Analisis Hambatan Dalam Meningkatkan Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan
Analisis Kendala Dalam Meningkatkan Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan
Sebelum memulai mendirikan bangunan, sebuah rumah atau bangunan sebaiknya mempunyai kepastian aturan atas kelayakan, kenyamanan, keamanan sesuai dengan fungsinya. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak hanya dibutuhkan untuk mendirikan bangunan gres saja, tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar, merenovasi, menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah bentuk atau struktur bangunan. Tujuan diperlukannya ijin mendirikan bangunan yakni untuk menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkungan sekitarnya. Selain itu ijin mendirikan bangunan juga dibutuhkan dalam pengajuan kredit bank. Ijin mendirikan bangunan sendiri dikeluarkan oleh pemerintah tempat setempat (kelurahan hingga kabupaten). Dalam pengurusan ijin mendirikan bangunan dibutuhkan pengetahuan akan peraturan-peraturannya sehingga dalam mengajukan ijin mendirikan bangunan, informasi mengenai peraturan tersebut sudah didapatkan sebelum pembuatan gambar kerja arsitektur.
Retribusi daerah, komponen lain yang juga termasuk komponen pendapatan orisinil daerah, merupakan penerimaan yang diterima oleh pemerintah tempat sehabis menawarkan pelayanan tertentu kepada penduduk mendiami wilayah yuridiksinya. Perbedaan yang tegas antara pajak tempat dan retribusi tempat terletak pada kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah. Jika pada pajak tempat kontraprestasi tidak diberikan secara langsung, maka pada retribusi tempat bantuan diberikan secara eksklusif oleh pemerintah tempat kepada penduduk yang membayar retribusi tersebut.
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah tempat belum mengoptimalkan penerimaan retribusi lantaran masih menerima dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan pendapatan orisinil tempat perlu dikaji pengelolaan untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retibusi yang mempunyai potensi yang baik akan meningkatkan pula pendapatan orisinil daerah. Devas, dkk (1989 : 46) mengungkapkan bahwa pemerintah tempat sangat tergantung dari pemerintah pusat.
Selama lebih kurang puluhan tahun menjadi serpihan dari Kabupaten Kapuas, wilayah Gunung Mas relatif tertinggal dibandingkan dengan tempat lain. Luas wilayah dan terbatasnya prasarana perhubungan serta kondisi geografis yang terpencar dengan jumlah penduduk relatif kecil, menyebabkan masih banyak wilayah Gunung Mas yang belum tersentuh oleh kegiatan pembangunan.
Beberapa tahun terakhir ini Kabupaten Gunung mas mulai ulet melaksanakan pembangunan di segala bidang. Bahkan geliat pertumbuhan ekonomi mulai terasa di beberapa ibukota kecamatan di tempat Kabupaten Gunung Mas. Laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi selain oleh terbukanya isolasi daerah, juga lantaran banyaknya kelahiran dan migrasi masuk juga dengan terbukanya lapangan kerja pada banyak sekali sektor.
Kabupaten Gunung Mas yakni tempat pemekaran dan sedang membangun dalam banyak hal.
Ironisnya pertumbuhan pembangunan yang ada tidak disertai dengan meningkatnya pendapatan terutama dari retribusi ijin mendirikan bangunan. Adanya birokrasi yang bertele-tele kadang menciptakan masyarakat menjadi malas untuk mengajukan ijin mendirikan bangunannya. Selain itu pengawasan dari pihak pemerintah tempat pun kurang terasa. Bila kita lihat di banyak sekali tempat lain di Indonesia, retribusi Ijin Mendirikan Bangunan termasuk pendapatan orisinil tempat yang cukup menjanjikan kalau dikelola dengan baik. Inilah alasannya mengapa saya ingin menggali lebih dalam lagi perihal potensi pendapatan orisinil tempat yang satu ini. Kenapa pendapatan yang diterima tidak pernah mencapai sasaran serta kendala-kendala apa yang ada di dalamnya.
Retribusi Daerah Bagian Dari Pendapatan Asli Daerah
Menurut Halim dan Nasir (2006:44), Pendapatan Asli Daerah (PAD) yakni ”pendapatan yang diperoleh tempat yang dipungut berdasarkan peraturan tempat sesuai dengan peraturan perundang¬undangan”. Menurut Kadjatmiko (2002:77), Pendapatan Asli Daerah (PAD) yakni ”penerimaan yang diperolah tempat dari sumber-sumber dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Dalam rangka menggali sumber¬sumber keuangan tempat terutama dalam meningkatkan pendapatan orisinil daerah, pemerintah tempat harus berusaha mencari sumber-sumber keuangan yang potensial yaitu pajak tempat dan retribusi daerah. Kewenangan tempat untuk memungut pajak tempat dan retribusi tempat diatur dengan UU No. 28 Tahun 2009 perihal Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan penyempurnaan dari UU No. 34 Tahun 2000 dan ditindaklanjuti peraturan pelaksananya dengan PP No. 65 Tahun 2001 perihal Pajak Daerah dan PP No. 66 Tahun 2001 perihal Retribusi Daerah. Pajak tempat dan retribusi tempat merupkan salah satu bentuk tugas serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009, sumber-sumber penerimaan tempat dalam rangka desentralisasi yakni pendapatan tempat dan pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber kepada :
a. Pendapatan Asli Daerah
b. Dana Perimbangan
c. Lain-lain pendapatan
Pendapatan orisinil tempat ini merupakan serpihan terpenting dari penerimaan Daerah. Semakin tinggi sumber pendapatan orisinil tempat akan semakin tinggi kemampuan tempat dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pendapatan orisinil tempat yakni penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan perda sesuai dengan peraturan peraturan perundang¬undangan yang berlaku. Sumber pendapatan orisinil tempat yakni :
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil pengelolaan kekayaan tempat yang dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah
Menurut Munawir (1997), Retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang sanggup dipaksakan dan jasa balik secara eksklusif sanggup ditunjuk. Paksaan di sini bersifat hemat lantaran siapa saja yang tidak mencicipi jasa balik dari pemerintah ia tidak akan dikenakan iuran itu. Lebih lanjut diuraikan pula definisi dan pengertian yang berkaitan dengan retribusi yaitu dikutip dari Sproule-Jones and White yang menyampaikan bahwa retribusi yakni semua bayaran yang dilakukan bagi perorangan dalam memakai layanan yang mendatangkan laba eksklusif dari layanan itu lebih lanjut dikatakan bahwa distribusi lebih sempurna dianggap pajak konsumsi dari pada biaya layanan; bahwa retribusi hanya menutupi biaya operasional saja. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka sanggup dilihat sifat-sifat retribusi berdasarkan Haritz (1995 : 84) yakni sebagai berikut:
1 Pelaksanaannya bersifat ekonomis;
2 Ada imbalan eksklusif kepada yang membayar;
1 Iurannya memenuhi persyaratan, persyaratan formal dan material tetapi tetap ada alternatif untuk membayar;
2 Retribusi merupakan pungutan yang umumnya budgeternya tidak menonjol;
3 Dalam hal-hal tertentu retribusi tempat dipakai untuk suatu tujuan tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibukukan oleh pemerintah tempat untuk memenuhi seruan masyarakat.
Retribusi tempat berdasarkan pasal 1 ayat 28 UU.No.34 tahun 2000 yakni pungutan tempat sebagai pembayaran atas jasa atau izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Memperhatikan ketentuan tersebut berdasarkan Fauzan (206:239), maka retribusi tidak lain merupakan pemasukan yang berasal dari usaha¬usaha Pemerintah Daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik individu maupun tubuh atau korporasi dengan kewajiban menawarkan pengganti berupa uang sebagai pemasukan kas daerah.
Retribusi Daerah terdiri atas 3 (tiga) golongan, yaitu :
1 Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah tempat (Pemda) untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta sanggup dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
2 Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial lantaran pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
3. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka tunjangan izin kepada orang pribadi atau tubuh yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau akomodasi tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Ijin Mendirikan Bangunan
Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan yakni pembayaran atas tunjangan ijin mendirikan bangunan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan, termasuk merubah bentuk bangunan, biaya penelitian atau investigasi konstruksi dan biaya sempadan. Wajib retribusi yakni orang pribadi atau tubuh yang berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melaksanakan pembayaran retribusi. Masa retribusi yakni suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Ijin Mendirikan Bangunan atau untuk memulai pelaksanan pembangunan.
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah tempat belum mengoptimalkan penerimaan retribusi lantaran masih menerima dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah perlu dikaji pengelolaan untuk mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi. Peningkatan retibusi yang mempunyai potensi yang baik akan meningkatkan pula pendapatan orisinil daerah. Devas, dkk (1989 : 46) mengungkapkan bahwa pemerintah tempat sangat tergantung dari pemerintah pusat.
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yakni pembayaran atas tunjangan ijin mendirikan bangunan termasuk mengubah/membongkar bangunan oleh Pemerintah kepada orang pribadi atau badan. Sebagai ganti atas jasa pemerintah yang sudah menerbitkan ijin mendirikan bangunan, orang pribadi atau tubuh yang mengajukannya perlu membayar retribusi. Retribusi ini secara umum berbeda-beda di tiap tempat dan biasanya dihitung berdasarkan luas bangunan yang akan didirikan. Retribusi ini juga dimaksudkan sebagai pemasukan daerah.
Syarat-syarat untuk sanggup diberikannya ijin mendirikan bangunan kepada pemohon yakni :
1. Bangunan yang didirikan harus sesuai peruntukan dengan Rencana Tata Ruang.
2. Luas bangunan harus sesuai dengan ketentuan BCR (Building Coverage Ratio), yaitu perbandingan antara luas bangunan (tutupan yang tidak resap air) dengan total luas resapan lahan. Untuk wilayah perkotaan besarnya BCR antara 30%-60%.
3. Garis Sempadan Bangunan (GSB) yaitu jarak ruas jalan dengan bangunan terluar
a. Jalan Primer (propinsi): 25 m;
b. Jalan Sekunder (kabupaten): 13m;
c. Jalan Tersier (penghubung): 13m;
d. Jalan Lokal: 8m.
4. Ketinggian bangunan tidak melebihi aturan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan tata ruang kecuali telah dilakukan pengkajian teknik terlebih dahulu atau izin khusus.
Persepsi/pandangan Masyarakat Tentang ijin Mendirikan Bangunan
Persepsi yakni suatu proses pengenalan atau identifikasi sesuatu dengan memakai panca indera (Dreverdalam Sasanti, 2003). Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Sabri (1993) mendefinisikan persepsi sebagai acara yang memungkinkan insan mengendalikan rangsangan-rangsangan yang hingga kepadanya melalui alat inderanya, menjadikannya kemampuan itulah dimungkinkan individu mengenali lingkungan pergaulan dalam hidupnya.
Mar’at (1981) menyampaikan bahwa persepsi yakni suatu proses pengamatan seseorang yang berasal dari suatu kognisi secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi gres dari lingkungannya. Riggio (1990) juga mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif baik lewat penginderaan, pandangan, penciuman dan perasaan yang kemudian ditafsirkan.
Mar'at (Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi di pengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan terhadap objek psikologis. Rahmat (dalam Aryanti, 1995) mengemukakan bahwa persepsi juga ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal antara kebutuhan individu, pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum-hukum yang berlaku, dan nilai¬nilai dalam masyarakat.
Menurut Ridwan (2009:163) ada beberapa hambatan yang dikeluhkan oleh masyarakat yang ingin mengurus perizinan yaitu :
a. Biaya perizinan
Biaya pengurusan izin sangat memberatkan bagi pelaku perjuangan kecil. Besarnya biaya perizinan seringkali tidak transparan.
Penyebab besarnya biaya disebabkan lantaran pemohon tidak mengetahui besar biaya resmi untuk pengurusan izin, dan lantaran adanya pungutan liar.
b. Waktu
Waktu dibutuhkan mengurus izin relatif usang lantaran prosesnya yang berbelit.
Tidak adanya kejelasan kapan izin diselesaikan.
Proses perizinan tergantung pada teladan birokrasi setempat.
c. Persyaratan
Persyaratan yang sama dan diminta secara berulang-ulang untuk banyak sekali jenis izin.
Persayaratan yang ditetapkan seringkali sulit untuk diperoleh.
Informasi yang dibutuhkan tidak tersedia dan terdapat beberapa persyaratan yang tidak sanggup dipenuhi khususnya oleh para pengusaha kecil.
Ijin mendirikan bangunan disusun sebagai standar pembiasaan bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Mendirikan bangunan rumah/toko dengan berkala akan menjamin kondisi lingkungan yang menjamin segala aktivitas. Rumah merupakan kebutuhan yang sangat krusial bagi manusia, sedangkan toko merupakan bangunan untuk melaksanakan kegiatan banyak sekali jenis barang yang dibutuhkan masyarakat. Pada dasarnya, setiap legalisasi hak oleh seseorang terhadap suatu bangunan harus didasarkan bukti yang berpengaruh dan sah berdasarkan hukum. Tanpa bukti tertulis, suatu legalisasi di hadapan aturan mengenai objek aturan tersebut menjadi tidak sah. Sehingga dengan adanya akta ijin mendirikan bangunan akan menawarkan kepastian
berarti biaya yang masuk akal dan sanggup diverifikasi. Kepastian waktu merupakan elemen penting lainnya yang diharapkan masyarakat dari pemerintah. Kepastian tersebut meliputi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pengurusan serta kapan izin sanggup dikeluarkan. Lamanya pengurusan izin seharusnya diketahui oleh para pemohon sehingga bermanfaat bagi proses perencanaan dan penjadwalan mereka, dan pemerintah sebagai penyedia pelayanan harus sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat ini. Masyarakat tentu saja berharap bahwa lamanya proses pengurusan izin tidak berlarut-larut.
Sumber http://sharingilmupajak.blogspot.com
0 Response to "Analisis Hambatan Dalam Meningkatkan Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan"
Posting Komentar