✔ Makalah : Sistem Ekonomi Islam
Sesungguhnya telah sepuluh kala sebelum orang-orang Eropa menyusun teori-teori perihal ekonomi, telah diturunkan oleh Allah Swt sebuah analisa perihal ekonomi yang khas di tempat Arab. Hal yang lebih menarik yakni bahwa analisa ekonomi tersebut tidak mencerminkan keadaan bangsa Arab pada waktu itu, tetapi yakni untuk seluruh dunia. Makara sesungguhnya hal tersebut merupakan hidayah dari Allah Swt, Tuhan yang mengetahui sedalam-dalamnya akan isi dan hakikat dari segala sesuatu.Kemudian struktur ekonomi yang ada dalam firman Allah dan sudah sangat terang aturan-aturannya tersebut, pernah dan telah dilaksanakan dengan baik oleh umat pada waktu itu. Sistem ekonomi tersebut yakni susatu susunan gres yang bersifat universal, bukan merupakan ekonomi nasional bangsa Arab. Sistem ekonomi tersebut dinamakan ekonomi Islam.Sistem Ekonomi Islam atau syariah kini ini sedang banyak diperbincangkan di Indonesia. Banyak kalangan masyarakat yang mendesak supaya Pemerintah Indonesia segera mengimplementasikan sistem Ekonomi Islam dalam sistem Perekonomian Indonesia seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi Kapitalisme.A. Pengertian Sistem Ekonomi IslamM.A. Manan (1992:19) di dalam bukunya yang berjudul “Teori dan Praktik Ekonomi Islam” menyatakan bahwa ekonoi islam yakni ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari persoalan ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam. Sementara itu, H. Halide beropini bahwa yang di maksud dengan ekonomi islam ialah kumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi (dalam Daud Ali, 1988:3).Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari sikap ekonomi insan yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam Rukun Iman dan Rukun Islam.Bekerja merupakan suatu kewajiban lantaran Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105: “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, lantaran Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”.Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw: “Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan lantaran kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia menerima ampunan”.(HR.Thabrani dan Baihaqi)Sistem ekonomi Islam yakni sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang di simpulkan dari Al-Qur’an dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang di dirikan ataslandasan dasar-dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa Tujuan dan Prinsip Dasar dan Ciri-Ciri Sistem EkonomiIslama.Tujuan Ekonomi IslamAdapun tujuan Ekonomi Islam berpedoman pada: Segala aturan yang diturunkan Allah SWT dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya yakni membantu insan mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.Seorang fuqaha asal Mesir berjulukan Prof. Muhammad Abu Zahrah menyampaikan ada tiga target aturan Islam yang menerangkan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:a. Penyucian jiwa supaya setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.b. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud meliputi aspek kehidupan di bidang aturan dan muamalah.c. Tercapainya maslahah(merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa persoalan yang menjad puncak target di atas meliputi lima jaminan dasar:- keselamatan keyakinan agama ( al din)- keselamatan jiwa (al nafs)- keselamatan nalar (al aql)- keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)- keselamatan harta benda (al mal)b. Prinsip-Prinsip Ekonomi IslamSecara garis besar ekonomi Islam mempunyai beberapa prinsip dasar:a. Berbagai sumber daya dipandang sebagai dukungan atau titipan dari Allah swt kepada manusia.b. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentc. Kekuatan pelopor utama ekonomi Islam yakni kerja sama.d. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.e. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.f. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di alam abadi nanti.g. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)h. Islam melarang riba dalam segala bentuk.Prinsip Dasar Yang Menyangkut sistem ekonomi Syariah Islama. Tawhid, Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini yakni Allah SWT.b. Khilafah, mempresentasikan bahwa insan yakni khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensispiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi yang sanggup dipakai untuk hidup dalam rangka berbagi misi hidupnya.c. ‘Adalah, merupakan potongan yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus dipakai untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejahteraan yang merata (equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).Nilai-Nilai Instrumental Ekonomi Islam-Zakat-Larangan Riba-Kerjasama ekonomi-Jaminan social-Peranan negarac. Ciri/Sifat Sistem Islam- Kesatuan (unity)- Keseimbangan (equilibrium)- Kebebasan (free will)- Tanggungjawab (responsibility)C. Paradigma Perekonomian IslamPerekonomian Islam ialah ekonomi berdasarkan undang-undang Islam. Adanya dua paradigma untuk memahami Perekonomian Islam, dengan satunya menganggap rangka politik Islam (yaitu Khilafah), dan yang lain itu menganggap rangka politik bukan Islam yang melahirkan suatu paradigma yang bertujuan untuk menyepadukan setengah rukun Islam yang populer ke dalam sebuah rangka ekonomi sekular.Paradigma pertama bertujuan untuk mentakrifkan semula persoalan ekonomi sebagai suatu persoalan penagihan sumber untuk mencapai:-Keperluan-keperluan asas dan glamor para orang perseorangan di dalam masyarakat;-Membina pasaran susila yang mempunyai persaingan kerjasama;-Memberikan ganjaran kepada penyerta-penyerta lantaran terdapat kepada risiko dan/atau liabiliti;-Membagikan harta-harta secara adil antara kegunaan awam dan kegunaan pribadi- Negara memainkan peranan yang terang terhadap pengawasan, percukaian, pengurusan harta awam dan memastikan peredaran kekayaan.Gerakan-gerakan Islam yang menyeru supaya politik diperbaharui umumnya akan mencadangkan paradigma ini untuk menjelaskan bagaimana mereka akan memperkenalkan pembaharuan ekonomi. Bagaimanapun, paradigma kedua hanya mencadangkan dua aturan utama, yaitu:- faedah tidak boleh dikenakan pada pinjaman;- peleburan harus menepati tanggungjawab sosial.Perbedaan utama dari segi kewenangan ialah peraturan tiada faedah lantaran paradigma pelaburan Islam yang menepati tanggungjawab sosial tidak amat berbeda dengan apa yang diamalkan oleh agama-agama yang lain. Dalam percobaannya untuk melarang faedah, ahli-ahli ekonomi Islam berharap untuk menghasilkan sebuah masyarakat yang lebih bersifat Islam. Bagaimanapun, gerakan-gerakan liberal dalam agama Islam mungkin akan menafikan keperluan untuk kasus ini lantaran mereka umumnya melihat Islam sebagai secocok dengan institusi-institusi dan undang-undang sekular modern.D. Mekanisme Sistem Ekonomi Islama. Mekanisme Ekonomi >Mekanisme ekonomi yakni prosedur melalui acara ekonomi yang bersifat produktif, berupa banyak sekali kegiatan pengembangan harta (tanmiyatul mal) dalam akad-akad muamalah dan sebab-sebab kepemilikan (asbab at-tamalluk). Berbagai cara dalam prosedur ekonomi ini, antara lain :- Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan dalam kepemilikan individu (misalnya, bekerja di sector pertanian, industri, dan perdagangan)- Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan harta (tanmiyah mal) melalui kegiatan investasi (misalnya, dengan syirkah inan, mudharabah, dan sebagainya)- Larangan menimbun harta benda (uang, emas, dan perak) walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi pada ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat peredaran lantaran tidak terjadi perputaran harta.- Mengatasi peredaran dan pemusatan kekayaan di satu tempat tertentu saja contohnya dengan memberatakan peredaran modal dan mendorong tersebarnya pusat-pusat pertumbuhan.- Larangan kegiatan monopoli, serta banyak sekali penipuan yang sanggup menjamin pasaran.- Larangan jodi, riba, rasuah, dukungan barang dan hadiah kepada penguasa. Semua ini akan mengumpulkan kekayaan pada pihak yang berpengaruh semata.- Memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan barang-barang milik umum (al- milkiyah al-amah) yang dikelola negara menyerupai hasil hutan, barang galian, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.2. Mekanisme Non-EkonomiMekanisme non-ekonomi yakni prosedur yang tidak melalui acara ekonomi yang produktif, melainkan melalui acara non-produktif, contohnya dukungan (hibah, sedekah, zakat, dll) atau warisan. Mekanisme non-ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi prosedur ekonomi. Yaitu untuk mengatasi peredaran kekayaan yang tidak berjalan tepat jikalau hanya mengandalkan prosedur ekonomi semata.Mekanisme non-ekonomi dibutuhkan baik lantaran adanya sebab-sebab alamiah maupun non-alamiah. Sebab alamiah contohnya keadaan alam yang tandus, tubuh yang cacat, nalar yang lemah atau terjadinya musibah tragedi alam. Semua ini akan sanggup menjadikan terjadinya gangguan ekonomi dan terhambatnya edaran kekayaan kepada orang-orang yang mempunyai keadaan tersebut. Dengan prosedur ekonomi biasa, edaran kekayaan boleh tidak berjalan lantaran orang-orang yang mempunyai kendala yang bersifat alamiah tadi tidak sanggup mengikuti kegiatan ekonomi secara normal sebagaimana orang lain. Bila dibiarkan saja, orang-orang itu, termasuk mereka yang tertimpa musibah (kecelakaan, musibah dan sebagainya) makin terpinggirkan secara ekonomi. Mereka akan menjadi masyarakat yang miskin terhadap perubahan ekonomi. Bila terus berlanjutan, boleh mengakibatkan munculnya persoalan sosial menyerupai jenayah (curi, rompak), rogol (pelacuran) dan sebagainya, bahkan mungkin revolusi sosial.Mekanisme non-ekonomi juga dibutuhkan lantaran adanya sebab-sebab non-alamiah, yaitu adanya penyimpangan prosedur ekonomi. Penyimpangan prosedur ekonomi ini jikalau dibiarkan akan boleh menjadikan ketimpangan edaran kekayaan. Bila penyimpangan terjadi, negara wajib menghilangkannya. Misalnya jikalau terjadi monopoli, kendala masuk, baik administrative maupun non-adminitratif dan sebagainya, atau kejahatan dalam prosedur ekonomi (misalnya penimbunan), harus segera dihilangkan oleh negara.Mekanisme non-ekonomi bertujuan supaya ditengah masyarakat segera terwujud keseimbangan (al-tawazun) ekonomi, yang akan ditempuh dengan beberapa cara. Peredaran harta dengan prosedur non-ekonomi antara lain yakni :- Pemberian harta negara kepada warga negara yang dinilai memerlukan.- Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada para mustahik.- Pemberian infaq, sedekah, wakaf, hibah dan hadiah dari orang yang bisa kepada yang memerlukan.- Pembagian harta waris kepada hebat waris dan lain-lain.E. Asas Sistem Ekonomi IslamDengan melaksanakan istiqra’ (penelahaan induktif) terhadap hukum-hukum syara’ yang menyangkut persoalan ekonomi, akan sanggup disimpulkan bahwa Sistem Ekonomi (an-nizham al-iqtishady) dalam Islam meliputi pembahasan yang menjelaskan bagaimana memperoleh harta kekayaan (barang dan jasa), bagaimana mengelola (mengkonsumsi dan mengembangkan) harta tersebut, serta bagaimana mendistribusikan kekayaan yang ada.Atas dasar pandangan di atas, maka berdasarkan Zallum (1983), Az-Zain (1981), An-Nabhaniy (1990), dan Abdullah (1990), asas-asas yang membangun sistem ekonomi Islam terdiri dari atas tiga asas, yakni : (1) Bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut kepemilikan (al-milkiyah),(2) Bagaimana pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil milkiyah), serta(3) Bagaimana distribusi kekayaan di tengah masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas).a. Asas Pertama : Kepemilikan (Al-Milkiyyah)An-Nabhaniy (1990) mengatakan, kepemilikan yakni izin As-Syari’ (Allah SWT) untuk memanfaatkan zat (benda) tertentu. Oleh lantaran itu, kepemilikan tersebut hanya ditentukan berdasarkan ketetapan dari As-Syari’ (Allah SWT) terhadap zat tersebut, serta sebab-sebab pemilikannya. Jika demikian, maka pemilikan atas suatu zat tertentu, tentu bukan semata berasal dari zat itu sendiri, ataupun dan huruf dasarnya yang memperlihatkan manfaat atau tidak. Akan tetapi kepemilikan tersebut berasal dari adanya izin yang diberikan Allah SWT untuk mempunyai zat tersebut, sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya pemilikan atas zat tersebut menjadi sah berdasarkan aturan Islam.Minuman keras dan babi, misalnya, dalam pandangan ekonomi kapitalis memang boleh dimiliki, lantaran zat bendanya memperlihatkan manfaat-manfaat. Tetapi berdasarkan Islam, minuman keras dan babi tidak boleh dimiliki, lantaran Allah SWT tidak memperlihatkan izin kepada insan untuk memilikinya. Makna Kepemilikan Dimana Allah SWT yakni Pemilik kepemilikan tersebut sekaligus juga Allahlah sebagai Dzat Yang mempunyai kekayaan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.” (QS. An-Nuur : 33)Oleh lantaran itu, harta kekayaan itu yakni milik Allah semata. Kemudian Allah SWT telah menyerahkan harta kekayaan kepada insan untuk diatur dan dibagikan kepada mereka. Karena itulah maka sebetulnya insan telah diberi hak untuk mempunyai dan menguasai harta tersebut. Sebagaimana firman-Nya :“Dan nafkahkanlah apa saja. yang kalian telah dijadikan (oleh Allah) berkuasa terhadapnya. “(QS. Al-Hadid : 7)“Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu.” (QS. Nuh : 12) Macam-Macam KepemilikanZallum (1983); Az-Zain (1981); An-Nabhaniy (1990); Abdullah (1990) mengemukakan bahwa kepemilikan (property) berdasarkan pandangan Islam dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1). Kepemilikan individu (private property); (2) kepemilikan umum (collective property); dan (3) kepemilikan negara (state property).1) Kepemilikan Individu (prvate property)Kepemilikan individu yakni ketetapan aturan syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi dari barang tersebut (jika barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain menyerupai disewa, ataupun lantaran dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya menyerupai dibeli). An-Nabhaniy (1990) mengemukakan, sebab-sebab kepemilikan tersebut terbatas pada lima alasannya yakni berikut ini :- Bekerja.- Warisan.- Kebutuhan akan harta untuk mempertahankan hidup.- Harta dukungan negara yang diberikan kepada rakyat.- Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.2) Kepemilikan Umum (collective property)Kepemilikan umum yakni izin As-Syari’ kepada suatu komunitas untuk sama-sama memanfaatkan benda. Benda-benda yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum yakni benda-benda yang telah dinyatakan oleh Allah SWT dan Rasulullah saw bahwa benda-benda tersebut untuk suatu komunitas dimana mereka masing-masing saling membutuhkan. Berkaitan dengan pemilikan umum ini, aturan Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang akan sekelompok kecil orang. Dan pengertian di atas maka benda-benda yang termasuk dalam kepemilikan umum sanggup dikelompokkan menjadi tiga kelompok:a. Benda-benda yang merupakan akomodasi umumDimana kalau tidak ada di dalam suatu negeri atau suatu komunitas, maka akan mengakibatkan kesulitan hidup dan masyarakat akan berpencar ke sana kemari mencarinya. Rasulullah saw telah menjelaskan dalam sebuah hadits bagaimana sifat akomodasi umum tersebut. Dari lbnu Abbas, bahwa Nabi saw bersabda:“Kaum muslimin berserikat dalam tiga barang, yaitu air, padang rumput, dan api.”(HR. Abu Daud)Sifat benda-benda yang menjadi akomodasi umum yakni adalah lantaran jumlahnya yang besar dan menjadi kebutuhan umum masyarakat. Namun jikalau jumlahnya terbatas menyerupai sumur-sumur kecil di perkampungan dan sejenisnya, maka sanggup dimiliki oleh individu dan dalam kondisi demikian air sumur tersebut merupakan milik individu. Rasulullah saw telah membolehkan air di Thaif dan Khaibar untuk dimiliki oleh individu-individu penduduk.b. Benda-benda yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu secara perorangan. Yang juga sanggup dikategorikan sebagai kepemilikan umum yakni benda-benda yang sifat pembentukannya mencegah hanya dimiliki oleh pribadi. Hal ini lantaran benda-benda tersebut merupakan benda yang tercakup kemanfaatan umum (kelompok pertama di atas). Yang termasuk ke dalam kelompok ini yakni jalan raya, sungai, masjid dan akomodasi umum lainnya. Misalnya sumur air, mungkin saja dimiliki oleh individu, namun jikalau sumur air tersebut dibutuhkan oleh suatu komunitas maka individu tersebut dihentikan memilikinya.c. Bahan tambang yang jumlahnya sangat besarBahan tambang sanggup diklasifikasikan menjadi dua, yaitu materi tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya, yang tidak termasuk berjumlah besar berdasarkan ukuran individu, serta materi tambang yang sangat banyak (hampir tidak terbatas) jumlahnya. Barang tambang yang sedikit (terbatas) jumlahnya termasuk milik pribadi, serta boleh dimiliki secara pribadi, dan terhadap materi tambang tersebut diberlakukan aturan rikaz (barang temuan), yang darinya harus dikeluarkan khumus, yakni 1/5 bagiannya (20%).Adapun materi tambang yang sangat banyak (hampir tidak terbatas) jumlahnya, yang mustahil dihabiskan oleh individu, maka materi tambang tersebut termasuk milik umum (collective property), dan tidak boleh dimiliki secara pribadi. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia telah meminta kepada Rasulullah saw untuk dibolehkan mengelola sebuah tambang garam. Lalu Rasulullah saw memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang pria dari majelis tersebut bertanya:“Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memperlihatkan sesuatu bagaikan air yang mengalir.” Rasulullah saw kemudian menarik kembali tambang tersebut darinya. (HR. At-Tirmidzi)3) Kepemilikan Negara (state properti)Harta-harta yang termasuk milik negara yakni harta yang merupakan hak seluruh kaum muslimin yang pengelolaannya menjadi wewenang negara, dimana negara sanggup memperlihatkan kepada sebagian warga negara, sesuai dengan kebijakannya. Makna pengelolaan oleh negara ini yakni adanya kekuasaan yang dimiliki negara untuk mengelolanya semisal harta faiâ, kharaj, jizyah dan sebagainya.Meskipun harta milik umum dan milik negara pengelolaannya dilakukan oleh negara, namun ada perbedaan antara kedua bentuk hak milik tersebut. Harta yang termasuk milik umum pada dasamya tidak boleh diberikan negara kepada siapapun, meskipun negara sanggup membolehkan kepada orang-orang untuk mengambil dan memanfaatkannya. Berbeda dengan hak milik negara dimana negara berhak untuk memperlihatkan harta tersebut kepada individu tertentu sesuai dengan kebijakan negara.b. Asas Kedua : Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah)Pengelolaan kepemilikan yakni sekumpulan tatacara (kaifiyah) yang berupa hukum-hukum syaraâ yang wajib dipegang seorang muslim tatkala ia memanfaatkan harta yang dimilikinya (Abdullah, 1990). Mengapa seorang muslim wajib memakai cara-cara yang dibenarkan Asy Syariâ (Allah SWT) dalam mengelola harta miliknya? Sebab, harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya yakni milik Allah SWT. Maka dari itu, dikala Allah telah menyerahkan kepada insan untuk menguasai harta, artinya yakni hanya melalui izin-Nya saja seorang muslim akan dinilai sah memanfaatkan harta tersebut.1) Pembelanjaan HartaPembelanjaan harta (infaqul mal) yakni dukungan harta tanpa adanya kompensasi (An-Nabhani, 1990). Dalam pembelanjaan harta milik individu yang ada, Islam memperlihatkan tuntunan bahwa harta tersebut pertama-tama haruslah dimanfaatkan untuk nafkah wajib menyerupai nafkah keluarga, infak fi sabilillah, membayar zakat, dan lain-lain. Kemudian nafkah sunnah menyerupai sedekah, hadiah dan lain-lain. Baru kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah.2) Pengembangan HartaPengembangan harta (tanmiyatul mal) yakni kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah dimiliki (An-Nabhani, 1990). Seorang muslim yang ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, wajib terikat dengan ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta.Adapun pengelolaan kepemilikan yang bekerjasama dengan kepemilikan negara (state property) dan kepemilikan individu (private property), nampak terang dalam hukum-hukum baitul mal serta hukum-hukum muamalah, menyerupai jual-beli, gadai (rahn), dan sebagainya. As Syari’ juga telah memperbolehkan negara dan individu untuk mengelola masing-masing kepemilikannya, dengan cara tukar menukar (mubadalah) atau diberikan untuk orang tertentu ataupun dengan cara lain, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh syaraâ.c. Asas Ketiga : Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah ManusiaMekanisme ini dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan (misalnya, bekerja) serta akad-akad muamalah yang masuk akal (misalnya jual-beli dan ijarah).Syara’ melarang perputaran kekayaan hanya di antara orang-orang kaya namun mewajibkan perputaran tersebut terjadi di antara semua orang. Allah SWT berfirman :“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr : 7) Di samping itu syara’ juga telah mengharamkan penimbunan emas dan perak (harta kekayaan) meskipun zakatnya tetap dikeluarkan.Dalam hal ini Allah SWT berfirman:“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah : 34)BAB IIIP E N U T U PKesimpulana. Sistem ekonomi Islam yakni sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang di simpulkan dari Al-Qur’an dan sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang di dirikan atas landasan dasar-dasar tersebut yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan masa.b. Tujuan Ekonomi Islam berpedoman pada: Segala aturan yang diturunkan Allah SWT dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya yakni membantu insan mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.c. Asas-asas yang membangun sistem ekonomi Islam terdiri dari atas tiga asas, yakni :- Bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut kepemilikan (al-milkiyah),- Bagaimana pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil milkiyah), serta- Bagaimana distribusi kekayaan di tengah masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas).
Sumber http://adnantandzil.blogspot.com
0 Response to "✔ Makalah : Sistem Ekonomi Islam"
Posting Komentar