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 11,24%. Setelah 2005 tingkat pengangguran di indonesia cendrung mengalami penurunan. Sementara tingkat penggangguran terendah terjadi pada tahun 2018 sebesar 5,13%.

Lihat juga:


Sumber https://www.cekkembali.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Pengangguran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel