Contoh Unsur Intrinsik Cerpen
Unsur intrinsik pada cerpen ialah unsur-unsur yang membangun suatu kisah pendek yang berasal dari dalam kisah pendek itu sendiri. Sederhananya, unsur intrinsik ialah kebalikan dari unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik pada sebuah kisah pendek biasanya terdiri dari tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang, dan nilai (amanat). Agar lebih jelas, silahkan simak pola unsur intrinsik dalam cerpen berjudul "Veteran Tua" berikut ini.
Dari pola cerpen diatas, sanggup kita tentukan unsur-unsur intrinsik yang membangun kisah pendek tersebut, yaitu:
Unsur Intrinsik
Sumber http://iwak-pithik.blogspot.com
Veteran Tua
Seorang lelaki bau tanah menyandarkan sepeda bututnya di parkiran balai desa. Karena gres saja datang, lelaki itu kesannya duduk di antrian paling belakang. Satu jam sudah ia duduk mengantri di daerah itu. Beberapa ketika kemudian, tibalah kakek itu di antrian paling depan. Ia mengeluarkan sebuah map berwarna merah yang ia bungkus dengan kresek berwarna hitam dan menyerahkannya kepada si petugas kelurahan. Si petugaspun pribadi menyelidiki satu per satu isi map merah milik kakek tadi.
“Maaf pak, tapi syarat-syarat bapak kurang lengkap. Bapak harus meminta surat keterangan tidak bisa dari ketua RT dan RW, gres bapak bisa kembali lagi kesini. Kata si petugas kelurahan sambil menyerahkan kembali map merah milik kakek.
Lelaki bau tanah itu tetap berusaha tersenyum, sudah lebih dari sejam ia duduk menunggu disana namun ternyata semua itu sia-sia. Ia kembali menuju sepeda onthel tuanya yang diparkir diantara beberapa kendaraan beroda empat dan sepeda motor.
Kakek bau tanah yang sehari-hari bekerja sebagai kuli panggul di pasar itu dulunya ialah seorang p0juang kemerdekaan, sudah banyak pengalaman pahit elok yang dialaminya. Ia telah kehilangan aneka macam teman-teman seperjuangannya, tapi final hidup teman-temannya tersebut tidaklah sia-sia. Mereka semua ialah para syuhada, mereka semua mati syahid, mati di jalan Illahi sebagai bunga bangsa.
Lelaki bau tanah itu tiba-tiba tersentak mendengar klakson bis yang membangunkannya dari lamunan masa lalunya. Tak terasa ternyata ia telah berada di jalan raya, itu artinya ia harus lebih berhati-hati lagi.
Kakek itu kini tinggal bersama istrinya di kolong jembatan sehabis rumah mereka digusur polisi seminggu lalu. Tapi sayangnya sang istri kini sedang sakit keras dan dirawat di rumah sakit, sementara si kakek sedang mengusahakan pengobatan gratis bagi istrinya tersebut.
Tiba-tiba anngin berhembus semakin kencang, bunyi petir mulai terdengar dan awanpun berkembang menjadi hitam tanda akan turun hujan. Dan benar saja, hujan turun dengan derasnya. Si kakek tetapkan untuk berteduh di emperan toko sebab tak ingin map yang dibawanya tersebut menjadi lembap dan rusak.
Ternyata dari tadi lelaki bau tanah itu berteduh di depan warung sate, pantas saja perutnya merasa semakin lapar. Ia ingat bahwa terakhir ia makan sudah semenjak tadi malam, sedangkan kini sudah jam dua lebih. Sekilas ia menengok ke dalam warung sate tadi, di dalamnya banyak orang sedang makan dengan lahapnya. Lelaki bau tanah itu pun tersenyum, ia merasa gembira sebab perjuangannya dulu ketika mengusir kompeni dari tanah airnya tidaklah sia-sia. Bila ia dan teman-teman seperjuangannya dulu gagal mengusir penjajah, mungkin mereka tak akan bisa menikmati suasana ibarat ini.
Kakek bau tanah itu kemudian mengalihkan pandangannya ke televisi yang dari tadi di setel oleh seorang pedagang kaset yang berjualan tak jauh darinya. Televisi itu sedang menyiarkan seorang berpakaian jas hitam rapi dengan mengenakan dasi sedang berpidato di sebuah ruangan yang kelihatannya sangat mewah. Si lelaki bau tanah itu menebak bahwa orang yang sedang muncul di televisi tadi pastilah seorang pejabat negerinya. Dalam pidatonya, orang itu menyampaikan bahwa rakyat di negerinya sudah kehilangan rasa nasionalisme, rakyat dinegerinya juga dikatakan sudah kehilangan rasa cinta terhadap tanah airnya. Sejenak ia berpikir merenungi kata-kata pejabat itu. Dalam hati ia bertanya, siapa gotong royong yang tidak punya nasionalisme, rakyat negerinya atau para pejabat itu?
Apakah pejabat yang bernasionalisme ialah pejabat yang makan kekenyangan ketika rakyatnya mati kelaparan? Apakah pejabat yang nasionalis ialah para pejabat yang bebas liburan keliling dunia ketika rakyat di negerinya antri bbm hingga berhari-hari? Atau pejabat yang punya banyak kendaraan beroda empat glamor ketika rakyatnya berdesakan di gerbong kereta api?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus memenuhi pikirannya, namun ia sadar ia harus pergi sekarang. Istrinya di rumah sakit niscaya sudah menunggunya dan hujan pun kini telah reda, lelaki bau tanah itu kembali mengayuh sepedanya.
Sesampainya di rumah sakit kekek bau tanah itu memarkirkan sepedanya dan pribadi bergegas menuju kamar daerah istrinya dirawat. Entah kenapa kakek itu selalu merasa tak hening setiap jauh dari istrinya. Ia akan memastikan dulu bahwa istrinya tak membutuhkan bantuannya, gres ia akan berangkat lagi untuk mengurus surat dispensasi ke ketua RT dan RW.
Saat hingga di depan kamar daerah istrinya dirawat, ia mendapati bahwa kamar sudah dalam keadaan kosong. Pintu kamarpun dalam keadaan terkunci sehingga tak bisa dibuka, padahal kakek itu yakin ia tidak salah kamar. Dalam hati ia berpikir bahwa mungkin istrinya telah sembuh sehingga dipindahkan ke daerah lain oleh dokter. Namun untuk memastikan, si kakek mencari seorang dokter yang tadi pagi menyelidiki keadaan istrinya. Si kakek pun menanyakan kepada dokter tadi dimana istrinya kini berada. Dokter pun menatap wajah si kakek dengan mata berkaca-kaca.
“Maaf pak, kami sudah berusaha sebisa kami tapi ternyata Allah berkehendak lain. Istri bapak sudah meninggal sejam yang lalu.” Kata si dokter yang tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya.
Si kakek pun meneteskan air matanya, tubuhnya bergetar hebat, map merah yang dibawanya jatuh dari pegangan tangannya. Pandangannya pun menjadi semakin kabur dan perlahan menjadi gelap gulita. Si kakek pun kini sudah tak ingat apa-apa lagi.
Keesokan harinya dua buah gundukan tanah gres muncul di kuburan. Yang satu bertuliskan Darsono bin Atmo, seorang veteran bau tanah yang sehari-hari bekerja sebagai kuli panggul. Sedangkan nisan yang satunya lagi bertuliskan Pariyem binti Ngatijo, istri dari sang veteran p0juang. Meskipun sang veteran miskin itu kini telah tiada. Namun di negerinya, negeri dimana kayu dan watu bisa jadi tanaman, masih banyak orang yang bernasib sama bahkan lebih tragis darinya. Mereka semua, para rakyat di negeri itu, banyak yang rela bekerja keras membanting tulang memeras darah hanya sekedar untuk makan sekali sehari.
Dari pola cerpen diatas, sanggup kita tentukan unsur-unsur intrinsik yang membangun kisah pendek tersebut, yaitu:
Unsur Intrinsik
1. Tema | : Perjuangan |
2. Sudut Pandang | : Orang ketiga serba tahu. |
3. Amanat | : Tetaplah sabar dan tetap berjuang sesulit apapun keadaan. |
4. Alur | : Gabungan (maju dan mundur) |
5. Latar : |
|
6. Penokohan : |
|
Sumber http://iwak-pithik.blogspot.com
0 Response to "Contoh Unsur Intrinsik Cerpen"
Posting Komentar