Tentang Teori Kepemimpinan
kepemimpinan sebagai suatu konsep, batasannya pengertiannya sangat luas dan sanggup ditinjau dari banyak sekali sudut pendekatan. teori kepemimpinan telah banyak dikembangkan, terutama di dalam ilmu manajemen. meskipun demikian teori-teori tersebut sanggup dimanfaatkan untuk menawarkan pijakan bagi diskusi wacana kepemimpinan publik, yang lokusnya ialah masyarakat.
kepemimpinan intinya merupakan inti dari fungsi administrasi yaitu pengerahan sumber daya untuk mencapai tujuan. g.r. terry (dalam thoha, 1995;253) mendefinisikan kepemimpinan sebagai acara mempengaruhi orang supaya mereka bertindak mencapai tujuan. sementara itu pfiffner dan presthus serta a.gary yukl (dalam tjokroamidjojo, 1985 ; 110), secara lebih tegas menyatakan bahwa kepemimpinan ialah pengkoordinasian dan pemotivasian individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan. definisi-definisi ini menjelaskan bahwa kepemimpinan ialah suatu proses pengerahan individu maupun kelompok untuk berperilaku dan mengelola sumber daya yang mengarah kepencapaian tujuan.
menurut sugiyono (1994;87) ada 3 (tiga) gaya kepemimpinan yaitu direktif, supportive dan partisipatif. kemudian thoha (1995 ; 300) menyampaikan bahwa : spektrum kepemimpinan di negara yang sedang berkembang perlu memperhatikan paradigma tertentu. secara terbatas, sanggup didaftar banyak sekali gaya kepemimpinan atas dasar 4 hal :
sementara itu, likert (dalam thoha, 1995 ; 300) mengemukakan empat jenis gaya kepemimpinan yang didasarkan pada peluang anggota untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan organisasi.
likert (dalam thoha, 1995 ; 310) menilai bahwa gaya yang terakhirlah, yang partisipatif, yang paling efektif untuk diterapkan guna mencapai tujuan organisasi. dari penelitiannya, beliau menyimpulkan bahwa organisasi yang produktif pada umumnya dipimpin oleh seorang yang berperilaku partisipatif.
atas dasar intensitas sikap pemimpin dalam mengarahkan maupun mendukung para anggotanya, hersey dan blanchard (dalam thoha, 1995 ; 310 – 315) merumuskan empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu : partisipasi, konsultasi, delegasi dan instruksi.
seorang pemimpin dikatakan partisipatif, jikalau menawarkan proteksi kepada para anggotanya dan sekaligus sangat sedikit menawarkan pengarahan. sebaliknya, beliau dikatakan instruktif jikalau banyak menawarkan pengarahan tetapi tidak pernah mendukung ide-ide bawahan. pada konsep lain bahwa kepemimpinan sangat erat sekali hubungannya dengan kekuasaan, berdasarkan weber (dalam thoha, 1995 ; 89-90), merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang pemeran di dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. kemudian walter nord (dalam thoha, 1995 ; 90), mengemukakan kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran, energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara terperinci dari tujuan lainnya.
dapat disimpulkan bahwa kekuasaan seorang pemimpin dalam jabatannya lebih banyak dipakai otoritasnya dari pada penggerakkan dan pengerahan kepada masyarakat atau pengikutnya. kepemimpinan yang dibutuhkan ialah kepemimpinan yang bisa melibatkan seluruh masyarakat dalam proses pelaksanaan pembangunan, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.
pembangunan yang berhasil tidak terlepas dari adanya komunikasi, syed a. ralim (dalam depari, 1985 ; 55) dalam tulisannya menegaskan mengenai betapa pentingnya peranan komunikasi dalam membantu pembangunan desa, yaitu : masyarakat desa akan terlibat dalam komunikasi pembangunan melalui keluarga, lembaga-lembaga sosial desa ataupun kegiatan-kegiatan organisasi lainnya. ciri khas dari pesan-pesan pembangunan pada hakekatnya bersifat ideologi ataupun informatoris. pesan-pesan ideologi memberikan ide-ide politik dan tujuan untuk mengatur tindakan-tindakan bersama dan hasilnya menggalakkan solidaritas sosial.
lebih jauh mulyasa (2002 ; 139), mengemukakan bahwa : “kurang komunikasi akan mengakibatkan kurangnya hasil yang sanggup diwujudkan, bahkan sering gagal dalam mencapai tujuan”. dengan demikian salah satu faktor penting dalam pembangunan ialah komunikasi yang bisa meningkatkan kerjasama, sehingga tujuan yang ingin dicapai sanggup diwujudkan. Sumber http://2frameit.blogspot.com
kepemimpinan intinya merupakan inti dari fungsi administrasi yaitu pengerahan sumber daya untuk mencapai tujuan. g.r. terry (dalam thoha, 1995;253) mendefinisikan kepemimpinan sebagai acara mempengaruhi orang supaya mereka bertindak mencapai tujuan. sementara itu pfiffner dan presthus serta a.gary yukl (dalam tjokroamidjojo, 1985 ; 110), secara lebih tegas menyatakan bahwa kepemimpinan ialah pengkoordinasian dan pemotivasian individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan. definisi-definisi ini menjelaskan bahwa kepemimpinan ialah suatu proses pengerahan individu maupun kelompok untuk berperilaku dan mengelola sumber daya yang mengarah kepencapaian tujuan.
menurut sugiyono (1994;87) ada 3 (tiga) gaya kepemimpinan yaitu direktif, supportive dan partisipatif. kemudian thoha (1995 ; 300) menyampaikan bahwa : spektrum kepemimpinan di negara yang sedang berkembang perlu memperhatikan paradigma tertentu. secara terbatas, sanggup didaftar banyak sekali gaya kepemimpinan atas dasar 4 hal :
- keluasan wilayah para anggota dalam mengambil keputusan atau frekuensi dan intensitas penggunaan otoritas oleh pemimpin;
- intensitas orientasi pemimpin pada prestasi dan pada orang;
- peluang anggota untuk terlibat dalam pengambilan keputusan;
- proteksi dan aba-aba yang diberikan oleh pemimpin kepada para anggota.
sementara itu, likert (dalam thoha, 1995 ; 300) mengemukakan empat jenis gaya kepemimpinan yang didasarkan pada peluang anggota untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan organisasi.
- gaya eksploitatif-otoritatif, dalam hal ini pemimpin bersifat eksploitatif kepada anggota dengan cara membuat ketakutan dan juga bahaya eksekusi kepada para anggota. beliau melaksanakan komunikasi satu arah saja, dan tidak pernah meminta keterlibatan anggota dalam merumuskan kebijakan.
- gaya otoritatif yang baik hati (benevolent autoritative), sekalipun membuka susukan komunikasi keatas, pemimpin dengan gaya ini mengabaikan gagasan anggota. kecuali itu beliau masih sering membuat ketakutan dan hukuman, sehingga bawahan tetap tidak merasa bebas.
- gaya konsultatif, dengan gaya ini pemimpin membuka partisipasi bagi para anggota, tetapi beliau sendirilah yang pada hasilnya membuat keputusan.
- gaya partisipatif, dalam hal ini pemimpin menawarkan kepercayaan penuh kepada para anggota dengan mempersilahkan anggota untuk menetapkan tujuan dan merencanakan acara organisasi, sehingga para anggota tersebut merasa bebas.
likert (dalam thoha, 1995 ; 310) menilai bahwa gaya yang terakhirlah, yang partisipatif, yang paling efektif untuk diterapkan guna mencapai tujuan organisasi. dari penelitiannya, beliau menyimpulkan bahwa organisasi yang produktif pada umumnya dipimpin oleh seorang yang berperilaku partisipatif.
atas dasar intensitas sikap pemimpin dalam mengarahkan maupun mendukung para anggotanya, hersey dan blanchard (dalam thoha, 1995 ; 310 – 315) merumuskan empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu : partisipasi, konsultasi, delegasi dan instruksi.
seorang pemimpin dikatakan partisipatif, jikalau menawarkan proteksi kepada para anggotanya dan sekaligus sangat sedikit menawarkan pengarahan. sebaliknya, beliau dikatakan instruktif jikalau banyak menawarkan pengarahan tetapi tidak pernah mendukung ide-ide bawahan. pada konsep lain bahwa kepemimpinan sangat erat sekali hubungannya dengan kekuasaan, berdasarkan weber (dalam thoha, 1995 ; 89-90), merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang pemeran di dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. kemudian walter nord (dalam thoha, 1995 ; 90), mengemukakan kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran, energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara terperinci dari tujuan lainnya.
dapat disimpulkan bahwa kekuasaan seorang pemimpin dalam jabatannya lebih banyak dipakai otoritasnya dari pada penggerakkan dan pengerahan kepada masyarakat atau pengikutnya. kepemimpinan yang dibutuhkan ialah kepemimpinan yang bisa melibatkan seluruh masyarakat dalam proses pelaksanaan pembangunan, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.
pembangunan yang berhasil tidak terlepas dari adanya komunikasi, syed a. ralim (dalam depari, 1985 ; 55) dalam tulisannya menegaskan mengenai betapa pentingnya peranan komunikasi dalam membantu pembangunan desa, yaitu : masyarakat desa akan terlibat dalam komunikasi pembangunan melalui keluarga, lembaga-lembaga sosial desa ataupun kegiatan-kegiatan organisasi lainnya. ciri khas dari pesan-pesan pembangunan pada hakekatnya bersifat ideologi ataupun informatoris. pesan-pesan ideologi memberikan ide-ide politik dan tujuan untuk mengatur tindakan-tindakan bersama dan hasilnya menggalakkan solidaritas sosial.
lebih jauh mulyasa (2002 ; 139), mengemukakan bahwa : “kurang komunikasi akan mengakibatkan kurangnya hasil yang sanggup diwujudkan, bahkan sering gagal dalam mencapai tujuan”. dengan demikian salah satu faktor penting dalam pembangunan ialah komunikasi yang bisa meningkatkan kerjasama, sehingga tujuan yang ingin dicapai sanggup diwujudkan. Sumber http://2frameit.blogspot.com
0 Response to "Tentang Teori Kepemimpinan"
Posting Komentar