-->

iklan banner

√ Perjuangan Stempel Batik Solo, Tetap Jaya Di Tengah Serbuan Batik Printing

Salah satu perajin cap atau stempel batik di daerah Sentra Batik Laweyan √ Usaha Stempel Batik Solo, Tetap Jaya Di Tengah Serbuan Batik Printing

Salah satu pelaku perjuangan stempel batik di daerah Sentra Batik Laweyan.


Unesco mengukuhkan batik sebagai salah satu budaya warisan dunia 2009 lalu. Batik yang dikukuhkan bukan hanya motifnya, melainkan segala aspek, baik itu nilai seni, filosofi, maupun teknik membatik. Selain menulis memakai canting, satu lagi teknik yang diakui Unesco, yakni cap. Sayangnya, sekarang tak banyak yang memproduksi stempel atau cap batik. Salah satu yang masih bertahan yaitu milik Agus Sriyono yang berada di daerah Premulung, Sondakan, Laweyan, sentranya batik di Solo.


Di tengah serbuan batik printing, termasuk yang paling banyak dari Tiongkok, keberadaan stempel batik sekarang kian redup. Sebagai salah satu perajin stempel batik, Agus Sriyono, harus bekerja ekstra semoga dapurnya terus mengepul. Perajin yang membantu Agus pun sekarang sudah berkurang banyak, dari yang semula puluhan orang, sekarang hanya menyisakan tujuh hingga delapan orang.


Salah satu perajin cap atau stempel batik di daerah Sentra Batik Laweyan √ Usaha Stempel Batik Solo, Tetap Jaya Di Tengah Serbuan Batik Printing

Stempel atau cap menjadi alat membatik yang diakui Unesco selain canting. Unesco juga mengakui lilin malam sebagai materi menciptakan batik.


Namun dengan pengalamannya, Agus melihat ada ceruk pasar gres bagi perjuangan stempelnya. Ia melihat efek legalisasi batik oleh Unesco, terjadi pemisahan pasar antara produk batik tulis dan cap dengan batik printing. “Kini kami mencoba jauh lebih fokus untuk memproduksi stempel batik. Kami pelajari banyak sekali motif dan ciri khas tiap perjuangan batik, sehingga kami sanggup menawarkan masukan kepada mereka,” ungkapnya.


Untuk meyakinkan pelanggan, Agus pun menawarkan jaminan kepada pelanggan. Ia memberanikan diri memberi garansi barang rusak sanggup diperbaiki gratis. Agus juga sebisa mungkin terbuka menghadapi keluhan dari pembeli stempelnya. Bermodal hal-hal tersebut, sekarang tak hanya pasar lokal Solo saja yang bisa ia tembus, melainkan juga hingga luar Pulau Jawa.


Masalah Regenerasi


Salah satu perajin cap atau stempel batik di daerah Sentra Batik Laweyan √ Usaha Stempel Batik Solo, Tetap Jaya Di Tengah Serbuan Batik Printing

Regenerasi perajin stempel menjadi problem tersendiri. Rata-rata para perajin berusia tua.


Perkembangan pasar stempel batik milik Agus tak berbanding lurus dengan jumlah perajin di tempatnya. Pasalnya, regenerasi menjadi problem tersendiri. Agus mengakui belum dewasa muda di wilayahnya lebih menentukan bekerja di sektor jasa, sedikit sekali yang mau meneruskan titah budaya pendahulu mereka.

style="display:block"
data-ad-client="ca-pub-6037247388376359"
data-ad-slot="5485024081"
data-ad-format="link">



Para perajin yang sekarang membantu Agus rata-rata berusia di atas 50 tahun. “Saya yakin pemandangan serupa juga ditemui di beberapa perjuangan stempel di daerah sini. Kebanyakan anak muda sekarang kurang sabar, padahal untuk menciptakan kerajinan stempel batik ini diharapkan kesabaran dan ketelitian,” ungkapnya.


Menyiasati problem tersebut, Agus sangat terbuka dengan siapa saja yang bersedia mencar ilmu menciptakan stempel batik. Tak jarang tempat Agus bermetamorfosis workshop bagi para siswa Sekolah Menengah kejuruan maupun mahasiswa jurusan seni. Bahkan sering wisatawan absurd mencar ilmu wacana seluk beluk batik di rumahnya.


Masalah lain yang dihadapi para perajin stempel batik yakni naiknya harga tembaga sebagai materi utama menciptakan stempel. Bahan tembaga tak bisa diganti materi lain sehingga para perajin mau tak mau musti menaikkan harga produknya.


Proses Panjang Produksi


Salah satu perajin cap atau stempel batik di daerah Sentra Batik Laweyan √ Usaha Stempel Batik Solo, Tetap Jaya Di Tengah Serbuan Batik Printing

Pembuatan stempel batik harus dilakukan teliti sebab ukuran tembaga sebagai materi utama memang kecil dan tipis. Pengerjaannya pun dibantu alat khusus menyerupai pinset.


Membuat batik cap memang sulit, namun menciptakan alat cap atau stempel batik juga tak kalah sulit. Prosesnya, lembaran tembaga dipotong dengan secama sesuai ukuran yang dibutuhkan. Kemudian potongan-potongan tersebut dibuat mengikuti teladan yang telah lebih dulu dibuat. “Untuk teladan biasanya saya yang buat. Untuk proses lain ada yang mengerjakan sendiri. Semua dibagi sesuai keahlian,” terang Agus.


Setelah itu, lempengan stempel setengah jadi tersebut dibersihkan dan dimasak memakai cairan berjulukan gondorukem. Cairan gondorukem merupakan getah pohon pinus yang berfungsi menciptakan stempel semakin mengkilat. Tujuan proses pengolahan ini semoga nantinya motif yang tertera di stempel sanggup lebih terlihat.


Setelah itu proses penjemuran dan finishing. Rata-rata stempel batik tersebut bisa bertahan belasan tahun. Harga yang dibandrol pun cukup variatif yakni kisaran 200 ribu rupiah hingga jutaan rupiah tergantung kualitas materi dan rumitnya pengerjaan.


Tim Liputan BisnisUKM

style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-6037247388376359"
data-ad-slot="7037953167">



(/Rizki B.P)


Kontributor BisnisUKM.com Wilayah Solo Raya



Sumber aciknadzirah.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "√ Perjuangan Stempel Batik Solo, Tetap Jaya Di Tengah Serbuan Batik Printing"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel