√ Teori Teori Sikap Menyimpang
Versi bahan oleh Bondet Wrahatnala
Dalam sosiologi dikenal banyak sekali teori yang membahas sikap menyimpang, yaitu Teori Pergaulan Berbeda, Teori Fungsi, dan Teori Tipologi Adaptasi.
a. Teori Pergaulan Berbeda (Differential Association)
Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland. Menurut teori ini, penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Penyimpangan diperoleh melalui proses alih budaya (cultural transmission). Melalui proses ini seseorang mempelajari suatu subkebudayaan menyimpang (deviant subculture).
Contohnya sikap siswa yang suka absen sekolah. Perilaku tersebut dipelajarinya dengan melaksanakan pergaulan dengan orang-orang yang sering absen sekolah. Melalui pergaulan itu ia mencoba untuk melaksanakan penyimpangan tersebut, sehingga menjadi pelaku sikap menyimpang.
b. Teori Labelling
Teori ini dikemukakan oleh Edwin M. Lemert. Menurut teori ini, seseorang menjadi penyimpang alasannya ialah proses labelling yang diberikan masyarakat kepadanya. Maksudnya ialah pertolongan julukan atau cap yang biasanya negative kepada seseorang yang telah melaksanakan penyimpangan primer (primary deviation) contohnya pencuri, penipu, pemerkosa, pemabuk, dan sebagainya.
Sebagai jawaban terhadap cap itu, si pelaku penyimpangan kemudian mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangannya sehingga terjadi dengan penyimpangan sekunder (secondary deviation). Alasannya ialah sudah terlanjur berair atau kepalang tanggung.
c. Teori Fungsi
Teori ini dikemukakan oleh Emile Durkheim. Menurut teori ini, keseragaman dalam kesadaran akhlak semua anggota masyarakat tidak dimungkinkan alasannya ialah setiap individu berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan itu antara lain dipengaruhi oleh faktor lingkungan, fisik, dan keturunan.
Oleh alasannya ialah itu dalam suatu masyarakat orang yang berwatak jahat akan selalu ada, dan kejahatanpun juga akan selalu ada. Durkheim bahkan berpandangan bahwa kejahatan perlu bagi masyarakat, alasannya ialah dengan adanya kejahatan, maka moralitas dan aturan sanggup berkembang secara normal.
d. Teori Konflik
Teori ini dikembangkan oleh penganut Teori Konflik Karl Marx. Para penganut teori ini berpandangan bahwa kejahatan terkait akrab dengan perkembangan kapitalisme. Sehingga sikap menyimpang diciptakan oleh kelompokkelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Pandangan ini juga menyampaikan bahwa aturan merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa dan sistem peradilan pidana mencerminkan nilai dan kepentingan mereka.
e. Teori Tipologi Adaptasi
Dengan memakai teori ini, Robert K. Merton mencoba menjelaskan penyimpangan melalui struktur sosial. Menurut teori ini, struktur sosial bukan hanya menghasilkan sikap yang konformis saja, tetapi juga menghasilkan sikap menyimpang. Dalam struktur sosial dijumpai tujuan atau kepentingan, di mana tujuan tersebut ialah halhal yang pantas dan baik. Selain itu, diatur juga cara untuk meraih tujuan tersebut. Apabila tidak ada kaitan antara tujuan (cita-cita) yang ditetapkan dengan cara untuk mencapainya, maka akan terjadi penyimpangan.
Dalam hal ini Merton mengemukakan tipologi cara-cara penyesuaian terhadap situasi, yaitu konformitas, inovasi, ritualisme, pengasingan diri, dan pemberontakan (keempat yang terakhir merupakan sikap menyimpang). Perhatikan tabel di bawah ini.
TIPOLOGI CARA-CARA ADAPTASI MERTON
Tanda ‘+’ berarti ada penyelarasan, di mana warga masyarakat mendapatkan nilai-nilai sosiobudaya atau norma-norma yang ada, sedangkan tanda ‘-’ berarti menolaknya. Adapaun tanda ‘+/-’ menunjuk pada pola-pola sikap yang menolak serta menghendaki nilai-nilai dan norma-norma yang baru.
Keterangan:
1. Konformitas (conformity),
merupakan cara penyesuaian dimana pelaku mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan oleh masyarakat. Misalnya Gaelan mencar ilmu dengan sungguh-sungguh semoga nilai ulangannya bagus.
2. Inovasi (inovation),
terjadi apabila seseorang mendapatkan tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang diidamkan masyarakat, tetapi menolak norma dan kaidah yang berlaku. Misalnya untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), Arif tidak mengikuti ujian, melainkan melalui calo.
3. Ritualisme (ritualism),
terjadi apabila seseorang mendapatkan cara-cara yang diperkenankan secara kultural, namun menolak tujuan-tujuan kebudayaan. Misalnya, walaupun tidak memiliki keahlian atau keterampilan di bidang komputer, Mita berusaha untuk mendapatkan ijazah itu semoga diterima kerja di perusahaan asing.
4. Pengasingan diri (retreatism),
timbul apabila seseorang menolak tujuan-tujuan yang disetujui maupun cara-cara pencapaian tujuan tersebut. Dengan kata lain, pengasingan diri terjadi apabila nilai-nilai sosial budaya yang berlaku tidak sanggup dicapai melalui cara-cara yang telah ditetapkan. Misalnya tindakan siswa yang aben gedung sekolahnya alasannya ialah tidak lulus Ujian Akhir Nasional.
5. Pemberontakan (rebellion),
terjadi apabila seseorangmenolak sarana maupun tujuan yang disahkan oleh kebudayaan dan menggantikannya dengan yang lain. Misalnya pemberontakan G 30S/PKI yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.
Sumber http://www.ssbelajar.net/
0 Response to "√ Teori Teori Sikap Menyimpang"
Posting Komentar