-->

iklan banner

Materi Mengenai Konsep Keberagaman Budaya Dan Bahasa Di Masyarakat

II.    PERSAMAAN DAN PERBEDAAN BUDAYA
A.   KONSEP KEBERAGAMAN BUDAYA
1.      Definisi keberagaman budaya
Keberagaman berarti perihal bermacam-macam ragam; berjenis – jenis; perihal ragam; hal jenis. Keberagaman yaitu suatu kondisi dalam masyarakat dimana terdapat perbedaan dalam banyak sekali bidang, terutama suku, ras, keyakinan, ideologi, sopan santun kesopanan, serta situasi ekonomi. Sedang keberagaman budaya yaitu keniscayaan yang ada di bumi.
Beberapa hal untuk memperkecil kasus akhir efek negatif dari keberagaman, diantaranya :
a.       Semangat religius
b.      Semangat nasionalisme
c.       Semangat pliralisme
d.      Semangat humanisme
e.       Dialog antarumat beragama, dan
f.       Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi korelasi antar agama, medai massa, dan harmonisasi dunia
2.      Faktor – faktor keberagaman budaya
Keberagaman budaya di Indonesia tidak terjadi begitu saja, terdapat banyak faktor faktor yang memengaruhinya. Dalam buku Sistem sosial Indonesia  diantaranya sebagai berikut:
a.       Keadaan/ geografis yang membagi wilayah Indonesia atas kurang lebih 3.000 pulau yang terserak di suatu daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3000 mil dari timur ke barat dan lebih dari 1.000 mil dari utara ke selatan
Keadaan geografis Indonesia yang demikian membuat penduduk yang menempati pulau di Nusantara tumbuh menjadi bangsa kesatuan yang lain. Tiap kesatuan suku bangsa terdiri dari sejumlah orang orang yang dipersatukan oleh ikatan ikatan yang emosiaonal serta memandang diri mereka sebagai suatu jenis tersendiri.
b.    Indonesia terletak di antara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik
Karena letaknya yang berada di tengah tengah kemudian lintas perdagangan bahari memlauli kedua samudera tersebut, oleh alasannya itu masyarakat indonesia memperoleh banyak sekali efek kebudayaan bangsa lain memlalui perdagangan asing,
c.       Iklim yang berbeda-beda dan struktur tanah yang tidak sama di antara menyebarkan daerah di kepulauan Nusantara.
          Perbedaan curah hujan dan kesuburan tanah ini membuat dua lingkungan ekologi yang berbeda di daerah Indonesia, yaitu daerah pertanian sawah yang banyak dijumpai dipulau jawa dan bali. Perbedaan lingkungan ekologis tersebut mengakibatkan perbedaan yang kontras dalam bidang kependudukan, ekonomi, dan sosial.
3.      Kearifan lokal
Kearifan lokal, terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kecerdikan dan lokal (local) atau setempat. Makara kearifan lokal yaitu gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Menurut Gobyah nilai terpentingnya yaitu kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kecerdikan insan yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan sikap yang melembaga secara tradisional.
Dalam buku Warisan Seni Rupa Tradisi Kearifan lokal yaitu perangkat pengetahuan serta praktek yang sanggup dipakai untuk menuntaskan dilema atau kesulitan yang dihadapi dengan cara baik dan benar. Kearifan lokal memcakup banyak sekali pengetahuan, pandangan nilai serta praktik dari sebuah komunitas. Sehingga wujud kearifan lokal dalam kehidupan sehari hari bisa berupa pengetahuan dan praktik praktik yang berupa pola pola interaksi dan pola pola tindakan.
Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur belahan dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan daerah (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari klarifikasi ia sanggup dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal yaitu proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan perihal bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan insan dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini sanggup dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang pada dasarnya yaitu memahami talenta dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi.
Definisi kearifan lokal secara bebas sanggup diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Kalau mau jujur, bergotong-royong nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang bau tanah kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira merupakan pola kecil dari kearifan lokal.
Berdasarkan definisi-definisi di atas saya membuat definisi dengan pendapat saya sendiri. Menurut saya sendiri, kearifan lokal yaitu sesuatu yang mempunyai nilai-nilai budaya yang baik yang bergotong-royong sudah diajarkan sejak usang dari nenek moyang kita terdahulu.
Dari definisi-definisi itu, kita sanggup memahami bahwa kearifan lokal yaitu pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, mengakibatkan pengetahuan itu sebagai belahan dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan hukumsetempat.
      Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya saat masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau mendapatkan dan mengklaim hal itu sebagai belahan dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal sanggup disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Hal itu sanggup dilihat dari verbal kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari alasannya sudah terinternalisasi dengan sangat baik. Tiap belahan dari kehidupan masyarakat lokal diarahkan secara bakir berdasarkan sistem pengetahuan mereka, dimana tidak hanya bermanfaat dalam aktifitas keseharian dan interaksi dengan sesama saja, tetapi juga dalam situasi-situasi yang tidak terduga menyerupai tragedi yang tiba tiba-tiba.

       Berangkat dari semua itu, kearifan lokal yaitu dilema identitas. Sebagai sistem pengetahuan lokal, ia membedakan suatu masyarakat lokal dengan masyarakat lokal yang lainnya. Perbedaan itu sanggup dilihat dari tipe-tipe kearifan lokal yang sanggup ditelusuri:
1.        Kearifan lokal dalam korelasi dengan makanan: khusus berafiliasi dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim dan materi masakan pokok setempat. (Contoh: Sasi bahari di Maluku dan beberapa tempat lain sebagai belahan dari kearifan lokal dengan tujuan biar sumber pangan masyarakat sanggup tetap terjaga).
2.        Kearifan lokal dalam korelasi dengan pengobatan: untuk pencegahan dan pengobatan. (Contoh: Masing-masing daerah mempunyai tanaman obat tradisional dengan khasiat yang berbeda-beda).
3.        Kearifan lokal dalam korelasi dengan sistem produksi: Tentu saja berkaitan dengan sistem produksi lokal yang tradisional, sebagai belahan upaya pemenuhan kebutuhan dan administrasi tenaga kerja. (Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka lahan pertanian, dll.).
4.        Kearifan lokal dalam korelasi dengan perumahan: diadaptasi dengan iklim dan materi baku yang tersedia di wilayah tersebut (Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di Ambon, dll.).
5.        Kearifan lokal dalam korelasi dengan pakaian: diadaptasi dengan iklim dan materi baku yang tersedia di wilayah itu.
6.        Kearifan lokal dalam korelasi sesama manusia: sistem pengetahuan lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun lantaran kebutuhan-kebutuhan di atas. (Contoh: Hubungan Pela di Maluku juga berafiliasi dengan kebutuhan-kebutuhan pangan, perumahan, sistem produksi dan lain sebagainya).
B.   BAHASA DIMASYARAKAT                                              
     Bahasa merupakan alat komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat yang dihasilkan oleh alat ucap manusia,bahasa mempunyai tugas penting dalam kehidupan yang harus dilestarikan supaya tidak berhenti berkembang.
2. KLASIFIKASI BAHASA                                                                 
   Berikut klarifikasi klasifikasi-klasifikasi bahasa dengan pendekatan genetis, tipologi, areal dan sosiolingustik.
1. Klasifikasi Genetis Atau Geneologis                                                        
              Klasifikasi ini dihasilkan dengan pendekatan genetis, pendekatan yang hanya melihat garis keturunan bahasa itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua. Menurut teori penjabaran genetis ini, terdapat suatu bahasa yang disebut bahasa proto ( bahasa tua, semula) yang akan mempunyai sub-sub bahasa lainya, sedangkan bahasa proto yaitu induk yang menurunkan bahasa-bahasa lainya. Teori ini juga disebut dengan teori pohon oleh A. Schleicher lantaran keadaan dari suatu bahasa dengan induk sebagai bahasa proto dan sub-sub bahasa lainya menyerupai adanya cabang-cabang dan ranting-rantingnya yang memberi citra menyerupai gambar pohon terbalik. Kemudian tahun 1872 teori ini dilengkapi oleh J. Schmidt dengan menyebutnya sebagai teori gelombang.        
     Klasifikasi genetis ini berdasarkan kriteria suara dan arti, yaitu kesamaan bentuk  (bunyi) dan makna yang dikandungnya. Bahasa yang mempunyai sejumlah kesamaan menyerupai ini dianggap atau diklasifikasikan kedalam satu rumpun bahasa atau bahasa proto yang sama.                 
           Ciri-ciri penjabaran ini bersifat nonarbitrer, ekshaustik dan unik. Sesuai dengan persyaratan yang diajukan oleh greenberg diatas. Klasifikasi genetis bersifat nonarbitrer maksudnya yaitu lantaran hanya mengunakan satu kriteria saja, yaitu garis keturunan atau dasar perkembangan sejarah yang sama. Dengan memakai dasar itu pula maka semua bahasa yang ada akan habis tidak tersisa dan semuanya masuk ke dalam kelompok bahasa proto tertentu tanpa terkecuali. Maka penjabaran ini juga bersifat ekshaustik. Kemudian bersifat unik maksudnya lantaran setiap bahasa sudah masuk ke dalam rumpun bahasanaya atau bahasa proto tertentu berdasarkan garis keturunanya akhirnya bahasa-bahasa tersebut tidak masuk ke dalam bahasa proto yang lain.                                    
               Sejauh ini para jago telah memaparkan sebelas bahasa proto atau rumpun bahasa berdasarkan penjabaran genetis, diantaranya :
 rumpun Indo Eropa, yakni bahasa-bahasa German, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavik, Roaman, Keltik dan Gaulis. rumpun Hamito-Semit atau Afro-Asiatik, yakni bahasa-bahasa Koptis, Berber, Kushid, Chad yang termasuk dalam sub rumpun Hamit; dan bahasa Arab, Etiopik, dan Ibrani yang termasuk subrumpun Semit.
1.      rumpun Chari-Nil, yakni bahasa-bahasa Swahili, Bantuk dan Khoisan.
2.      rumpun Dravida, yaitu bahasa-bahasa Telugu, Tamil, Kanari dan Malayalam
3.      Rumpun Austronesia (disebut juga Melayu Polinesia) yaitu bahasa Indonesia ( Melayu, Austronesia barat) Melanesia, Mikronesia dan Polinesia.
4.      Rumpun Kaukakus
5.      Rumpun Finno-Ugris yaitu bahasa-bahasa Hunggar, Lapis dan Samoyid
6.      Rumpun Paleo Asiatis atau Hiperbolis, yaitu bahasa-bahasa yang terdapat di Siberia Timur.
7.      Rumpun Ural-Altai, yaitu bahasa-bahasa Mongol, Manchu, Tungu, Turki, Korea dan Jepang.
8.      Rumpun Sino Tibet, yakni bahasa-bahasa Yenisei, Ostyak, Tibeto, Burma dan Cina.
9.      Rumpun bahasa-bahasa Indian, yakni bahasa-bahasa Eskimo, Aleut, Na-Dene, Algokin, Waksan, Hokon, Sioux, Penutio,Aztek, Tanoan dsb.
Untuk mengetahui di mana letak-letak bahasa-bahasa tersebut, lihatlah, contohnya International Encyclopedia of Lingustik oleh William Bright atau sumber lainya.
2. Klasifikasi Tipologis        
               Klasifikasi ini dilakukan dengan pendekatan dengan memakai kesamaan-kesamaan tipologi, baik fonologi, morfologi maupun sintaksis, tipe-tipe kesamaan tersebut yang terdapat pada sejumlah bahasa. penjabaran tipologi ini sanggup dilakukan pada semua tataran bahasa lantaran disetipa bahasa terdapat unsur yang berulang-ulang dan usnsur tersebut sanggup menenai bunyi, morfem, kata, frase, kalimat dsb. dengan banyak sekali macam kemungkinan ciri yang dipakai dalam membuat penjabaran tersebut maka hasil penjabaran tersebut juga bermacam-macam. Oleh kareta itu penjabaran tipologis mempunyai sifat arbitrer, lantaran tidak terikat oleh tipe tertentu namun masih tetap bersifat ekshaustik dan unik.
Secara garis besar penjabaran tipologis pada tataran morfologi sanggup dibagi edalam tiga kelompok yakni :
Kelompok pertama : yaitu kelompok yang semata-mata memakai bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi.
Yang pertama mengagas penjabaran morfologi ini yaitu Fredrich Von Schlegel. Pada tahun 1808 dan ia membagi bahasa-bahasa di dunia ini kedalam dua kelompok yaitu :
1. kelompok bahasa berafiks dan
2. kelompok bahasa berfleksi.
Pembagian ini kemudia diperluas oleh kakanya August Von Schlegel, pada taun1818 menjadi tiga kelompok yaitu :
1. bahasa tanpa struktur gramatikal (seperti bahasa Cina)
2. bahasa berafiks (seperti bahasa Turki)
3. bahasa berfleksi (seperti Sansekerta dan bahasa Latin.)
Kemudian berpijak dari penjabaran August Von Schlegel tersebut beberapa sarjana menyerupai Wilhelm Von Humbol diikuti oleh A.F Pott membuat penjabaran dengan mengakibatkan penjabaran sebelumnya sebagai model. Wilhelm membuat penjabaran :
1. bahasa Isolatif ( sama dengan bahasa tanpa struktur)
2. bahasa Aglutunatif (sama menyerupai bahasa berafiks)
3. bahasa fleksi atau sintetis; dan
4. bahasa polisintesis atau inkorporasi.
Kelompok kedua : yaitu kelompok yang memakai akar-akar kata sebagai dasar klasifikasi. Tokoh kelompok ini antara lain : Franz Bopp, yang membagi bahasa di dunia ini atas bahasa yang mempunyai:
1. akar kata yang monosilabis, contohnya bahasa Cina
2. akar kata yang bisa mengadakan komposisi, contohnya bahasa-bahasa Indo Eropa dan bahasa Austronesia.
3. akar kata yang disilabis dengan tiga konsonan, menyerupai bahasa Arab dan Ibrani.
Sarjana lain, Max Muller yang juga memakai akar kata sebagai dasar penjabaran membagi bahasa-bahasa di dunia menjadi :
1. bahasa akar menyerupai bahasa Cina
2. bahasa Terminasional menyerupai bahasa Turki dan Austronesia
3. bahasa Infleksional, menyerupai bahasa Arab dan bahasa-bahasa Indo- Eropa.
Kelompok ketiga : yaitu kelompok yang memakai bentuk sintaksis sebagai dasar klasifikasi.
Tokohnya antara lain H. Steinthal yang membagi bahasa dunia atas 2 kelompok:
1. bahasa-bahasa yang berbentuk, maksudnya yaitu bahasa yang didalam kalimatnya terdapat kekerabatan antarkata. Bahasa ini dibagi menjadi :
a)      Bahasa kolokatif, misal Cina
b)      Bahasa derivatif dengan jukstraposisi, misal Koptis
c)      Bahasa derivatif dengan perubahan pada akar kata, misal Semit
d)     Bahasa derivatif dengan sufiks yang sebenanya, misal Sansekerta
2. bahasa-bahasa yang tidak berbentuk, jenis ini dibagi menjadi :
a)      Bahasa kolokatif, misal Indo China.
b)      Bahasa derivatif dengan deruplikasi dan prefiks misal bahasa Austronesia
c)      Bahasa derivatif dengan sufiks, misal bahasa Turki
d)     Bahasa inkorporasi, misal Indian Amerika
Franz Misteli mengikuti jejak Steinthal dengan istematik yang berbeda, bahasa berbentuk hanya dibagai ke dalam satu kelompok saja yaitu, bahasa dengan kata yang sesungguhnya (infleksi).sedangkan bahasa yang tidak berbentuk dibagi atas :
a)      Bahasa dengan kata yang berbentuk kalimat, misal bahasa Indian Amerika
b)      Bahasa isolatif akar, misal bahasa Cina
c)      Bahasa isolatif dasar, misal bahasa Melayu
d)     Bahasa jukstaposisi, misal bahasa Koptis
e)      Bahasa dengan kata yang jelas, misal bahasa Turki.
Pada era XX ada juga kalsifikasi yang di buat dengan prinsip yang berbeda, contohnya yang dibentuk oleh Sapir dan J Grennberg. Edward Sapir memakai tiga parameter untuk mengklasifikasikan bahasa-bahasa yang ada di dunia yakni :
1)      Konsep-konsep gramatikal, dari parameter ini dibedakan lagi menjadi : Bahasa relasional murni, Bahasa relasional murni kompleks, bahsa relasional adonan sederhana dan bahasa relasional adonan kompleks
2)      Proses-proses gramatikal, berdasarkan parameter kedua ini dibedakan lagi : bahasa isolatif, aglutanatif, fusional dan simbolik
3)      Tingkat penggunaan morfem dan kata. berdasarkan parameter ke tiga ini dibedakan lagi :  bahasa analitis, sintesis dan polisintesis.
3. Klasifikasi Areal
Klasifikasi areal dilakukukan berdasarkan adanya korelasi timbal-balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu area atau wilayah. Tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak. Yang terpentingadalah adanya data pijam meminjam yang mencakup pertolongan bentuk dan arti, atau pertolongan bentuk saja, atau pertolongan arti saja, pinjam meminjam ini lantaran adanya kontak bahasa, bersifat historis dan konvergetif. Jika sebuah bahasa tidak mendapatkan atau memperlihatkan efek yang berarti, maka ia tidak sanggup dimasukan dalam kelompok bahasa mana pun.
Disamping itu, perlu diketahui bahwa penjabaran ini sanga mempertimbangkan dimesi waktu dan modalitas ruang yang dijadikan pertimbangan menyerupai dalam penjabaran genetis.
Klasifikasi areal ini bersifat arbitrer dalam hal-hal tertentu, maksudnya yaitu lantaran dalam kontak sejarah bahasa-baasa itu memperlihatkan efek timbal balik dalam hal-hal tertentu. Kemudian bersifat nonekshaustik alasannya masih banyak bahasa-bahasa di dunia ini yang masing bersifat tertutup dalam arti belum mendapatkan unsur-unsur tadi. Makara bahasa yang menyerupai itu belum sanggup dikelompokan atau belum masuk ke dalam salah satu kelompok dan penjabaran ini bersifat nonunik, alasannya ada kemungkinan sebuah bahasa sanggup masuk ke dalam kelompok tertentu dan sanggup mask kedalam kelompok lain.
Tokoh yang pernah melaksanakan klsifikasi ini yaitu Wilhelm Schmidt dengan bukunya Die Sprachfamillien und Sprachenkreise der Ende.
4. penjabaran Sosiolingustik
Klasifikasi sosiolingustik dilakukan berdasarkan korelasi antara bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat; tepatnya berdasarkan status, fungsi, evaluasi yang diberikan masyarakat terhadap bahasa itu. penjabaran ini pernah dilakukan oleh William A Stuart tahun 1962 yang terdapat dalam artikelnya "An Outline of Lingustic Typology for Describing Multilingualism" penjabaran ini dilakukan berdasarkan kriteria : historitas, standardisasi, vitalitas dan homogenesitas.
1. historitas : berkenaan dengan sejarah perkembangan bahasa atas sejarah pemakaian bahasa.
2. standardisasi : berkenaan sebagai statusnya sebagai bahasa baku atau tidak baku atau status pemakainaya sebagai bahasa forma atau informal.
3. vitalitas : berkenaan dengan apakah bahasa itu mempunyai penutur yang menggunakanya dalam aktivitas sehari-hari secara aktif atau tidak.
4. homogenesitas : berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa dari bahasa itu diturunkan.
Sifat penjabaran ini yaitu arbitrer, ekshaustik  dan nonunik. Dikatakan arbitrer lantaran tidak ada ketentuan dalam penjabaran sosiolingustik, hanya harus memakai keempat kriteria terebut. Maka ada kemungkinana pakar lain akan memakai kriteria lain lagi. Dikatakan ekshaustik lantaran semua bahsa yang ada didunia sanggup dimasukan kedalam kelompok-kelompok tertentu. Namun penjabaran ini bersifat nonunik sebabnya yaitu sebuah bahasa bisa mempunyai status yang berbeda.  Misalnya, bahasa Jerman di Jerman bersatatuts  standar, tetapi di Swiss bersifat kedaerahan atau substandar. Contoh lain yaitu bahasa Ibrani yang merupakan bahasa klasik dalam ibadah bangsa Yahudi, tetapi oleh Israel ditetapkan bahsa itu sebagai bahasa resmi (negara) mereka.
3.    PERSAMAAN BAHASA DALAM MASYARAKAT INDONESIA
Ketika terjadi persamaan bahasa dalam masyarakat Indonesia,hubungan silaturahmi dalam masyarakat menjadi semakin terjalin erat lagi sehingga mengukuhkan keakraban dan kebersamaan dalam lingkup masyarakat.
Patokan penting suatu bahasa antara lain:
1.jumlah penutur yang meluas diseluruh pelosok tanah air
Mengingat jumlah penutur bahasa Indonesia sangat banyak,maka sanggup disimpulkan hal bahwa bahasa sangat penting dalam kehidupan
2.luas penyebaran bahasa
Hampir seluruh daerah sampai daerah terpelosok,semua golongan masyarakat bisa mengucapkan bahasa Indonesia dengan fasih sehingga hal ini juga menjadi ganjal an bahasa sangatlah penting.
3.bahasa diterima oleh seluruh penduduk Negara

Dengan digunakannya bahasa sebagai bahasa nasional maka hal inilah yang menjadi patokan paling penting dalam kehidupan.

Sumber http://partunto.blogspot.com/

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Materi Mengenai Konsep Keberagaman Budaya Dan Bahasa Di Masyarakat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel