Pragmatisme Dalam Pendidikan
Pragmatisme dan idealisme yakni dua pendekatan filosofis yang berlawanan. Pragmatisme yakni pendekatan filosofis yang mengevaluasi teori atau kepercayaan dalam hal keberhasilan penerapan simpel mereka.
Perbedaan utama antara pragmatisme dan idealisme yakni pragmatisme menganggap konsekuensi simpel dari sebuah tindakan sebagai komponen utamanya sedangkan idealisme mempertimbangkan entitas mental atau pemikiran dan gagasan sebagai komponen utamanya.
Makna Pragmatisme:
Kata Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani (pragma, matos = akta, dari prassein = untuk dilakukan).
Pragmatisme berarti tindakan, dari mana kata-kata simpel dan praktik telah datang. Kaum idealis membangun ideal transendental, yang tidak sanggup direalisasikan oleh manusia. Pragmatis menetapkan standar yang bisa dicapai. Pragmatis yakni orang-orang praktis.
Mereka menghadapi persoalan dan mencoba menyelesaikannya dari sudut pandang praktis. Tidak ibarat idealis mereka hidup di dunia kenyataan, bukan di dunia ideal. Pragmatis memandang hidup ibarat adanya, sementara idealis memandang hidup sebagaimana mestinya. Tema utama pragmatisme yakni aktivitas.
(a) Sebuah pemikiran
(b) Aksi
Penekanan pragmatisme ada pada tindakan dan bukan pada pemikiran. Pemikiran di bawah tindakan. Ini dijadikan instrumen untuk menemukan sarana tindakan yang sesuai. Itulah sebabnya pragmatisme juga disebut Instrumentalisme. Ide yakni alat. Pemikiran memperluas ruang lingkup dan kegunaannya dengan menguji dirinya sendiri pada persoalan praktis.
Karena pragmatisme menganjurkan metode eksperimental sains, ini juga disebut Eksperimentalisme – sehingga menekankan makna pemikiran praktis. Eksperimentalisme melibatkan keyakinan bahwa tindakan bijaksana selalu merupakan semacam pengujian terhadap kesimpulan sementara / hipotesis
Pragmatisme tidak mempunyai kepercayaan obstruktif. Ia mendapatkan segala sesuatu yang mempunyai konsekuensi praktis. Bahkan pengalaman mistis pun diterima jikalau mempunyai hasil yang praktis. Tidak ibarat idealis mereka percaya bahwa filsafat muncul dari praktik pendidikan sementara para idealis menyampaikan bahwa “pendidikan yakni sisi dinamis filsafat”. Eksponen utama Pragmatisme yakni William James (1842-1910), Schiller, dan John Dewey (1859-1952).
Pragmatisme dalam Pendidikan:
Di dunia kini pragmatisme telah sangat menghipnotis pendidikan. Ini yakni filosofi simpel dan utilitarian. Itu membuat kegiatan menjadi dasar semua pengajaran dan pembelajaran. Ini yakni kegiatan di mana proses pendidikan berkembang.
Itu membuat berguru menjadi tujuan dan menanamkan rasa realitas dalam pendidikan. Ini membuat sekolah menjadi bengkel dan laboratorium. Ini memberi abjad eksperimental untuk pendidikan. Pragmatisme membuat insan optimis, energik dan aktif. Ini memberinya kepercayaan diri. Anak membuat nilai melalui aktivitasnya sendiri.
Menurut pragmatisme, pendidikan bukanlah sisi dinamis filsafat yang dianjurkan oleh para idealis. Ini yakni filosofi yang muncul dari praktik pendidikan. Pendidikan membuat nilai dan merumuskan gagasan yang merupakan filsafat pragmatis.
Pragmatisme didasarkan pada psikologi perbedaan individu. Pragmatis menginginkan pendidikan sesuai kemampuan dan kemampuan individu. Individu harus dihormati dan pendidikan direncanakan untuk memenuhi kecenderungan dan kapasitasnya. Tapi pengembangan individu harus dilakukan dalam konteks sosial. Setiap individu mempunyai pribadi sosial dan individualitas sanggup dikembangkan di dalam dan melalui masyarakat.
Dengan demikian pragmatisme telah membawa demokrasi di bidang pendidikan. Itulah sebabnya ia menganjurkan pemerintahan sendiri di sekolah. Anak-anak harus berguru teknik mengelola urusan mereka sendiri di sekolah dan itu akan menjadi persiapan hidup yang baik.
Pendidikan yakni persiapan hidup. Pragmatisme membuat insan efisien secara sosial. Para pragmatis beropini bahwa bawah umur seharusnya-tidak diminta untuk bekerja sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Mereka harus memilih tujuan mereka sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka.
Proses berguru mengajar yakni proses sosial dan bi-polar. Pembelajaran berlangsung sebagai interaksi antara guru dan guru. Sementara idealisme memberi daerah pertama pada guru, pragmatisme memberi daerah pertama pada pengajaran. Demikian pula, antara pemikiran dan tindakan, mereka memberi daerah pertama untuk bertindak. Para pragmatis mengutuk verbalisme dan mendorong tindakan.
Menurut pragmatisme, teori dan praktik pendidikan didasarkan pada dua prinsip utama, yaitu:
(i) Pendidikan harus mempunyai fungsi sosial, dan
(ii) Pendidikan harus memperlihatkan pengalaman kasatmata kepada anak.
Pragmatisme dan Tujuan Pendidikan:
Pragmatisme tidak meletakkan tujuan pendidikan terlebih dahulu. Ia percaya bahwa tidak akan ada tujuan pendidikan tetap. Hidup itu dinamis dan terus berubah, dan alhasil tujuan pendidikan niscaya dinamis. Pendidikan berafiliasi dengan kehidupan manusia. Ini harus membantu bawah umur memenuhi kebutuhan biologis dan sosial mereka.
Satu-satunya tujuan pendidikan, berdasarkan pragmatisme, yakni memungkinkan anak membuat nilai dalam hidupnya. Dalam kata-kata Ross, pendidikan harus membuat nilai baru: “tugas utama pendidik yakni menempatkan pendidikan dan posisi untuk berbagi nilai untuk dirinya sendiri ‘.
Pendidik pragmatis bertujuan untuk pengembangan pendidikan yang serasi – fisik, intelektual, sosial dan estetika. Tujuan pendidikan, oleh lantaran itu, yakni untuk mengarahkan “dorongan, minat, keinginan dan kemampuan untuk ‘memuaskan keinginan yang dirasakan anak di lingkungannya.”
Karena pragmatis percaya bahwa insan terutama yakni organisme biologis dan sosial, pendidikan harus mengarah pada pengembangan efisiensi sosial manusia. Setiap anak harus menjadi anggota masyarakat yang efektif. Pendidikan harus memenuhi kebutuhannya sendiri sekaligus kebutuhan masyarakat.
Anak-anak harus dilatih sedemikian rupa sehingga mereka sanggup mengatasi persoalan dikala ini dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial mereka. Mereka harus menjadi anggota masyarakat yang kreatif dan efektif. Pandangan mereka harus begitu dinamis sehingga bisa berubah dengan situasi yang berubah.
Apa pragmatisme yang ingin dicapai melalui pendidikan yakni pemupukan pikiran dinamis dan gampang menyesuaikan diri yang akan banyak nalar dan ulet dalam segala situasi, pikiran yang akan mempunyai kekuatan untuk membuat nilai di masa depan yang tidak diketahui. Pendidikan harus menumbuhkan kompetensi pada bawah umur sehingga mereka bisa mengatasi persoalan kehidupan masa depan.
Pragmatisme dan Kurikulum:
Tujuan pendidikan tercermin dalam kurikulum. Tujuan pragmatis hanya sanggup tercermin dalam kurikulum pragmatik. Kurikulum harus dibingkai berdasarkan prinsip dasar tertentu. Ini yakni utilitas, minat, pengalaman dan integrasi. Utilitas simpel yakni semboyan pragmatisme.
Oleh lantaran itu mata pelajaran tersebut, yang mempunyai kegunaan bagi siswa harus disertakan dalam kurikulum. Subjek yang membawa utilitas kerja atau kejuruan harus menemukan daerah dalam kurikulum. Bahasa, kebersihan, sejarah, geografi, fisika, matematika, sains, ilmu pengetahuan dalam negeri untuk anak perempuan, pertanian untuk anak pria harus dimasukkan dalam kurikulum.
Sementara memilih subyek kurikulum, sifat anak, kecenderungan, minat, dorongan pada banyak sekali tahap pertumbuhan dan banyak kegiatan kehidupan sehari-hari harus dipertimbangkan. Subjek ibarat psikologi dan sosiologi – yang menangani sikap insan – harus disertakan dalam kurikulum.
Para pragmatis menganjurkan supaya murid tidak diajarkan fakta dan teori yang telah diajarkan lantaran ini mungkin tidak membantu mereka memecahkan persoalan kehidupan. Subyek yang membantu memecahkan persoalan simpel kehidupan harus disertakan dalam kurikulum sekolah, terutama di tingkat dasar.
Tujuan pendidikan pragmatis yakni mempersiapkan anak untuk kehidupan yang sukses dan diubahsuaikan dengan baik. Dia harus sepenuhnya menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Para pragmatis beropini bahwa siswa harus memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi mereka dalam memecahkan persoalan dikala ini. Mereka harus berguru hanya keterampilan yang mempunyai kegunaan bagi mereka dalam kehidupan praktis. Dengan tujuan ini, mengingat kurikulum sekolah dasar harus meliputi pelajaran hidup membaca, menulis, berhitung, studi alam, pekerjaan tangan dan gambar.
Menurut pragmatisme, semua pendidikan yakni “belajar dengan melakukan”. Kaprikornus harus didasarkan pada pengalaman anak serta juga pekerjaan dan aktivitas. Selain itu mata pelajaran sekolah, kegiatan bebas, purposif dan disosialisasikan harus dalam kurikulum. Para pragmatis tidak mengizinkan masuknya kegiatan budaya dalam kurikulum, lantaran berdasarkan mereka kegiatan ini tidak mempunyai nilai praktis. Tapi pandangan ini agak sempit dan bias.
Para pragmatis percaya pada kesatuan semua pengetahuan dan keterampilan. Mereka lebih suka memberi pengetahuan terpadu seputar persoalan kehidupan tertentu. Mereka tidak suka membagi subyek kode ke dalam kompartemen yang kedap air. Hidup yakni pokok pengajaran. Berbagai permasalahan yang dipelajari dalam perspektif lengkap sesuai dengan pelajaran.
Pragmatisme dan Metode Pengajaran:
Prinsip filsafat metode pengajaran pragmatis yakni utilitas praktis. Anak yakni tokoh sentral dalam metode ini. Metode pragmatik yakni metode berbasis aktivitas. Inti dari metode pragmatik yakni berguru melalui pengalaman pribadi anak. Untuk pendidikan pragmatis berarti persiapan untuk kehidupan praktis.
Anak harus tahu seni mengatasi persoalan simpel dan situasi kehidupan yang berhasil. Metode pragmatis yakni metode pemecahan masalah. Anak harus ditempatkan dalam situasi kasatmata yang harus diatasi.
Para pragmatis tidak tertarik pada ceramah atau eksposisi teoretis. Mereka ingin anak melaksanakan sesuatu. Aksi dan bukan kontemplasi menonjol dalam pendidikan pragmatik. Anak harus berguru dengan melakukan. “Belajar dengan melakukan” yakni pepatah besar pendidikan pragmatis.
Kepada pragmatis – “pendidikan tidak begitu banyak mengajarkan hal-hal yang harus beliau ketahui kepada anak, lantaran mendorongnya untuk berguru sendiri melalui kegiatan eksperimental dan kreatif”. Belajar dengan melaksanakan membuat seseorang kreatif, percaya diri dan kooperatif. Metode pragmatis bersifat sosialistik. Pembelajarannya harus benar-benar bertujuan. Dia harus berguru untuk memenuhi tujuan hidupnya.
Metode yang dipakai oleh guru pragmatis yakni eksperimental. Murid dituntut untuk menemukan kebenaran bagi dirinya sendiri. Untuk memudahkan inovasi ini penerapan metode pengajaran induktif dan heuristik diperlukan. Oleh lantaran itu, pengalaman harus direncanakan untuk membangkitkan keingintahuan anak untuk memperoleh pengetahuan.
Oleh lantaran itu, perjuangan guru yakni mengajar murid-muridnya untuk melaksanakan alih-alih mengetahui, menemukan diri mereka sendiri daripada mengumpulkan gosip kering. Ini yakni bisnis guru untuk membangkitkan “ketertarikan” pada anak-anak. Minat yakni semboyan dalam pendidikan pragmatik.
Buku pelajaran dan guru tidak terlalu penting dalam pendidikan pragmatis. Posisi mereka sekunder dalam proses berguru mengajar. Mereka diminta untuk menyarankan dan meminta saja. Guru menyarankan masalah, memperlihatkan garis solusi aktif dan kemudian membiarkan siswa bereksperimen untuk diri mereka sendiri. Anak berguru untuk dirinya sendiri. Pendidikan pragmatis yakni pendidikan otomatis atau pendidikan mandiri.
Menurut Dr. Stevenson sebuah proyek yakni “tindakan bermasalah yang harus diselesaikan dalam keadaan alami.” Thorndike mendefinisikan sebuah proyek sebagai “Perencanaan dan pelaksanaan beberapa pencapaian praktis.” Suatu “proyek yakni perjuangan sukarela yang melibatkan upaya konstruktif atau berpikir dan terwujud menjadi hasil yang obyektif. “
Tugas sekolah, oleh lantaran itu, harus sedemikian rupa sehingga membangkitkan semangat bawah umur untuk melakukannya. Tugas ibarat itu nyata, terarah dan berafiliasi dengan kehidupan. Proyek melibatkan partisipasi dalam korelasi sosial, pembagian kerja, mau mendapatkan tanggung jawab kepada masyarakat “dan mereka mempunyai persiapan yang berharga untuk memainkan kiprah yang layak dalam masyarakat yang kompleks.”
Guru pragmatis hanya membutuhkan anak dan “lingkungan fisik dan sosialnya”. Istirahat akan mengikuti. Anak akan bereaksi terhadap lingkungan, akan berinteraksi dan alhasil mendapatkan pengalaman. Pragmatis tidak, bagaimanapun, memperbaiki metodenya sekali dan untuk selamanya. Metodenya dinamis, bervariasi dari waktu ke waktu dan kelas ke kelas. Jika esensi situasi belajar-mengajar hadir maka metode ini akan mengikuti secara otomatis.
Metode yang paling umum dari seorang guru pragmatis, berdasarkan Ross, yakni “memasukkan anak itu ke dalam situasi yang dengannya beliau ingin beliau bergulat dan memberinya, pada dikala bersamaan, dengan cara untuk menyelesaikannya dengan sukses.”
Pragmatisme dan Metode Pengajaran:
Prinsip filsafat metode pengajaran pragmatis yakni utilitas praktis. Anak yakni tokoh sentral dalam metode ini. Metode pragmatik yakni metode berbasis aktivitas. Inti dari metode pragmatik yakni berguru melalui pengalaman pribadi anak. Untuk pendidikan pragmatis berarti persiapan untuk kehidupan praktis.
Anak harus tahu seni mengatasi persoalan simpel dan situasi kehidupan yang berhasil. Metode pragmatis yakni metode pemecahan masalah. Anak harus ditempatkan dalam situasi kasatmata yang harus diatasi.
Para pragmatis tidak tertarik pada ceramah atau eksposisi teoretis. Mereka ingin anak melaksanakan sesuatu. Aksi dan bukan kontemplasi menonjol dalam pendidikan pragmatik. Anak harus berguru dengan melakukan. “Belajar dengan melakukan” yakni pepatah besar pendidikan pragmatis.
Kepada pragmatis – “pendidikan tidak begitu banyak mengajarkan hal-hal yang harus beliau ketahui kepada anak, lantaran mendorongnya untuk berguru sendiri melalui kegiatan eksperimental dan kreatif”. Belajar dengan melaksanakan membuat seseorang kreatif, percaya diri dan kooperatif. Metode pragmatis bersifat sosialistik. Pembelajarannya harus benar-benar bertujuan. Dia harus berguru untuk memenuhi tujuan hidupnya.
Metode yang dipakai oleh guru pragmatis yakni eksperimental. Murid dituntut untuk menemukan kebenaran bagi dirinya sendiri. Untuk memudahkan inovasi ini penerapan metode pengajaran induktif dan heuristik diperlukan. Oleh lantaran itu, pengalaman harus direncanakan untuk membangkitkan keingintahuan anak untuk memperoleh pengetahuan.
Oleh lantaran itu, perjuangan guru yakni mengajar murid-muridnya untuk melaksanakan alih-alih mengetahui, menemukan diri mereka sendiri daripada mengumpulkan gosip kering. Ini yakni bisnis guru untuk membangkitkan “ketertarikan” pada anak-anak. Minat yakni semboyan dalam pendidikan pragmatik.
Buku teks dan guru tidak terlalu penting dalam pendidikan pragmatis. Posisi mereka sekunder dalam proses berguru mengajar. Mereka diminta untuk menyarankan dan meminta saja. Guru menyarankan masalah, memperlihatkan garis solusi aktif dan kemudian membiarkan siswa bereksperimen untuk diri mereka sendiri. Anak berguru untuk dirinya sendiri. Pendidikan pragmatis yakni pendidikan otomatis atau pendidikan mandiri.
Guru pragmatis hanya membutuhkan anak dan “lingkungan fisik dan sosialnya”. Istirahat akan mengikuti. Anak akan bereaksi terhadap lingkungan, akan berinteraksi dan alhasil mendapatkan pengalaman. Pragmatis tidak, bagaimanapun, memperbaiki metodenya sekali dan untuk selamanya. Metodenya dinamis, bervariasi dari waktu ke waktu dan kelas ke kelas. Jika esensi situasi belajar-mengajar hadir maka metode ini akan mengikuti secara otomatis.
Metode yang paling umum dari seorang guru pragmatis, berdasarkan Ross, yakni “memasukkan anak itu ke dalam situasi yang dengannya beliau ingin beliau bergulat dan memberinya, pada dikala bersamaan, dengan cara untuk menyelesaikannya dengan sukses.”
.
Apa itu Idealisme?
Idealisme yakni istilah yang mengacu pada banyak posisi filosofis ibarat idealisme subjektif, idealisme objektif, idealisme mutlak, dan idealisme transendental. Idealisme intinya sanggup merujuk pada filosofi apapun yang percaya kenyataan fundamental dibentuk dari gagasan atau pemikiran. Ini juga menyiratkan bahwa kenyataan atau sebagian besar dibangun secara mental, dan dunia fisik yakni ilusi. Jadi, berdasarkan idealis, itu yakni entitas mental, bukan entitas fisik yang merupakan hal yang nyata. Idealisme yakni monisme, namun berlawanan dengan keyakinan lain ibarat materialisme, fisikisme dan realisme.
Dalam pidato umum, idealisme juga bisa mengacu pada impian tinggi seseorang; Hal ini biasanya dianggap tidak simpel atau tidak sanggup direalisasikan.
kesimpulan
Apa perbedaan antara Pragmatisme dan Idealisme
Definisi:
Pragmatisme yakni akidah filosofis yang mengevaluasi teori atau kepercayaan dalam hal keberhasilan aplikasi simpel mereka.
Idealisme mengacu pada filosofi manapun yang menegaskan bahwa kenyataan, atau kenyataan yang sanggup kita ketahui, yakni mental yang dibangun atau tidak penting.
Komponen utama:
Pragmatisme menganggap konsekuensi simpel dari sebuah tindakan sebagai komponen utamanya.
Idealisme menganggap entitas mental atau pemikiran dan gagasan sebagai komponen utamanya.
secara Pemikiran
Pragmatisme menganggap pemikiran sebagai panduan untuk prediksi, pemecahan persoalan dan tindakan.
Idealisme menganggap pikiran dan gagasan sebagai satu-satunya entitas nyata.
Sumber https://www.cekkembali.com
0 Response to "Pragmatisme Dalam Pendidikan"
Posting Komentar