-->

iklan banner

Aspek Kemasyarakatan Di Dalam Pengembangan Infrastruktur Indonesia

Aspek Kemasyarakatan Di Dalam Pengembangan Infrastruktur Indonesia : Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda pelopor pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak sanggup pisahkan dari ketersediaan infrastruktur ibarat transportasi, telekomunikasi, sanitasi, dan energi. Oleh sebab itu, pembangunan sektor ini menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi selanjutnya. 

Pembangunan infrastruktur suatu negara harus sejalan dengan kondisi makro ekonomi negara yang bersangkutan. Dalam 30 tahun terakhir ditengarai pembangunan ekonomi Indonesia tertinggal akhir lemahnya pembangunan infrastruktur. Menurunnya pembangunan infrastruktur yang ada di Indonesia sanggup dilihat dari pengeluaran pembangunan infrastruktur yang terus menurun dari 5,3% terhadap GDP (Gross Domestic Product) tahun 1993/1994 menjadi sekitar 2,3% (2005 sampai sekarang). Padahal, dalam kondisi normal, pengeluaran pembangunan untuk infrastruktur bagi negara berkembang ialah sekitar 5-6 % dari GDP. 

Krisis ekonomi 1997-1998 menciptakan kondisi infrastruktur di Indonesia menjadi sangat buruk. Bukan saja pada ketika krisis, banyak proyek-proyek infrastruktur baik yang dibiayai oleh swasta maupun dari APBN ditangguhkan, tetapi sesudah krisis, pengeluaran pemerintah pusat untuk pembangunan infrastruktur berkurang drastis. Secara total, porsi dari APBN untuk sektor ini telah turun sekitar 80% dari tingkat pra-krisis. Pada tahun 1994, pemerintah pusat membelanjakan hampir 14 milyar dolar AS untuk pembangunan, 57% diantaranya untuk infrastruktur. Pada tahun 2002 pengeluaran pembangunan menjadi jauh lebih sedikit yakni kurang dari 5 milyar dolar AS, dan hanya 30%-nya untuk infrastruktur. 

Belanja infrastruktur di kawasan juga sanggup dikatakan sangat kecil, walaupun semenjak dilakukannya desentralisasi/otonomi daerah, pengeluaran pemerintah kawasan untuk infrastruktur meningkat, sementara pengeluaran pemerintah pusat untuk infrastruktur mengalami penurunan yang drastis. Ini merupakan suatu problem serius, sebab walaupun pemerintah pusat meningkatkan porsi pengeluarannya untuk pembangunan infrastruktur, sementara pemerintah kawasan tidak menambah pengeluaran mereka untuk pembangunan infrastruktur di kawasan masing-masing, maka akan terjadi kepincangan pembangunan infrastruktur antara tingkat nasional dan daerah, yang kesannya akan menghambat kelancaran investasi dan pembangunan ekonomi antar wilayah di dalam negeri. 

Semakin kurangnya pengeluaran terhadap infrastruktur menciptakan dengan sendirinya cakupan dan mutu pelayanan infrastruktur menjadi rendah. Contohnya, dalam hal jalan, jalan raya masih sangat terbatas yang hanya 1,7 km per 1000 penduduk, dan hampir 50% dalam kondisi jelek sebab sangat kurangnya pemeliharaan yang baik, terutama di jaringan jalan kabupaten. Hal ini menambah kemacetan kemudian lintas setiap tahun, sementara kapasitas jalan yang ditambahkan sedikit. Pengeluaran pemerintah di subsektor ini terus menurun, dari 22% tahun 1993 ke 11% dari anggaran pemerintah tahun 2000. Jika hal ini terus berlangsung, tidak tidak mungkin kondisi jalan raya yang jelek atau kurangnya sarana jalan raya bisa menjadi penghambat serius pertumbuhan investasi. 

Bagi pemerintah pusat maupun daerah, infrastruktur merupakan salah satu pengeluaran pembangunan terbesar disamping pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, pelaksanaannya harus dilakukan secara hati-hati, terencana, transparan, dan bertanggung jawab. Alokasi belanja publik yang dilakukan untuk infrastruktur harus bisa menstimulasi tumbuh dan terdistribusinya ekonomi masyarakat serta bisa mendorong investasi serta ekspor sehingga infrastruktur sanggup dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh sebab itulah dipandang penting untuk sanggup mengedepankan konsep pengembangan dan administrasi infrastruktur Indonesia yang berkeadilan. 

Perguruan tinggi merupakan tempat untuk berbagi basis pengetahuan (knowledge base) dan kapasitas forum penyelenggara infrastruktur. Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai perguruan tinggi yang didirikan, tumbuh, dan berkembang semenjak masa usaha dan kemerdekaan melihat bahwa kondisi infrastruktur Indonesia yang stagnan dan cenderung menurun, memerlukan perhatian dari kalangan akademisi. Perhatian dalam bentuk pedoman dan karya ilmiah untuk memformulasikan kebijakan, perencanaan, dan perancangan infrastruktur merupakan bentuk bantuan dari UGM, UI, dan ITB dalam pembangunan infrastruktur.

UI, ITB dan UGM setuju mengadakan suatu kerjasama di bidang infrastruktur dalam rangka tugas serta pengembangan infrastruktur yang dirasakan mengalami kemunduran dan menghambat pengembangan perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu aktivitas rutin yang disepakati ialah dengan mengadakan lokakarya/seminar infrastruktur di antara tiga perguruan tinggi dengan menyertakan pemangku kepentingan terkait dan pemerintah. 

Dikarenakan waktu yang terbatas, untuk mempersiapkan pelaksanaan program tanggal 24-25 Oktober 2007 di Wisma Jadi Kampus UI Depok, panitia secara intensif mengadakan rapat dengan seluruh seci pada tanggal 10 Oktober 2007 dan 22 Oktober 2007. 

Seluruh program yang direncanakan, ibarat Video Conference, pembukaan, penandatanganan naskah kerjasama di bidang pendidikan dan penelitian infrastruktur, penyampaian keynote oleh Dr. (HC) Sutiyoso, persidangan dengan penerima dari Dikti, UGM, UI dan ITB, serta seminar-seminar dengan pembicara baik dari Dikti, UI, UGM maupun ITB sanggup berjalan dengan baik.

Sumber http://sharingilmupajak.blogspot.com

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Aspek Kemasyarakatan Di Dalam Pengembangan Infrastruktur Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel