-->

iklan banner

Adam Smith : Teori Ekonomi Klasik Vs Neoklasik

Adam Smith : Teori Ekonomi Klasik vs neoklasik - Adam Smith dikenal sebagi pelopor pertama mengenai free-market capitalist, kebijksanaan laissez-faire sekaligus merupakan Bapak ekonomi modern. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, atau yang biasa disingkat “The Wealth of Nation” yaitu buku terkenal oleh Adam Smith yang berisi ihwal ide-ide ekonomi yang kini dikenal sebagai ekonomi klasik. Inspirasi dari buku ini tidak lain berasal dari gurunya sewaktu menuntut ilmu di Universitas Glasgow yakni Francis Hutcheson dan sobat kuliahnya David Hume (Becker, 2007). Tulisan Smith juga terdiri dari klarifikasi menyeluruh megenai banyak sekali goresan pena merkantilis dan fisokrat yang disentiskannya dengan baik menjadi satu materi kajian ekonomi. 

Perbedaan pendapat antaara Smith dan kau merkantilis salah satunya mengenai faktor yang memilih kemakmuran, dimana kaum merkantilis percaya bahwa alamlah yang memilih tingkat kemakmuran. Sedangkan berdasarkan Smith, penentuan tingkat kemakmuran yaitu kemampuan insan sendiri sebagai faktor produksi. Pembahasan Smith lebih banyak bersifat mikro dengan pementingan pada penentuan harga yang dilakukan dengan pendekakatan deduktif beserta dengan klarifikasi historisnya. Smith berpandangan optimis ihwal masa depan dunia. Fokus utamanya yaitu peningkatan individu melalui kesederhanaan dan prilaku yang baik, menabung dan berinvestasi, perdagangan dan divisi kerja, pendidikan dan pembentukan kapital, serta pembuatan teknologi baru. Beliau lebih tertarik untuk meningkatkan kemakmuran ketimbang membagi-bagi kemakmuran (Becker, 2007).
 Adam Smith dikenal sebagi pelopor pertama mengenai free Adam Smith : Teori Ekonomi Klasik vs neoklasik
Adam Smith : Teori Ekonomi Klasik vs neoklasik
Seperti yang telah kita ketahui, pemikiran Kapitalisme yaitu sebuah sistem ekonomi yg filsafat sosial dan politiknya didasarkan kepada azas pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta ekspansi faham kebebasan. Sistem ini merupakan sekumpulan kebijakan ekonomi yang juga merujuk kepada pemikiran bapak ekonomi Kapitalis Adam Smith. Ruh pemikiran ekonomi Adam Smith yaitu perekonomian yang berjalan tanpa campur tangan pemerintah. Model pemikiran Adam Smith ini disebut Laissez Faire yang berasal dari bahasa Perancis yang dipakai pertama kali oleh para psiokrat di era ke 18 sebagai bentuk perlawanan terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan. Laissez-faire menjadi sinonim untuk ekonomi pasar bebasyang ketat selama awal dan pertengahan era ke-19 (Skousen, 2005). Secara umum,istilah ini dimengerti sebagai sebuah akidah ekonomi yang tidak menginginkan adanyacampur tangan pemerintah dalam perekonomian. “ In economics, Laissez-faire means allowing industry to be free of government restriction, especially restrictions in the formof tariffs and government monopolies.” Adam Smith memandang produksi dan perdagangan sebagai kunci untuk membuka kemakmuran. Agar produksi dan perdagangan maksimal dan menghasilkan kekayaan universal, Smith menganjurkan pemerintah menawarkan kebebasan ekonomi kepada rakyat dalam bingkai perdagangan bebas baik dalam ruang lingkup domestik maupun internasional (Skousen, 2005).

Dalam bukunya The Wealth of Nations, Smith juga mendukung prinsip “kebebasan alamiah”, yakni setiap insan mempunyai kebebasan untuk melaksanakan apa yang diinginkannya tanpa campur tangan pemerintah. Ini mengandung pengertian negara dilarang campur tangan dalam perpindahan dan perputaran pemikiran modal, uang, barang, dan tenaga kerja. Lebih lanjut, Smith juga sependapat bahwa intinya tindak laris insan berasal pada kepentingan sendiri (self-interest) bukan belas kasian ataupun perikemanusiaan (Deliarnov, 2010). Meskipun terdengar kurang baik, hal ini bukan berarti kita tidak sanggup berafiliasi dengan sesama manusia, kita tetap bisa menjalankan bisnis dengan manusia. Namun, perlu dingat bahwa insan melaksanakan segala sesuatunya berdasar pada “self-interest” insan itu sendiri. Dalam pembagian kerja, Smith menyimpulkan bahwa produktivitas tenaga kerja akan lebih maksimal apabila dilakukan pembagian kerja (division of labor) . Yang artinya pembagian melalui spesialisasi perorangan yang melaksanakan produksi akan menghasilkan output yang lebih baik dan lebih efisien. Smith juga menjelaskan dengan memakai teknologi-teknologi gres dalam sistem produksi akan meningkatkan hasil produksi pula. Maka dari itu, Smith percaya pada kekuatan investasi dalam pembelian atau penggunaan teknologi.

Berbicara mengenai arti nilai dalam ekonomi, Smith mengidentifikasikan barang mempunyai dua nilai yakni nilai guna (value in use) dan nilai tukar (value in exchange). Nilai barter akan ditentukan oleh jumlah tenaga (labor) yang diharapkan salam menghasilkan barang tersebut, sedangkan nilai guna yaitu nilai kegunaan atau fungsi barang itu sendiri (Deliarnov, 2010). Contoh nilai barter sanggup dilihat dari tingkat keterampilan ataupun usang waktu yang dipakai dalam proses pembuatan barang yang nantinya dipakan dalam memilih harga. Menurut Smith, korelasi antara nilai tukar dan nilai guna bersifat relatif. Hal ini terlihat dari perumpamaan air dan intan yang ia jelaskan sebagai contoh kasus dimana air yang notabene mempunyai nilai guna lebih tinggi, tidak mempunyai harga yang lebih tinggi pula dibandingkan intan yang bahwasanya tidak mempunyai nilai guna. Teori nilai Smith bahwasanya merupakan salah satu kelemahan dari teori klasik yang tidak mengedepankan nilai utilitas, namun problem paradoks ini selanjutnya bisa dipecahkan oleh murid Smith yakni Alfred Marshall (Deliarnov, 2010).

Perbedaan utama mengenai teori ekonomi klasik dan neoklasik sanggup dilihat dari konsep utility. Dalam ekonomi klasik, utility tidak menjadi kajian dalam pelbagai teori yang dibawa olehnya baik dari segi nilai, labor ataupun pertumbuhan. Dalam teori klasik, nilai kesetimbangan lah yang menjadi patokan harga dibandingkan nilai-nilai penawaran dan undangan (supply and demand). Sedangkan dalam neoklasik, nilai keperluan menjadi prioritas utama disamping nilai kesetimbangan yang juga dipakai dalam mengontrol supply and demand (Button, 2014). Dari segi nilai (value), ekonomi klasik dan neoklasik mempunyai definisi yang sangat berbeda. Dalam teori klasik, nilai suatu barang sama dengan harga yang dipakai dalam produksi. Sedangkan dala neoklasik, nilai suatu barang bertumpu pada fungsi supply and demand. Maka dari itu, dalam ekonomi klasik, value bersifat inherent (tidak terpisahkan) dan dalam neoklasik value bersifat perceived property (dirasakan). Dengan kata lain, dalam neoklasik nilai merupakan harga sedangkan dalam neoklasik nilai berarti keperluan. Hal ini selanjutnya menjadi permasalahan gres bagi ekonomi klasik dalam mendifinisikan profi dalam kegiatan ekonomi. Apabila nilai sama dengan harga, maka darimanakah profit atau keuntungan tersebut sanggup diperoleh ? hal ini dikritik oleh para kaum neoklasik yang mendifinisikan profit sebagai kelebihan dari pendapatan diatas biaya atau ongkos. Jadi, kalau penawaran dan undangan untuk hasil barang dengan harga lebih tinggi dari tenaga kerja dan modal yang masuk ke dalam biaya produksi, maka barang dan komponennya hanya mempunyai harga keseimbangan juga berbeda (Button, 2014). Selanjutnya, dari segi rasionalitas neoklasiklah yang cenderung menekankan nilai-nilai ini. Dalam neoklasik, individu mempunyai pilihan rasional yang menjadi contoh dalam sikap jual beli, dimana individu cenderung untuk memaksimalkan keperluan mereka dan perusahaan berusaha untuk memaksimalkan keuntungan. Sedangkan dalam teori klasik, tidak ada perbedaan antara perusahaan dan individu mengenai prinsip rasionalitas. Yang ada hanya tingkat pendapatan keuntungan yang sama antara perusahaan dan pekerja (salah satu keuntungan ekonomi yang dikarenakan invisible hand dalam pasar bebas). Terakhir yaitu mengenai konsep keseimbangan. Bagi ekonomi klasik, keseimbangan (equilibrium) sanggup dicapai apabila tabungan sama dengan investasi, sedangkan bagi neoklasik keseimbangan terjadi dalam titik pertemuan antara kurva penawaran dan permintaan. Hal ini merupakan perbedaan yang paling fundemantal antar ekonomi klasik dan neoklasik, lantaran keduanya memakai komponen unsuryang berbeda (Button, 2014).

Dari klarifikasi diatas, sanggup disimpulkan bahwa Adam Smith sebagai Bapak ekonomi modern dengan teori klasiknya mempunyai pandangan-pandangan gres yang pada masanya merupakan tahap awal revolusi industri. Pembahasannya terentang dari teori ongkos produksi, upah, laba, sewa, serta teori pembangunan yang turut memperhitungkan nilai pembagian kerja dan akumulasi modal. Landasan pandangan ekonomi kalsik yaitu kepentingan pribadi (self-interest) dengan kemerdekan alamiah, sehingga setiap orang dengan tepat mengetahui apa yang perlu dan menguntungkan bagi dirinya. Bila dibandingkan dengan pemikiran-pemikiran paham sebelumnya, teori Smith cenderung lebih terpadu, konsisten, mendalam, dan bersifat lebih umum dengan banyak membicarakan mengenai kekayaan. Beliau juga menantang pandangan kaum Merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan itu terdiri dari uang dan logam-logam mulia. Menurut Smith, perdagangan internasional bukan semata-mata untuk mendapat logam-logam mulia tetapi untuk pertukaran komoditi yang diperlukan, memperluas pasar dan hal ini yang akan meningkatkan pembagian kerja. Mengenai perbedaanya dengan neoklasik, penulis beropini bahwa teori klasikyang diusung oleh Smith mempunyai banyak kekurangan yang belum bisa dijelaskan dari sisi rasionalitas ibarat halnya yang telah disempurnakan oleh neoklasik. Definisi mengenai keperluan, penawaran dan undangan seharusnya juga diperhitungkan oleh teori kalsikdalam mencapai keuntungan yang diinginkan ibarat halnya kasus paradoks mengenai air dan intan yang belum bisa dijelaskan dengan baik oleh teori klasik.

KAPITALISME : SEBAGAI IDEOLOGI

1. Pengertian Kapitalisme
Secara etimologi, berasal dari dua kata, yakni capital (modal) dan isme (paham atau cara pandang). Namun, kalau ditelusuri maka kata kapital sendiri berasal dari kata Latin: caput yang berarti “kepala”. Konon kekayaan penduduk Romawi kuno diukur oleh berapa kepala binatang ternak yang ia miliki. Semakin banyak caput-nya, semakin sejahtera. Tidak mengherankan, kalau kemudian mereka “mengumpulkan” sebanyak-banyaknya caput. Sekarang terang sudah, mengapa capital sering diterjemahkan sebagai modal.

Sementara, isme mengacu kepada “paham”, “ideologi”: cara pandang atau cara hidup yang diterima oleh sekelompok luas masyarakat dan karenanya menjadi konvensi, lantaran sanggup saja ditolak oleh kelompok masyarakat yang lainnya. Sehingga, kapitalisme yaitu modal-isme atau paham yang berdasarkan modal (pemilik modal).

Beberapa sumber sering menyampaikan bahwa kapitalisme sebagai ideologi harus dibedakan dengan kapitalisme sebagai fenomena. Kapitalisme sebagai fenomenamengacu kepada kepemilikan pribadi atas barang modal. Kapitalisme sebagai ideologilebih kepada kerangka filosofis atau cara pandang yang mendukung sistem tersebut.

Secara teoritis, sangat banyak definisi formal ihwal kapitalisme. Salah satunya, Milton Friedman, merumuskan tiga faktor utama sistem kapitalisme, yaitu pasar bebas, kebebasan individual dan demokrasi. Sehingga, sering juga kapitalisme ini dianggap sebagai sistem ekonomi, di mana barang dan jasa diperjualbelikan di pasar dan barang modal yaitu milik entitas-entitas non-negara (pihak swasta) dari unit terkecil hingga global. Dalam hal ini, negara dianggap sebagai “polisi kemudian lintas” arus kapital.

Oleh alasannya yaitu itu, kapitalisme atau kapital yaitu suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melaksanakan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak sanggup melaksanakan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untukkepentingan-kepentingan pribadi.

Walaupun demikian, kapitalisme bahwasanya tidak mempunyai definisi universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa andal mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada era ke-16 hingga era ke-19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun kelompok sanggup bertindak sebagai suatu tubuh tertentu yang sanggup mempunyai maupun melaksanakan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, ibarat tanah danmanusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk mendapat modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapat materi baku dan mesin dahulu, gres buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapat nilai lebih dari materi baku tersebut.

2. Sejarah Kapitalisme
Kapitalisme mempunyai sejarah yang panjang, yaitu semenjak ditemukannya sistemperniagaan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutanguild sebagai cikal bakal kapitalisme.

Kapitalisme mulai muncul pertama kali di Eropa, pada era ke-16 hingga era ke-19. Pada masa itu, dunia perekonomian di Eropa dalam masa perkembangan. Kondisi ketika itu menunjukkan bahwa sekelompok individu maupun kelompok sanggup bertindak sebagai suatu tubuh tertentu. Hal ini tampak sekali di Perancis.

Puncaknya, terjadilah Revolusi Perancis pada tahun 1789. Para kapitalis ketika itu diserang oleh rakyat. Sebelumnya mereka sanggup mempunyai maupun melaksanakan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal ibarat tanah maupun manusia. Hal tersebut mempunyai kegunaan dalam proses perubahan dari barang modal menjadi barang jadi.

Kapitalisme merupakan salah satu cara pandang insan dalam menjalani kegiatan ekonominya. Keberadaan kapitalis dianggap sebagai wujud penindasan terhadap masyarakat dengan kondisi ekonomi lemah. Akibatnya, paham kapitalisme mendapat kritikan dari banyak pihak, bahkan ada yang ingin melenyapkannya.

Adam Smith yaitu seorang tokoh ekonomi kapitalis klasik. Ia menganggap merkantilisme kurang mendukung ekonomi masyarakat.

Merkantilisme merupakan sebuah sistem ekonomi untuk menyatukan dan meningkatkan kekayaan keuangan suatu bangsa, dengan pengaturan seluruh ekonomi nasional oleh pemerintah dengan kebijaksanaan. Tujuannya untuk mengumpulkan cadangan emas, memperoleh neraca perdagangan yang baik, berbagi pertanian dan industri, dan memegang monopoli atas perdagangan luar negeri.

Berdasarkan kepemilikan modal, tentu saja merkantilisme bertolak belakang dengan kapitalisme. Merkantilisme menempatkan pemerintah atau negara sebagai penguasa permodalan, sedangkan kapitalisme meletakkan hak kepemilikan modal pada pribadi atau perseorangan.

Pemerintah mendominasi bidang perdagangan selama berabad-abad namun kemudian malah memunculkan ketimpangan ekonomi. Para pemikir ini mulai beranggapan bahwa para borjuis[1], yang pada era sebelumnya mulai memegang peranan penting dalam ekonomi perdagangan yang didominasi negara atau lebih dikenal denganmerkantilisme.

Adam Smith yaitu seorang tokoh ekonomi kapitalis klasik yang menyerangmerkantilisme yang dianggapnya kurang mendukung ekonomi masyarakat. Ia menyerang para psiokrat yang menganggap tanah yaitu sesuatu yang paling penting dalam pola produksi.

Merkantilisme yaitu suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan, dan bahwa besarnya volum perdagangan global teramat sangat penting.

Aset ekonomi atau modal negara sanggup digambarkan secara konkret dengan jumlah kapital (mineral berharga, terutama emas maupun komoditas lainnya) yang dimiliki oleh negara dan modal ini bisa diperbesar jumlahnya dengan meningkatkan ekspor dan mencegah (sebisanya) impor sehingga neraca perdagangan dengan negara lain akan selalu positif.

Merkantilisme mengajarkan bahwa pemerintahan suatu negara harus mencapai tujuan ini dengan melaksanakan santunan terhadap perekonomiannya, dengan mendorong eksport (dengan banyak insentif) dan mengurangi import (biasanya dengan pemberlakuan tarif yang besar). Kebijakan ekonomi yang bekerja dengan prosedur ibarat inilah yang dinamakan dengan sistem ekonomi merkantilisme.

Ajaran merkantilisme lebih banyak didominasi sekali diajarkan di seluruh sekolah Eropa pada awal periode modern (dari era ke-16 hingga ke-18, era dimana kesadaran bernegara sudah mulai timbul). Peristiwa ini memicu, untuk pertama kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur perekonomiannya yang balasannya pada zaman ini pula sistem kapitalismemulai lahir.

Kebutuhan akan pasar yang diajarkan oleh teori merkantilisme balasannya mendorong terjadinya banyak peperangan dikalangan negara Eropa dan era imperialisme Eropa balasannya dimulai. Sistem ekonomi merkantilisme mulai menghilang pada final era ke-18, seiring dengan munculnya teori ekonomi gres yang diajukan oleh Adam Smithdalam bukunya The Wealth of Nations, ketika sistem ekonomi gres diadopsi oleh Inggris, yang notabene ketika itu yaitu negara industri terbesar di dunia.[2]

3. Kapitalisme dan Sosialisme
Karl Marx pernah meramalkan bahwa kapitalisme akan hancur melalui revolusi kaum proletar. Revolusi ini dipicu oleh frustrasi kelas pekerja tanggapan ekploitasi oleh kelas kapitalis. Dalam hal ini, para pekerja diperlakukan hanya sebagai komoditas (commodoty fetishism). Kapitalis mendapat keuntungan dari selisih antara upah pekerja dengan harga jual barang (surplus value). Hancurnya kapitalisme akan melahirkan masyarakat sosialis, dimana kepentingan bersama selalu diletakkan di atas kepentingan pribadi atau yang kemudian disebut dengan sosialisme (dan komunisme), di mana masyarakat tidak lagi mengenal kelas.

Hak pribadi lebur menjadi hak komunal. Semua sama, dan pemerintah mengatur segalanya. Jadi, sosialisme/komunisme, berdasarkan Marx, yaitu konsekuensi logis dari kapitalisme. Ternyata, hingga ketika ini diktum Marx tidak terbukti, kapitalisme semakin berkembang. Sosialisme sendiri menciptakan wajah kapitalisme menjadi lebih lunak terhadap kaum buruh dan permodalan

4. Kapitalisme dan Demokrasi.
Sama ibarat Marx, Schumpeter juga meramalkan keberhasilan sosialisme dan kejatuhan kapitalisme. Lebih jauh, Schumpeter berargumen bahwa demokrasi bisa tumbuh lebih subur dalam masyarakat sosialisme ketimbang masyarakat kapitalisme. Sekalipun begitu, Schumpeter menyampaikan bahwa kapitalisme dan demokrasi mempunyai korelasi mutual.

Kejatuhan kapitalisme lebih merupakan proses alami (creative destruction) menuju sosialisme, di mana kemudian demokrasi lebih berkembang lagi. Ketika Schumpeter menulis buku itu, kondisi ekonomi-politik di negara komunis, ibarat Uni Soviet sedang jelek-jeleknya dan sungguh jauh dari demokrasi. Tapi Schumpeter menyampaikan bahwa kondisi Uni Soviet dilarang dijadikan patokan ihwal masa depan sosialisme, lantaran banyak hal yang dilakukan sosialis Rusia di Uni Soviet tidak konsisten dengan prinsip-prinsip sosialisme dan komunisme.

Namun, ramalan Schumpeter ini belum terbukti, demokrasi– paling tidak ibarat yang diklaim oleh banyak penganut kapitalisme– demokrasi justru identik dengan kapitalisme. Robert Dahl menyebabkan tema ini sebagai fokus dalam bukunya, Democracy and Its Critics (1989). Menurut Dahl, kapitalisme yaitu syarat perlu (necessary condition) dari demokrasi, sekalipun bukan syarat cukup (sufficent condition) Hal yang sama dikatakan oleh Peter Berger dalam “Capitalist Revolution” (1986).


5. Kapitalisme dan Kebebasan Individu
Friedman menjabarkan kebebasan individu ini menjadi kebebasan ekonomi dan kebebasan politik. Menurutnya, kebebasan ekonomi yaitu syarat mutlak kebebasan politik. Argumen Friedman ini sejalan dengan pendapat ekonom-ekonom Austria ibarat von Mises, Hayek, dan Simons.

Menurut Friedman dan mazhab Austria, kalau kausalitas itu ekonomi-politik ini berjalan baik, maka produknya yaitu kolektivisme. Ketika kebebasan politik tercapai, pemerintah berusaha mengatur sistem ekonomi semoga sanggup mencapai kebebasan ekonomi. Namun, berdasarkan mereka, ini yaitu kontradiksi, lantaran ia akan menjurus kepada pemusatan kekuatan, secara sadar ataupun tidak.

Akhirnya, yang terjadi yaitu ekploitasi dan lantas menuju, apa yang disebut Hayek sebagai “road to serfdom”: (jalan (kembali) ke penindasan). Untuk mendukung argumennya, Friedman menyebutkan contoh di mana sistem ekonomi kapitalis berkembang dalam sistem pemerintahan yang non-demoratis, ibarat fasis Italia, Spanyol, Jerman, Jepang, dan Rusia sebelum PD II. Lebih tegas lagi, Friedman mengatakan, hanya ada dua pilihan dalam mengorganisir kegiatan ekonomi, yaitu sistem totaliter yang koersif (memaksa) atau sistem pasar yang sukarela (bebas= private enterprises danstrictly voluntary exchange).


6. Kapitalisme dan Pasar Bebas.
Menurut teoritikus klasik kapitalisme, Adam Smith, gerakan produksi haruslah bergerak sesuai konsep MCM (Modal-Comodity-Money), yang menjadi suatu hal yang tidak akan berhenti lantaran uang akan beralih menjadi modal lagi dan akan berputar lagi bila diinvestasikan. Adam Smith memandang bahwa ada sebuah kekuatan tersembunyi yang akan mengatur pasar (invisible hand), maka pasar harus mempunyai laissez-faire atau kebebasan dari intervensi pemerintah. Pemerintah hanya bertugas sebagai pengawas dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh rakyatnya.

Pada akhirnya, banyak ekonom yang menyalahartikan kalimat Smith dan Friedman di atas. Beberapa ekonom pasar radikal kanan bahkan mengharamkan sama sekali kiprah Negara dalam perekonomian. Padalah, Friedman telah menyatakan bahwa eksistensi pasar bebas bukan berarti kiprah pemerintah sama sekali ditiadakan. Pemerintah tetap dibutuhkan, namun dalam wilayah yang sangat dibatasi.

Menurut Friedman, pemerintah diharapkan untuk tetapkan rules of the gamedan untuk menjamin pelaksanaan aturan-aturan tersebut. Pasar yang efisien dengan sendirinya akan mengurangi peran-peran pemerintah yang tidak perlu. Paralelnya berdasarkan Dahl, sistem perencanaan terpusat yaitu “syarat perlu” rejim otoriter, tapi bukan “syarat cukup”-nya. Berger menyampaikan dalam sistem kapitalis, kalau kontrol dari negara terhadap perekonomian besar, demokrasi tidak akan berhasil. Sebaliknya, dalam sistem sosialis, kalau pasar dibiarkan bebas, demokrasi akan tumbuh.


7. Kapitalisme Indonesia
Kapitalisme di Indonesia yaitu cangkokan dari Eropa yang dalam beberapa hal tak sama dengan kapitalisme yang tumbuh dan dibesarkan dalam negerinya sendiri, yakni Eropa dan Amerika Utara. Oleh alasannya yaitu itu, kapitalisme tersebut masih muda. Karena kapitalisme di Indonesia masih muda, produksi dan pemusatannya belumlah mencapai tingkat yang semestinya. Kira-kira seperempat era belakangan gres dimulai industrialisasi di Indonesia. Baru pada waktu itulah dipergunakan mesin yang modern dalam perusahaan-perusahaan gula, karet, teh, minyak, arang dan timah.

Industri Indonesia, terutama industri pertanian, masih tetap terbatas di Jawa dan di beberapa daerah di Sumatera. Tanah yang luas, yang biasanya sangat subur dan mengandung barang-barang logam yang tak ternilai harganya, ibarat Sumatera,Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau yang lain masih menunggu-nunggu tangan manusia. Meskipun Pulau Jawa dalam hal perkebunan dan alat-alat angkutan sudah mencapai tingkatan yang tinggi, tetapi umumnya pulau luar Jawa, kecuali Sumatera, masih rimba raya.

Industri modern yang bahwasanya tidak akan diadakan di Pulau Jawa. Ia akan tetap tinggal menjadi daerah industri pertanian. Sebab logam-logam ibarat besi, arang, minyak tanah, emas dan lainnya, tidak atau hanya sedikit sekali didapat di sana. Sumateralah yang menjadi daerah industri modern yang sebenarnya. Hal ini kini sebagian kecil telah terbukti. Arang, minyak tanah, emas dan timah hasil Sumatera (kelak juga besi) besar artinya, baik di kalangan nasional maupun internasional.

Kapitalisme di Indonesia tidak dilahirkan oleh cara-cara produksi pribumi yang berdasarkan kemauan alam. Ia yaitu produk absurd yang dipergunakan untuk kepentingan absurd yang dengan kekerasan mendesak sistem produksi pribumi.

Di Indonesia sebagai tanggapan kemajuan ekonomi yang tidak teratur sebagaimana mestinya, tidak ibarat di atas keadaannya. Kota-kota kita tak sanggup dianggap sebagai konsentrasi dari teknik, industri, dan penduduk. Ia tak menghasilkan barang-barang baik untuk desa maupun untuk perdagangan luar negeri, dari kapitalis-kapitalis pribumi. Mesin-mesin pertanian, keperluan rumah tangga, bahan-bahan untuk pakaian dan lain-lain tidak dibentuk di Indonesia, tetapi didatangkan dari luar negeri oleh badan-badan perdagangan imperialistis. Desa-desa kita tak menghasilkan barang kebutuhan untuk kota-kota, lantaran untuk mereka sendiri pun tak mencukupi. Beras misalnya, masakan rakyat yang terutama mesti didatangkan dari luar.

Desa-desa kita mengeluarkan gula, karet, teh, dan lain-lain barang perdagangan yang mengayakan saudagar asing, tetapi memiskinkan dan memelaratkan kaum tarsi; kota-kota kita bukanlah menjadi pusat ekonomi bangsa Indonesia, tetapi terus-terusan menjadi sumber ekonomi yang mengalirkan keuntungan untuk luar negeri.

Sementara dalam sektor Industri berskala besar, yang terjadi ialah pabrik luar negeri dengan pekerja pribumi dan upah yang rendah. Sementara kualitas produksi baik, dengan biaya operasional yang sangat murah, menciptakan tenaga kerja di Indonesia

Kapitalisme Indonesia timbul dengan teratur pula antara lapisan-lapisan sosial Indonesia dan mempunyai perhubungan yang teratur. Saudagar Indonesia yang dulu kecil kini sudah menjadi bankir atau mengepalai perusahaan yang besar-besar. Penempa besi, tukang gula, saudagar batik yang dulu kecil menjadi pemimpin industri logam, gula atau tenun. Umumnya, kapitalisme sebagai ideologi di Indonesia tidak diterima secara resmi. Namun dalam praktek perekonomiannya, secara tidak pribadi menuju ke arah kapitalisme. Dengan terjadinya gosip swastanisasi di sektor kerja dan kegiatan ekonomi swasta bahkan BUMN.


[1] Borjuis (kata sifat:borju) dalam sosiologi dan ilmu politik menggambarkan banyak sekali kelompok di seluruh sejarah. Dalam dunia Barat, di antara final era pertengahan dan ketika sekarang, kaum borjuis yaitu sebuah kelas sosial dari orang-orang yang dicirikan oleh kepemilikan modal dan kelakuan yang terkait dengan kepemilikan tersebut. Mereka yaitu potongan dari kelas menengah atau kelas pedagang, dan mendapat kekuatan ekonomi dan sosial daripekerjaan, pendidikan, dan kekayaan. Hal ini dibedakan dari kelas sosial yang kekuasaannya didapat dari lahir di dalam sebuah keluarga ningrat pemilik tanah yang bergelar, yang diberikan hak feodal istimewa oleh raja / monarki. Kaum Borjuis muncul di kota-kota yang ada di akhirzaman feodal dan awal zaman modern, melalui kontrol perdagangan jarak jauh dan manufakturkecil. Kata borjuis dan borju berasal dari bahasa Perancis, yang berarti "penghuni-kota" (dariBourg, bdk. Bahasa Jerman Burg). Di bawah kapitalisme, istilah borjuis telah banyak dipakai sebagai ungkapan asumsi setara untuk orang kelas atas.

[2] Semua andal ekonomi Eropa antara tahun 1500 hingga tahun 1750 dianggap sebagai merkantilis meskipun ketika itu istilah 'merkantilis' belum dikenal. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Victor de Riqueti, marquis de Mirabeau pada tahun [1763], dan kemudian dipopulerkan oleh Adam Smith pada tahun 1776. Pada kenyataannya, Adam Smith menjadi orang pertama kali menyebutkan bantuan merkantilis terhadap ilmu ekonomi dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nations. Istilah merkantilis sendiri berasal dari bahasa Latin mercari, yang berarti "untuk mengadakan pertukaran," yang berakar dari kata merx, berarti "komoditas." Kata merkantilis pada awalnya dipakai oleh para kritikus ibarat Mirabeau dan Smith saja, namun kemudian kata ini juga dipakai dan diadopsi oleh para sejarawan.

Demikianlah materi tentang Adam Smith : Teori Ekonomi Klasik vs neoklasik yang sempat kami berikan dan jangan lupa juga untuk menyimak materi seputar Mengenal Apa Itu Want, Need, Demand dan Utility yang telah kami posting sebelumnya. semoga materi yang kami berikan sanggup membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih.

Jangan Lupa Tinggalkan Komentar…!!!

Sumber http://ilmumanajemenakuntansi.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Adam Smith : Teori Ekonomi Klasik Vs Neoklasik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel