-->

iklan banner

Flashpacker: Pelancong Di Kala Digital

Flashpacker yakni tech-savvy backpacker di kala internet dan sosmed. Kita di sini akan bahas sedikit perihal Flashpackers dari teks yang ditulis oleh Cody Morris Paris, Profesor Sosiologi di Middlesec University Dubai, berjudul ”Flashpackers: An Emerging Sub-culture?”.


Kita lihat kini ini sepertinya sulit menemukan seorang traveler yang melaksanakan perjalanan tanpa membawa gadget. Tas backpack yang digendong atau koper yang dibawa kemana-mana kini berisi kebutuhan penting perjalanan yang tak hanya pakaian dan uang, tapi juga hape, tablet, laptop, lengkap dengan charger, powerbank, atau bahkan kamera, tripod, tongsis. Traveling di kala digital, sebagaimana kebanyakan acara kekinian lainnya juga tak lepas dari intervensi teknologi digital.


savvy backpacker di kala internet dan sosmed Flashpacker: Pelancong di Era Digital


Istilah backpacker yang secara terminologis muncul dari sebutan wujud fisik berupa tas gendong ’backpack’, lalu berkembang melahirkan istilah kultural yang kini identik dengan traveler, pelancong, pejalan mandiri. Backpacking yakni kultur perjalanan berdikari yang kini mengalami transformasi jawaban kehadiran teknologi digital. Istilah gres yang cukup terkenal lalu muncul di kalangan backpacker, yang disebut Flashpacker.


Apakah Flashpacker berbeda dengan Backpacker? Apa perbedaannya? Pertanyaan yang lebih menarik yakni apakah keduanya mempunyai kultur traveling yang berbeda?







Jurnal ’Annals of Tourism Research’, Vol. 39, No. 2 hal 1094-1115 tahun 2012 memuat artikel yang berjudul “Flashpackers: An Emerging Sub-Culture?” ditulis oleh Cody Morris Paris.


Istilah flashpacker muncul ditengah konvergensi atau penyatuan antara mobilitas fisik traveler dengan perkembangan teknologi komunikasi digital dan internet. Teknologi digital memungkinkan flashpackers untuk mobile ke lebih banyak kawasan dalam waktu singgah yang lebih singkat. Mereka semakin wired dan mobile. Flashpackers umumnya masyarakat urban dengan mobilitas tinggi. Mereka hobi jalan-jalan, traveling, yang dapat dibilang bab dari gaya hidupnya. Flashpacker memperagakan ’kultur traveling’ yang muncul dari kalangan backpacker. Menurut Paris:


”…, flashpacker dapat disebut sebagai individu hypermobile yang secara fisik dan virtual menempel dengan kultur backpacker dan hidup dalam proses penyatuan yang berlangsung antara teknologi digital dan kehidupan sehari-hari. Flashpacker yakni perintis awal yang mengadopsi, mengeksplor, mencipta ruang virtual dari backpacking”


Pernyataan diatas terperinci menekankan adanya keterlekatan antar teknologi digital dengan mobilitas dikalangan flashpacker. Selanjutnya, Paris mencoba membandingkan kultur traveling antara flashpacker dengan kelompok traveler yang disebutnya ’non-flashpacker’ (backpacker). Analisis Konsensus Kultural dipakai untuk melihat perbedaan keduanya. Survei dilakukan secara online di sebuah grup Facebook backpacker dan offline di sebuah motel di Australia. Preferensi dan intensitas penggunaan gadget dikala traveling dipakai sebagai instrumen survei untuk membentuk 2 kelompok: flashpacker dan non-flashpacker. Hasilnya:


”Flashpackers lebih tech-savvy dibanding non-flshpackers, sebagaimana sudah dapat ditebak diawal… Namun ada beberapa kemiripan antara keduanya seperti: Senang membawa kamera digital dikala traveling dan sering internetan dikala di rumah… Salah satu perbedaan yang mencolok yakni lebih dari 75% flashpackers membawa laptop, kurang dari 14% bagi non-flashpacker. Flashpackers lebih menginginkan tinggal di hostel dengan jalan masuk Wifi ketimbang non-flashpackers, dan jauh lebih sering login dikala traveling.”


Perbedaan lainnya juga terindikasi dari ’cultural statement’ yang dinyatakan dalam salah satu pernyataan survei: ”Sering nge-Twit dan Facebookan dikala traveling mengurangi pengalaman backpacking”. Flashpackers cenderung tidak baiklah dengan pernyataan ini, sedangkan non-flashpackers setuju.


Bagaimanapun, teknologi digital dan internet berkontribusi membuat transformasi kultur gres dalam dunia backpacking atau melahirkan ’sub-kultur’ traveling ibarat kata Paris. Kultur traveling Anda backpacking atau flashpacking?



Sumber aciknadzirah.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Flashpacker: Pelancong Di Kala Digital"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel