Mengenal Apa Itu Want, Need, Demand Dan Utility
Mengenal Apa Itu Want, Need, Demand dan Utility - Secara ringkas, informasi mengenai kebutuhan pelanggan bagi penyedia pelayanan kesehatan ialah upaya untuk membuat penawaran agenda yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Sehingga, kepuasan pelanggan sanggup tercapai. Dengan demikian, pembahasan wacana usul dan penawaran, serta kepuasan menjadi bahasan yang penting bagi penyedia pelayanan kesehatan dalam melaksanakan fungsinya.
Pengertian Want, Need, Demand dan Utility
Menurut Septo P. Arso (2009), kebutuhan (need) diartikan sebagai keadaan kurangnya atau tidak adanya pemenuhan kebutuhan secara mendasar. Kebutuhan menyatakan tuntutan dasar manusia. Sedangkan keinginan (want) diartikan sebagai hasrat terhadap pemenuhan yang lebih lanjut sehabis mencicipi kebutuhan. Keinginan biasanya bersifat subjektif dan bersifat individual. Permintaan (demand) ialah hasrat terhadap produk yang sanggup memenuhi keinginan yang telah didukung dengan kemampuan dan kemauan untuk membayar.
Pengertian usul (demand) tidak terpisah dari arti kebutuhan (need) dan keinginan (want). Kebutuhan (need) ialah sesuatu yang dirasa kurang dari diri insan itu sendiri, keinginan (want) ialah sesuatu yang dirasa kurang lantaran lingkungan, dan usul (demand) ialah keinginan yang disertai dengan daya beli. Demand merupakan ungkapan usul dari keinginan dan kebutuhan (Irawan dkk., 1996)
Mengenal Apa Itu Want, Need, Demand dan Utility |
Menurut Philip Kotler (2002), definisi dari kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan usul (demand) ialah sebagai berikut:
1. Kebutuhan (needs) dimana insan merasa kekurangan. Kebutuhan (needs) ialah keinginan insan atas barang dan jasa yang perlu dipenuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Needs menggambarkan kebutuhan dasar insan menyerupai pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan lainnya. Needs menjadi wants kalau kebutuhan tadi telah menjurus pada satu keinginan tertentu yang sanggup memperlihatkan kepuasan. Kebutuhan dibagi menjadi dua, yaitu perceived needs dan expressed needs. Perceived needs atau kebutuhan yang dirasakan ialah hasrat atau keinginan yang dimiliki oleh semua orang dimana kebutuhan ini memperlihatkan kesenjangan antara tingkat keterampilan/kenyataan yang nampak dengan yang dirasakan. Sedangkan expressed needs atau kebutuhan yang diekspresikan yaitu kebutuhan yang dirasakan seseorang bisa untuk ditunjukkan dalam tindakan.
2. Keinginan (wants) ialah kebutuhan (needs) yang dibuat oleh budaya dan kepribadian individu.
3. Permintaan (demand) ialah keinginan yang didukung daya beli. Demand atau usul ialah jumlah dari suatu barang yang mau dan bisa dibeli pada banyak sekali kemungkinan harga, selama jangka waktu tertentu, dengan anggapan banyak sekali hal lain tetap sama (ceteris paribus). Mau dan bisa disini mempunyai arti betapapun orang berkeinginan atau membutuhkan sesuatu, kalau ia tidak mempunyai uang atau tidak bersedia mengeluarkan uang sebanyak itu untuk membeli, maka keinginan itu tetap keinginan dan belum disebut permintaan. Namun ketika keinginan/kebutuhan itu disertai kemauan dan kemampuan untuk membeli dan didukung oleh uang yang secukupnya untuk membayar harga disebut permintaan.
Dari beberapa pengertian diatas, maka sanggup disimpulkan bahwa usul (demand) tidak terpisah dari kebutuhan (need) dan keinginan (want). Kebutuhan (need) berawal dari keinginan (want). Sedangkan usul atau demand merupakan kebutuhan (need) yang telah didukung dengan daya beli.
Cara Mengukur Need, Demand dan Utility
Pengukuran need bertujuan untuk menggali dan mengetahui selera pasar terhadap suatu produk. Sedangkan pengukuran demand sanggup membantu produsen mengetahui penggunaan atau pemanfaatan produk oleh pasar secara real, lantaran demand merupakan realisasi dari need.
Walaupun demikian, pengukuran need saja atau demand saja belum bisa mengukur kebutuhan konsumen terhadap produk yang akan digunakan untuk realisasi penjualan di masa mendatang. Sehingga sehabis dilakukan pengukuran need, perlu juga dilakukan pengukuran demand.
Cara Pengukuran Need dan Demand
Pengukuran Need dan Demand sanggup dilakukan baik pada individu maupun organisasi. Cara pengukuran untuk need dan demand pada tingkat individu tentunya berbeda dengan pengukuran pada tingkat organisasi.
Pengukuran need terhadap individu tidak sanggup dilakukan dengan observasi. Hal ini dikarenakan need merupakan sesuatu yang masih ada dalam benak konsumen dan belum terealisasikan sehingga akan sangat sulit kalau pengukuran need dilakukan dengan observasi. Cara pengukurannya ialah dengan melaksanakan indepth interview terhadap konsumen atau melalui kuisioner.
Need sanggup diukur baik sebelum maupun sehabis penggunaan produk. Berbeda dengan demand, pengukurannya harus dilakukan sehabis penggunaan produk. Demand sanggup diukur dengan memakai metode observasi maupun wawancara.
Bagi organisasi, pengukuran need dan demand tentu penting untuk realisasi penjualan produk. Pengukurannya sanggup dilakukan dengan melihat data dan catatan laporan penjualan perusahaan.
Cara Pengukuran Utility
Pengukuran utility sanggup dilakukan dengan dua metode, yaitu metode eksklusif dan metode tidak langsung.
a. Metode Langsung
Pengukuran utility secara eksklusif sanggup dilakukan dengan melaksanakan wawancara atau kuisioner kepada konsumen yang telah memakai suatu produk. Pertanyaan tentu berkenaan dengan penggunaan atau pemanfaatan produk tersebut. Jawaban dari wawancara atau kuisioner secara ordinal.
b. Metode Tidak Langsung
Secara tidak langsung, pengukuran utility dilakukan 2 kali, yaitu pertama mengukur impian konsumen terhadap produk, kemudian mengukur kenyataan atau realitas penggunaan produk tersebut. Jika secara realnya lebih baik dari harapan, berarti konsumen sangat puas. Harapan sama dengan kenyataannya, berarti konsumen puas. Sebaliknya kalau impian lebih besar dari kenyataannya, maka konsumen sanggup dikatakan tidak puas.
Bentuk Kurva Demand dan Elastisitasnya
1. Bentuk Kurva Demand
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa usul ialah suatu kemauan dan kemampuan pembeli untuk sanggup membeli produk (barang atau jasa) tertentu. Untuk sanggup membeli produk yang diinginkan tersebut maka terdapat banyak sekali hal yang bisa mempengaruhi permintaan. Pada pembahasan sebelumnya juga telah dijelaskan mengenai aturan usul bahwa “Permintaan terhadap barang atau jasa cenderung turun apabila harga barang atau jasa tersebut meningkat, dan sebaliknya, usul terhadap suatu barang atau jasa meningkat apabila harga barang atau jasa tersebut turun (Ceteris paribus)”. Hukum tersebut menekankan pada kondisi terjadinya usul yang ada dalam dunia ekonomi dan akan memperlihatkan menyerupai apa citra situasinya dalam kurva permintaan.
Menurut Sadono Sukirno (2009) dalam bukunya dengan judul Teori Pengantar Mikro Ekonomi, yang dimaksud kurva usul ialah suatu kurva yang menggambarkan sifat korelasi antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang yang diminta para pembeli. Jadi, usul sanggup digambarkan pada dua hal yang telah disebutkan, yaitu harga dan jumlah barang yang diminta dalam kondisi ceteris paribus.Berikut ialah rujukan dari pembentukan kurva permintaan.
Tabel 2.1 Permintaan Terhadap Buku Tulis pada Berbagai Tingkat Harga
Dari tabel tersebut, akan sanggup digambarkan kurva usul menyerupai berikut:
Gambar 2.1 Kurva Permintaan Permintaan Terhadap Buku Tulis
Sumber : Sadono Sukirno, Teori Pengantar Mikro Ekonomi
Dari gambar dalam kurva usul tersebut, titik P, Q, R, S, T ialah titik temu dari tiap kondisi tingkat harga buku tulis yang ada pada ketika tersebut dengan jumlah usul yang terjadi. Umumnya bentuk kurva akan menurun dari kiri atas ke kanan bawah akhir korelasi harga dengan jumlah yang memang mempunyai korelasi terbalik. Jika salah satu variabel naik (misal, harga), maka akan terjadi penurunan pada variabel lainnya (jumlah barang yang diminta).
2 Elastisitas Demand
Elastisitas usul harga memperlihatkan seberapa besar perubahan usul atas suatu barang sebagai akhir dari perubahan haga barang/jasa itu sendiri. Elastisitas usul harga sanggup diketahui melalui nilai koefisien elastisitas usul (Ed) yang berkisar diantara nol hingga tak terhingga atau 0 ≤ Ed ≥ 1. Nilai koefisien elastisitas usul didapatkan dari penghitungan presentasi perubahan jumlah barang yang diminta dibagi dengan presentasi perubahan harga.
Berdasarkan tingkat elastisitasnya, elastisitas usul harga sanggup dibedakan menjadi 5 yaitu:
a. Tidak lentur tepat (Ed= 0)
Gambar 2.2 Kurva Tidak Elastis Sempurna
Permintaan disebut tidak lentur tepat apabila koefisien elastisitas bernilai 0. Dalam hal ini artinya ialah berapapun perubahan harga yang terjadi tidak mempengaruhi dan tidak merubah kuantitas atau jumlah usul barang/jasa. Jumlah barang/jasa yang diminta akan tetap saja walaupun harga mengalami kenaikan atau penurunan.Secara matematis %∆Q = 0, berapapun %∆P. Dengan demikan, kurva permintaannya berbentuk vertikal atau sejajar dengan sumbu harga (P). kurva berbentuk vertikal ini berarti bahwa berapapun harga yang ditawarkan, kuantitas barang/jasa tetap tidak berubah.
Kasus usul tidak lentur tepat terjadi apabila konsumen dalam membeli barang tidak lagi memperhatikan harganya, tetapi lebih memperhatikan pada seberapa besar kebutuhannya dan kegunaan barang tersebut. Peningkatan harga akan menyebakan meningkatnya total pendapatan. Contohnya ialah obat pada waktu sakit dan membeli lukisan karya pelukis populer yang telah meninggal. Konsumen membeli obat ketika sakit lebih mempertimbangkan kebutuhannya akan obat biar sanggup cepat sembuh, bukan kepada harganya. Sama halnya dengan pembelian lukisan karya pelukis yang telah meninggal, berapapun harga yang ditawarkan si pelukis tidak sanggup menambah kuantitas dari lukisan tersebut.
b. Tidak elastisitas (0 < Ed< 1)
Gambar 2.3 Kurva Tidak Elastis
Permintaan disebut tidak lentur apabila koefisien elastisitas bernilai kurang dari 1 atau diantara 0 dan 1.Dalam hal ini artinya ialah prosentase perubahan harga ialah lebih besar daripada prosentase perubahan jumlah barang/jasa yang diminta.Perubahan harga yang terjadi hanya diikuti perubahan jumlah atau kuantitas usul barang/jasa yang relatif lebih kecil.Secara sistematis %∆Q < %∆P. Dengan kata lain, perubahan harga kurang begitu kuat pada perubahan permintaan.
Contoh usul tidak lentur ini sanggup terjadi diantaranya pada produk kebutuhan pokok,seperti beras dan bensin. Dalam kondisi yang normal, setiap orang akan tetap membutuhkan beras sebagai masakan pokok walaupun harga beras naik. Sebaliknya kalau harga beras turun, hal itu tentu tidak akan menambah pola konsumsi beras lantaran konsumen mempunyai keterbatasan yaitu rasa kenyang. Sama halnya dengan kebutuhan bensin. Jika harga bensin naik, tingkat penurunan penggunaannya tidak sebesar tingkat kenaikan harganya. Hal ini dikarenakan para pengendara kendaraan bermotor tetap membutuhkan bensin untuk mengisi materi bakar kendaraannya biar sanggup bisa berpergian. Namun kalau harga bensin turun, para pengendara motor mustahil berpergian terus-menerus dan menikmati penurunan harga bensin tersebut. Karakteristik produk yang menyerupai itu menjadikan usul menjadi tidak elastis.
c. Elastisitas uniter (Ed= 1)
Gambar 2.4 Kurva Elastisitas Uniter
Permintaan disebut lentur uniter apabila koefisien elastisitas bernilai 1. Dalam hal ini artinya ialah berapapun perubahan harga pengaruhnya sebanding terhadap perubahan jumlah atau kuantitas barang/jasa yang diminta dengan prosentase perubahan yang sama. Secara sistematis, %∆Q = %∆P.
Jika harga berubah turun sebesar 10% maka jumlah barang/jasa yang diminta juga akan bermetamorfosis naik sebesar 10%. Kaprikornus perubahan usul dibandingkan perubahan harga ialah 1 : 1. Sebagai rujukan sebuah toko menjual penggaris merek tertentu. Suatu ketika harga penggaris tersebut naik menjadi Rp 1.500,00 dari harga awal Rp 1.000,00.Semula dalam sehari penggaris bisa terjual 10 buah, namun sehabis harga penggaris naik, penggaris hanya terjual 5 buah. Harga penggaris naik sebesar Rp 500,00 dari harga semula Rp 1.000,00. Kaprikornus proporsi kenaikannya ialah 500/1000 = 1/2. Sedangkan jumlah usul turun sebesar 5 buah dari jumlah usul semula sebanyak 10 buah. Kaprikornus proporsi penurunan jumlah permintaannya ialah 5/10 = 1/2. Dari rujukan tersebut sanggup disimpulkan, bahwa proporsi kenaikan harga penggaris sebesar 1/2 dari harga semula sebanding dengan proporsi penurunan jumlah permintan sebesar 1/2 dari jumlah usul semula, sehingga didapatkan nilai koefisien elastisitasnya ialah satu.
Kasus usul elastisitas uniter sulit ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, kalaupun terjadi sesungguhnya hanyalah secara kebetulan. Permintaan elastisitas uniter lebih sebagai pembatas antara usul lentur dan tidak. Contoh barang/jasa yang elastisitasnya uniter sesungguhnya tidak sanggup disebutkan secara spesifik, sehingga belum tentu ada produk yang sanggup dikatakan mempunyai elastisitas yang uniter.
d. Elastis (Ed> 1)
Gambar 2.5 Kurva Elastis
Permintaan disebut lentur apabila koefisien elastisitas bernilai lebih dari 1. Dalam hal ini artinya ialah prosentase perubahan jumlah atau kuantitas barang/jasa lebih besar daripada prosentase perubahan harga. Perubahan harga yang terjadi diikuti oleh perubahan jumlah atau kuantitas usul barang/jasa dalam jumlah yang lebih besar. Secara sistematis %∆Q > %∆P. Dengan kata lain, perubahan harga kuat cukup besar pada perubahan jumlah permintaan.
Kasus usul lentur terjadi apabila usul peka terhadap perubahan harga. Hal ini sanggup ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan terjadi pada produk yang gampang dicari subsitusinya. Sehingga ketika harganya naik, konsumen akan dengan gampang menemukan produk penggantinya. Contohnya ialah barang-barang mewah, menyerupai mobil, alat-alat elektronik, pakaian, dan lain-lain.
e. Elastis tepat (Ed= ∞)
Gambar 2.6 Kurva Elastisitas Sempurna
Permintaan disebut lentur tepat apabila koefisien elastisitas bernilai tak terhingga. Dalam hal ini artinya ialah pada suatu harga tertentu pasar sanggup membeli semua barang yang ada di pasar. Berapa pun banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada harga tersebut, semuanya akan sanggup terjual. Namun setiap kenaikan harga, tidak peduli seberapa kecil, akan mengakibatkan usul turun ke nol yang sanggup menjadikan total pendapatan menurun drastis. Secara sistematis %∆P= 0. Bentuk kurva permintaannya horizontal atau sejajar dengan sumbu jumlah barang/jasa yang diperjualbelikan (Q).
Kasus usul lentur tepat terjadi apabila suatu harga barang/jasa bersifat komoditi, yaitu barang/jasa yang mempunyai karakteristik dan fungsi yang sama walaupun dijual di tempat yang berbeda tetap akan mempunyai harga yan sama. Contohnya ialah membeli isi stapler merek J dan K yang rata-rata berharga Rp 2500. Jika kita ke toko untuk membeli isi stappler, kita cenderung tidak akan memperhatikan perbedaan merek. Satu-satunya yang sering dijadikan materi perbandingan ialah harga. Kita akan membeli isi stappler yang harganya paling murah atau pada harga rata-rata yang diterima oleh pasar. Akibatnya, bagi toko dan produsen yang menjual isi stappler diatas harga rata-rata usul akan barangnya akan turun ke nol lantaran semua isi stappler fungsinya sama, meskipun harganya berbeda-beda.
Untuk memperlihatkan perbandingan antara jenis elastisitas usul sanggup dimisalkan ada suatu produk yang harganya naik dari Rp 5.000,00 menjadi Rp 7.500,00 yaitu kenaikan harga sebesar 50%. Maka elastisitas yang terjadi ialah :
4 Faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan Elastisitas Permintaan
Menurut Jaesron (2003), usul konsumen terhadap suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga dari barang lain, selera dan sebagainya. Secara matematis hal itu sanggup dirumuskan dalam formula sebagai berikut:
Qx= f(x)cp
Menurut Gulton (1996), tingkat harga suatu barang kuat terhadap besarnya jumlah yang dibeli oleh seseorang. Makin mahal harga suatu barang, maka akan berkurang jumlah yang dibeli dengan syarat keadaan yang lain- lain tidak berubah (cateris paribus). Jika rumus diatas diuraikan dengan beberapa variabel, maka didapatkan hasil formula sebagai berikut:
Qx = Jumlah barang X yang diminta
Px = Harga barang X per unit
Ax = Advertensi barang
Dx = Desain barang
Ox = Outlet (tempat menjual ) barang X
Ic = Income (pendapatan) konsumen
Tc = Taste (selera atau cita rasa) konsumen
Ec = Expectation (harapan, asumsi atau ramalan) konsumen
Py = Harga barang Y per unit
Ay = Advertensi barang Y
Dy = Desain barang Y
Oy = Outlet (tempat menjual) barang Y
N = Number (jumlah) penduduk
W = Weather (cuaca)
G = Government (kebijakan pemerintah)
Terdapat empat kelompok variabel didalam persamaan fungsional tersebut, yakni variabel strategis, variabel konsumen, variabel pesaing, dan variabel lain. Kelompok variabel strategis berisi variabel-variabel yang sanggup dikendalikan oleh produsen. Kelompok variabel konsumen berisi variabel-variabel yang berafiliasi dengan konsumen. Kelompok variabel pesaing berisi variabel-variabel yang berafiliasi dengan pesaing. Terakhir, kelompok variabel lain berisi variabel-variabel yang bukan sebelas variabel pertama, yang juga ikut mempengaruhi permintaan.
Sementara itu, empat belas variabel yang ada disisi kanan persamaan diatas terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama terdiri dari satu variabel saja, yakni Px atau harga barang X. Variabel ini sudah kita kenal dengan baik. Jika Px berubah, jumlah yang diminta akan berubah pula, sementara kurva usul tidak akan bergeser kekiri maupun kekanan. Kelompok kedua terdiri dari semua variabel yang lain, selain Px dan berjumlah tiga belas. Ketiga belas variabel ini, kalau berubah akan mengakibatkan kurva usul bergeser atau dengan kata lain akan mengakibatkan terjadinya perubahan permintaan. Diantara ketiga belas variable ini, terdapat empat variabel yang telah kita kenal diatas, yakni pendapatan perkapita konsumen (Ic), selera konsumen (Tc), asumsi konsumen (Ec) dan harga barang lain (Py), baik barang substitusi maupun barang komplementer.
Faktor yang Mempengaruhi Permintaan
a. Tingkat pendapatan per kapita (per capita income) masyarakat
Hampir untuk setiap orang dan hampir untuk setiap barang, semakin besarnya pendapatan selalu berarti semakin besarnya permintaan.
b. Cita rasa atau selera (taste) konsumen terhadap barang itu
Cita rasa atau selera masyarakat terhadap segala sesuatu itu, pada lazimnya, senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Jika saja pada suatu waktu selera masyarakat terhadap sepeda motor meningkat, contohnya sudahlah niscaya bahwa jumlah sepeda motor yang diminta masyarakat akan bertambah pula, sekalipun harganya tidak turun, maka hal yang sebaliknyalah yang terjadi, yakti jumlah sepeda motor yang diminta akan merosot, sekalipun harga jualnya tidak naik.
c. Harga barang lain (prices of related goods), terutama barang pelengkap (complementary goods) dan barang pengganti (subtitution goods)
Misalnya terjadi kenaikan harga daging ayam di suatu daerah, sedangkan masyarakat di kawasan itu amat suka makan daging ayam (artinya daging ayam ialah produk penting). Kenaikan harga daging ayam itu akan mengakibatkan konsumen mengurangi permintaannya akan daging ayam dan sebagai gantinya mereka akan membeli pengganti atau substitusinya, yakni daging sapi. Demikianlah usul akan daging sapi tiba-tiba meningkat sekalipun para produsennya tidak menurunkan harga. Sebaliknya, kalau harga daging ayam turun, orang akan meninggalkan konsumsi daging sapi dan kembali mengonsumsi daging ayam kesukaan mereka. Demikianlah usul akan daging sapi itu menurun sekalipun para produsennya tidak menaikkan harga jual. Permintaan akan daging sapi itu merosot memang bukan disebabkan oleh perubahan harga daging sapi itu sendiri, melainkan oleh turunnya harga produk pengganti (substitusinya), yakni daging ayam.
Hal yang sebaliknya terjadi pada dua barang yang berafiliasi komplementer atau saling melengkapi. Contohnya menyerupai sepeda motor dan bensinnya. Sepeda motor dan bensin merupakan pelengkap yang baik satu sama lain sehingga yang satu tidak akan sanggup digunakan tanpa adanya yang lain. Misalkanlah barang yang sedang dianalisis ialah sepeda motor. Kenaikan harga bensin akan mengakibatkan masyarakat lebih sedikit membeli bensin. Akibatnya pembelian mereka terhadap sepeda motor pun menurun pula. Sebaliknya kalau harga bensin turun, orang akan jadi lebih banyak membeli bensin. Akibatnya usul masyarakat terhadap sepeda motor akan meningkat.
d. Harapan atau asumsi konsumen (consumer expectation) terhadap harga barang yang bersangkutan
Yang dimaksud dalam hal ini ialah ekspektasi konsumen terhadap harga barang di masa mendatang, yakni apakah harga itu akan naik, turun, atau tetap. Perkiraan itu amat menentukan. Misalkan kita sedang menganalisis usul akan mobil. Jika para konsumen menduga bahwa harga kendaraan beroda empat akan naik bulan depan, usul kendaraan beroda empat kini akan tiba-tiba naik lantaran mereka akan segera membeli sebelum harga barang itu betul-betul naik nanti.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Menurut Faried Wijaya (1991) selain harga barang itu sendiri, faktor-faktor lain yang memilih usul individu maupun pasar ialah :
1. Selera konsumen
Perubahan selera konsumen yang lebih menyenangi barang tersebut misalnya, akan berarti lebih banyak barang yang akan diminta pada setiap tingkat harga. Jadi, usul akan naik atau kurva usul akan bergeser kekanan. Sebaliknya, berkurangnya selera konsumen akan barang tersebut mengakibatkan usul turun yang berarti kurva usul bergeser kekiri. Misalnya, ketika ini handphone blackberry sedang animo dan banyak yang beli, tetapi beberapa tahun mendatang mungkin blackberry sudah dianggap kuno.
2. Banyaknya konsumen pembeli
Bila volume pembelian oleh masing-masing konsumen ialah sama, maka kenaikan jumlah konsumen di pasar akan mengakibatkan kenaikan permintaan, sehingga kurvanya bergeser ke kanan. Penurunan jumlah atau banyaknya konsumen akan mengakibatkan penurunan permintaan. Misalnya, ketika flu burung dan flu babi sedang menggila, produk masker pelindung akan sangat laris. Contoh lain, Pada bulan berkat (ramadhan) usul blewah, timun suri, cincau, sirup, esbatu, kurma, dan lain sebagainya akan sangat tinggi dibandingkan bulan lainnya.
3. Pendapatan konsumen
Pengaruh perubahan pendapatan terhadap usul mempunyai dua kemungkinan. Pada umumnya efek pendapatan terhadap usul ialah positif dalam arti bahwa kenaikan pendapatan akan menaikkan permintaan. Hal ini terjadi apabila barang tersebut merupakan barang superior atau normal. Ini menyerupai imbas selera dan imbas banyaknya pembeli yang mempunyai imbas positif. Pada perkara barang inferior, maka kenaikkan pendapatan justru menurunkan permintaan. Misalnya, orang yang punya honor dan derma besar beliau sanggup membeli banyak barang yang beliau inginkan, tetapi kalau pendapatannya rendah, maka seseorang mungkin akan mengirit pemakaian barang yang dibelinya biar jarang beli.
4. Harga barang lain yang bersangkutan
Barang lain yang bersangkutan biasanya merupakan barang subsitusi (pengganti) atau barang komplementer (pelengkap). Suatu barang disebut sebagai barang substitusi yang lain kalau barang tersebut sanggup menggantikan fungsi barang lain tersebut. Harga barang pengganti sanggup mempengaruhi usul barang yang sanggup digantikannya. Jika harga barang pengganti bertambah murah maka barang yang digantikannya akan mengalami penurunan permintaan, begitu pula sebaliknya. Sedangkan barang pelengkap ialah suatu barang yang selalu digunakan bersamaan dengan barang lainnya. Kenaikan atau penurunan usul barang pelengkap selalu sejalan dengan perubahan usul barang yang dilengkapinya. Misalnya, kalau roti tawar tidak ada atau harganya sangat mahal maka meises, selai dan margarine akan turun permintaannya.
5. Ekspektasi (perkiraan harga-harga barang dan pendapatan di masa depan)
Ekspektasi para konsumen bahwa harga-harga akan naik di masa depan mungkin mengakibatkan mereka membeli barang tersebut kini untuk menghindari kemungkinan akhir adanya kenaikan harga tersebut. Demikian juga halnya kalau konsumen memperkirakan bahwa pendapatannya akan naik dimasa depan. Sebaliknya, terjadi penurunan usul bila para konsumen memperkirakan bahwa di masa depan harga-harga akan naik atau pendapatannya akan turun. Misalnya adanya gosip wacana kenaikan bbm/bensin, kenaikan sembako maka orang akan membeli lebih banyak untuk menimbunnya.
Faktor yang Mempengaruhi Elastisitas Permintaan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ED yang mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai elastisitasnya, yaitu sebagai berikut:
a. Adanya barang subtitusi
Barang subtitusi ialah barang yang mempunyai manfaat dan kegunaan yang hampir sama dengan barang dengan utamanya. Misalnya, jagung ialah subtitusi beras. Barang subtitusi ada yang biasa ada juga yang disebut subtitusi dekat. Barang subtitusi bersahabat ialah barang yang fungsi dan kegunaannya sama, hanya mungkin berbeda merek, kemasan, dan pelayanan. Misalnya, beras cianjur dengan beras raja lele. Makin banyak subtitusi suatu barang, maka semakin besar kemungkinan pembeli untuk bertindak dari barang utama seandainya terjadi kenaikan atau penurunan harga. Secara teoritis, bila suatu barang mempunyai substitusi, maka permintaannya cenderung elastis, (ED) > 1, yaitu manakala harga naik sebesar 1%, maka usul akan barang tersebut akan turun diatas 1% demikian juga sebaliknya.
Dengan demikian komoditas yang bersubstitusi cenderung mempunyai elastisitas lebih tinggi daripada komoditas yang tidak mempunyai substitusi. Contohnya kalau hari ini harga beras naik 20% di pulau Jawa, jumlah beras yang diminta akan turun sedikit lantaran usul terhadap beras tersebut inelastis. Lain halnya dengan usul akan daging sapi. Jika pada suatu ketika banyak sapi yang mati lantaran wabah penyakit sehingga mengakibatkan kenaikan harga daging sapi, maka orang sanggup saja beralih ke daging kambing, daging ayam atau daging lainnya. Hal ini dikarenakan daging sapi mempunyai elastisitas usul terhadap harga yang tinggi.
Permintaan komoditas yang tidak banyak mempunyai komoditas pengganti bersifat tidak lentur lantaran kalau harga komoditas tersebut naik, para pembelinya sulit mendapat pengganti, oleh karenanya tetap akan membeli komoditas tersebut. Sehingga permintaannya tidak berkurang. Sebaliknya kalau harga komoditas tersebut turun, permintaannya tidak banyak bertambah lantaran tidak banyak tambahan pembeli yang beralih dari membeli komoditas yang bersaingan dengan komoditas tersebut.
b. Persentase pendapatan yang digunakan atau jenis barang
Seorang konsumen akan memperlihatkan porsi yang besar dari pendapatannya untuk membeli barang yang biasa digunakan sehari-hari (sudah menjadi kebutuhan), sementara untuk barang yang masih bisa ditunda porsi dari pendapatan untuknya kecil. Jadi, bila barang yang dimaksud tersebut ialah barang yang diperlukan atau dengan kata lain sebagaian besar pendapatan dipergunakan untuk mendapat barang yang dimaksud. Maka semakin elastislah permintaannya.
Sebagai rujukan perbandingan antara naiknya harga sebuah kendaraan beroda empat menjadi dua kali lipat dibandingkan dengan kenaikan harga tali sepatu yang dua kali lipat juga, memperlihatkan dampak perubahan usul yang berbeda lantaran elastisitas usul terhadap kedua komoditas tersebut berbeda. Permintaan tali sepatu bersifat inelastis lantaran belahan pendapatan yang digunakan untuk membeli sepatu relatif lebih kecil. Sedangkan usul kendaraan beroda empat bersifat lentur lantaran belahan pendapatan untuk membeli kendaraan beroda empat relatif besar. Dengan demikian adanya perubahan harga kendaraan beroda empat akan membuat orang menunda untuk membeli kendaraan beroda empat dibandingkan beli sepatu lantaran lebih terlihat kasatmata besar harga yang dikeluarkan untuk membeli komoditas tersebut.
c. Jangka waktu analisis/ asumsi atau pengetahuan konsumen
Dalam jangka pendek terjadi perubahan harga tidak secara otomatis mengakibatkan terjadinya permintaan. Hal ini disebabkan perubahan yang terjadi di pasar belum diketahui oleh konsumen sehingga dalam jangka pendek usul cenderung tidak elastis. Jadi, ketika mengetahui terjadi perubahan harga masyarakat setempat tidak eksklusif mengetahui kalau tidak tiba eksklusif ke pasar atau ada seseorang yang memberi tahunya.
d. Tersedianya sarana kredit
Meskipun harga barang telah diketahui naik, sementara pendapatan tidak mencukupi, usul harga barang tersebut akan tetap bila ada kemudahan kredit dari penjual atau produsen. Sebaliknya, bila harga barang yang dimaksud turun maka usul atas barang tersebut tidak akan naik bila kemudahan naik untuk barang subtitusi ada. Dengan demikian bila terdapat kemudahan kredit, maka elastisitas cenderung inelastis atau lentur sempurna.
Sebagai rujukan konsumen akan membeli HP Blackberry yang harganya memang mahal. Bagi konsumen yang tidak mempunyai banyak modal untuk membeli sedangkan kebutuhan akan penggunaannya tinggi, maka konsumen tersebut akan mencari kemudahan kredit untuk membelinya. Dengan demikian, usul terhadap HP Blackberry cenderung inelastis.
e. Masa pakai dari produk
Dimana semakin usang pakai suatu produk tertentu akan memperlihatkan kemungkinan penundaan pembelian produk itu oleh konsumen untuk keperluan penggantian, hal ini sering mengakibatkan elastisitas usul untuk produk yang bermasa pakai usang akan semakin elastis.
Contoh pada barang konsumsi menyerupai buah atau sayur dengan masa pakai produk yang pendek, maka konsumen tidak akan menunda pembelian sehingga elastisitas permintaannya semakin tidak elastis. Sedangkan untuk produk buku atau barang lain dengan masa pakai produk yang panjang, konsumen sanggup menunda pembeliaan sehingga elastisitas usul akan lebih elastis.
f. Derajat kepentingan kebutuhan konsumen terhadap produk
Dimana semakin tinggi derajat kepentingan atau kebutuhan konsumen terhadap produk tertentu, elastisitas usul dari produk itu semakin inelastis. Dalam situasi ini sering tampak bahwa elastisitas usul untuk produk-produk untuk yang memenuhi kebutuhan primer (seperti: beras, pasta gigi, sabun) pada umumnya inelastis, dibandingkan produk-produk kebutuhan sekunder (seperti: mobil, telepon genggam, laptop) yang pada umumnya lebih elastis.
g. Derajat kejenuhan pasar pada produk
Dimana semakin tinggi derajat kejenuhan pasar bagi suatu produk tertentu, elastisitas usul terhadap produk itu menjadi semakin inelastis. Dalam situasi ini, meskipun harga diturunkan, tetapi lantaran pasar dari produk itu telah jenuh, maka tidak akan mempengaruhi usul terhadap produk itu.
Misalnya pada sebuah produk pakaian perempuan dengan model A yang populer pada periode 2011, tingkat kejenuhan konsumen terhadap produk pakaian model A akan lebih tinggi dan beralih pada model B yang lebih terbaru atau new arrival. Dari hal tersebut, semakin tinggi tingkat kejenuhan pasar terhadap suatu barang maka usul semakin elastis.
h. Range penggunaan produk
Semakin lebar atau semakin luas range penggunaan dari suatu produk tertentu akan mengakibatkan elastisitas usul untuk produk itu menjadi semakin elastis. Penggunaan yang semakin luas dari suatu produk tertentu (seperti: kertas, plastik, alumunium, kaca) akan memperlihatkan peluang munculnya bermacam-macam produk sejenis diluar di pasar, sehingga kenaikan harga pada produk tertentu sanggup tersubstitusi oleh konsumen dengan produk-produk alternatif.
Misalnya pada produk air minum dalam kemasan. Kebutuhan akan air minum ini sangatlah banyak lantaran badan butuh banyak cairan. Kaprikornus terang range penggunaan produk ini sangatlah luas. Sebagai asumsi kalau suatu air minum X mengalami kenaikan harga, tentunya ini akan sangat mempengaruhi jumlah permintaan. Mungkin konsumen akan mencari air minum merek lain yang harganya lebih murah mengingat kebutuhannya yang banyak serta didukung banyak munculnya produk serupa di pangsa pasar ini. Kaprikornus terang dalam kondisi ini terjadi elastisitas akhir range penggunaan produk. Semakin tinggi range penggunaan produk maka akan semakin lentur permintaannya. Contoh lain Ketumbar yang digunakan sebagai bumbu dapur, permintaannya cenderung kurang lentur meskipun harganya berubah, lantaran penggunaannya tidak terlalu banyak.
Utility
1. Pengertian Utility
Utility dalam teori ekonomi mempunyai arti nilai guna. Nilai guna dirasakan oleh konsumen sehabis menikmati barang/jasa. Seberapa besar nilai guna yang dirasakan konsumen tersebut tergantung pada tingkat kepuasan konsumen. Kotler (1997) dalam Anonim (2009) mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai sebuah perasaan bahagia atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesan terhadap kinerja ( hasil) suatu produk dengan impian sebelumnya.
Windu (2013) dalam artikelnya menuliskan bahwa nilai guna atau utility terbagi menjadi dua, yaitu total utility dan marginal utility. Total utility ialah jumlah kepuasan total yang dinikmati konsumen akhir mengkonsumsi sejumlah barang/jasa. Sedangkan Marginal Utility ialah tambahan kepuasan yang dinikmati konsumen akhir adanya tambahan barang/jasa yang dikonsumsi.
2 Hukum Utility
Dalam pembahasan mengenai nilai guna, juga dikenal aturan nilai guna yang berbunyi sebagai berikut:
“Semakin banyak suatu barang yang dikonsumsi oleh seseorang semakin besar nilai guna total yang akan diperolehnya, tetapi tingkat pertambahan nilai guna marjinal yang akan diperoleh akan semakin kecil. Suatu ketika nilai guna marjinalnya akan mencapai nol dan nilai guna total akan mencapai maksimum. Apabila penambahan konsumsi barang tersebut dilanjutkan, maka nilai guna marjinalnya akan negatif dan nilai guna total akan menurun.”
Hipotesis teori nilai guna atau lebih dikenal sebagai aturan nilai guna marginal menurun menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsi suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya ke atas barang tersebut. Hal ini merujuk pada Hukum Gossen I ( The Law of Diminishing Returns) yang berbunyi:
“ Semakin banyak suatu barang dikonsumsi,maka tamabahan kepuasan yang diperoleh setiap satuan tambahan yang dikonsumsikan akan menurun “.
Pada hakikatnya hipotesis tersebut menjelaskan bahwa pertambahan yang terus menerus dalam mengkonsumsi suatu barang tidak secara terus menerus menambah kepuasan yang dinikmati orang yang mengkonsumsinya. Pada permulaannya setiap tambahan konsumsi akan mempetinggi tingkat kepuasan orang tersebut. Misalnya, apabila seseorang yang berbuka puasa atau gres selesai berolah raga memperoleh segelas air, maka ia memperoleh sejumlah kepuasan dari padanya, dan jumlah kepuasan itu akan menjadi bertambah tinggi apabila ia sanggup meminum segelas air lagi.
Kepuasan yang lebih tinggi akan diperolehnya apabila beliau diberi kesempatan untuk memperoleh gelas yang ketiga. Pertambahan kepuasan ini tidak terus berlangsung. Katakanlah pada gelas yang kelima orang yang berpuasa atau olahragawan itu merasa bahwa yang diminumnya sudah cukup banyak dan sudah memuaskan dahaganya. Kalau ditawarkan gelas keenam beliau akan menolak, lantaran beliau merasa lebih puas meminum lima gelas air daripada enam gelas air. Ini bermakna pada gelas yang keenam tambahan nilai guna ialah negatif, nilai guna total daripada meminum enam gelas ialah lebih rendah dari nilai guna yang diperoleh dari meminum lima gelas.
3. Cara Mengukur Utility
Menurut Kotler (2000), Alat untuk mengukur kepuasan pelanggan/ konsumen berkisar dari yang primitif hingga canggih, dengan memakai beberapa metode diantaranya:
1. Sistem keluhan dan saran
Pengukuran kepuasan dengan cara ini sanggup dilakukan dengan meletakkan kemudahan menyerupai kotak saran, costumer service bebas pulsa, maupun media umum yang sudah banyak digunakan diberbagai kalangan ketika ini.
2. Survei kepuasan pelanggan
Perbedaan cara pengukuran ini dengan sistem keluhan dan saran ialah pada gaya komunikasinya. Dimana dengan sistem survey memungkinkan pelanggan bertatap muka secara eksklusif untuk memberikan penilaiannya terhadap pengalamannya memakai suatu produk barang/jasa.
3. Pembelanja siluman (Ghost Shopping)
Pembelanja disini ialah seseorang yang berpura-pura menjadi pelanggan dan melaporkan banyak sekali temuan penting di lapangan maupun dalam lingkup karyawan dari sebuah perusahaaan barang/jasa.
4. Analisis pelanggan yang hilang (Lost Customer Analiysis)
Cara pengukuran kepuasan dengan metode ini dilakukan dengan cara mencari informasi dan menghubungi kembali pelanggan yang telah beralih menjadi pelanggan produk barang/jasa lain.
Konsekuensi dari Hukum Marginal Utility
Marginal utility ialah alat yang digunakan dalam Nilai Guna (Utility) Kardinal. Marginal utility (kepuasan marginal) ialah pertambahan atau pengurangan kepuasan sebagai akhir adanya pertambahan atau pengurangan penggunaan satu unit barang tertentu.
Dalam marginal utility terdapat sebuah aturan marginal utility yaitu Law of Diminishing Marginal Utility. Hukum tersebut berisi, “apabila tambahan nilai guna yang akan diperoleh dari seseorang dari mengkonsumsi suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya dan pada risikonya tambahan nilai guna tersebut akan menjadi negatif.”
Hukum Penurunan Daya Guna (The Law of Dimishing Marginal Utility) awalnya akan bertambah besar dengan penambahan satu unit konsumsi, kemudian penambahan konsumsi selanjutnya akan menambah total daya guna yang semakin kecil (marginal utilitynya turun), sehingga risikonya tercapai kekenyangan. Artinya semakin banyak seseorang mengkonsumsi suatu barang, makin berkuranglah daya guna yang sanggup diberikan barang tersebut baginya.
Perubahan marginal utility suatu barang dipengaruhi oleh perubahan harga barang dan perubahan pendapatan konsumen. Perubahan harga suatu barang akan mengubah nilai marjinal utility dari barang yang mengalami perubahan harga tersebut, apabila harga suatu barang makin naik maka nilai marginal rupiah akan semakin rendah dan sebaliknya apabila suatu barang mengalami penurunan harga maka nilai marginal utility akan semakin tinggi.
Beberapa pakar ekonomi telah membuatkan gagasan mengenai konsep nilai guna. Dari hasil penelitian Herman Heinrich Gossen mengenai nilai guna total dan nilai guna marjinal yang terkandung dalam aturan Gossen I, nilai guna total ialah kepuasan total yang di nikmati oleh konsumen dalam mengkonsumsi sejumlah barang tertentu secara keseluruhan sedangkan nilai guna marjinal atau kepuasan marjinal ialah tambahan kepuasan yang dinikmati dari setiap tambahan barang atau jasa yang di konsuminya.
Sebagai rujukan Andi ialah seorang yang sangat menyukai es krim. Dia membeli 6 buah es krim sekaligus. Es krim pertama nikamatnya bukan main lantaran merupakan es krim kesukaan Andi, kemudian es krim kedua makin terasa yummy dan kepuasan Andi meningkat. Es krim ke tiga masih terasa yummy meskipun tidak seenak es krim pertama , dan hingga pada risikonya es krim ke 6 mulai terasa tidak yummy lagi. Situasi ini sanggup kita lihat pada tabel di bawah ini.
Gambar 2.8 Tabel dan Grafik Nilai Guna Total dan Nilai Guna Marjinal
Menurut Hukum Gossen I
Sumber: Ekonomi jilid satu, Alam S.
Teori nilai guna sanggup menunjukan mengenai wujud kelebihan kepuasan yang dinikmati oleh konsumen, dalam analisis ekonomi kelebihan kepuasan tersebut lebih dikenal dengan surplus ekonomi. Surplus konsumen memperlihatkan adanya perbedaan antara kepuasan yang didapat oleh seseorang pada ketika mengonsumsi barang atau jasa dengan pembayaran yang harus ia lakukan untuk mendapat produk atau jasa tersebut. Kepuasan yang diperoleh seseorang selalu lebih besar dari pembayaran yang dilakukan. Surplus konsumen ini sangat berkaitan dengan nilai guna marginal yang semakin sedikit. Misal pada barang ke-n yang dibeli, nilai guna marginalnya sama dengan harga. Dengan demikian, lantaran nilai guna marginal barang ke-n lebih rendah dari barang sebelumnya, maka nilai guna marginal barang sebelumnya lebih tinggi dari harga barang tersebut, dan perbedaan harga yang terjadi merupakan surplus konsumen.
Sebagai rujukan seseorang anak ingin membeli es krim. Ia pun menyediakan uang sebanyak Rp 10.000,00. Namun, ternyata di pasarang harga es krim yang ingin ia beli Rp 6.000,00, sehingga terdapat selisih antar uang yang telah disediakan dengan harga es krim tersebut di pasaran yakni sebanyak Rp 4.000,00. Inilah yang disebut dengan surplus konsumen.
Tabel 2.2 Surplus Konsumen yang Dinikmati Konsumen
Pada kolom tabel yang kedua memperlihatkan jumlah uang yang disediakan oleh konsumen dan kolom ketiga ialah harga yang berlaku dipasaran, serta kolom ke empat ialah surplus konsumen yang ia terima. Pada ketika pembelian pertama dan kedua, konsumen memperlihatkan harga lebih tinggi terhadap es krim yang ingin ia beli daripada harga es krim tersebut di pasaran, sehingga ia memperoleh surplus konsumen. Namun, pada pemebelian ke-3 dan ke-4 ia tidak memperoleh surplus konsumen lantaran uang yang ia sediakan dengan harga es krim tersebut dipasaran sama atau lebih kecil. Surplus ekonomi ini apabila sanggup pula digambarkan dengan grafik.
Gambar 2.9 Grafik Surplus Konsumen
Sumber: Sadono Sukirno (2010)
Pada grafik tersebut digambarkan bahwa konsumen bersedia membeli suatu barang seharga A, Namun ternyata dipasaran harga barang tersebut sebesar P. Pada harga tersebut jumlah barang yang dibeli konsumen sebanyak Q. Surplus konsumen yang ia terimapun sebesar APB.
Demikianlah materi tentang Mengenal Apa Itu Want, Need, Demand dan Utility yang sempat kami berikan dan jangan lupa juga untuk menyimak materi seputar Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage Theory) yang telah kami posting sebelumnya. semoga materi yang kami berikan sanggup membantu menambah wawasan anda semikian dan terimah kasih.
Jangan Lupa Tinggalkan Komentar…!!!
0 Response to "Mengenal Apa Itu Want, Need, Demand Dan Utility"
Posting Komentar